Metode dirayat dalam konteks ilmu hadits biasanya berhubungan dengan mengecek kredibilitas dari rawi-rawi sanad hadits. Ini sedikit berbeda dalam historiografi islam, karena metode dirayat yang dimaksud adalah mengenai interpretasi sejarah bukan saja dalam satu sisi, tapi berbagai perspektif ilmu lain. Dalam hal ini, sejarah bukan lagi hanya berupa peristiwa yang dinarasikan kembali oleh seorang sejarawan, tapi tafsiran dari peristiwa sejarah itu sendiri.
Hadirnya metode dirayat dalam kajian sejarah adalah sebuah terobosan ketika islam telah mulai bersentuhan dengan budaya eropa. Sejarah bukan lagi hanya persoalan narasi jawaban dari "apa yang terjadi di masa lalu?", tapi bagaimana sebab-akibat dari kejadian di masa lalu itu terhadap masa depan. Kajian sejarah pun mulai berkaitan satu sama lain karena saling terikat kausalitas dari Cause Prima di dalamnya. Perkembangan metode sejarah dirayat semakin berkembangan seiring perubahan zaman. Modern ini, metode ini kerap disamakan atau dimiripkan dengan metode penelitian sejarah deskriptif analitif.
Sejarawan-sejarawan yang menggunakan metode dirayat ini biasanya masyhur pada abad pertengahan islam (4-5 H) hingga abad ke-10 hijriah. Mereka hadir menerapkan metode dirayat dengan pendekatan kajian yang memiliki kekhasan tersendiri. Kita akan mengenal al-Mas'udi dengan kajian sejarah yang metode eksperimennya, Ibn Miskawayh dengan kontemplasi teoritis dan renungan intelektualnya, al-Biruni dengan pengamatan langsungnya, hingga sejarawan besar Ibnu Khaldun dengan pendekatan berbagai ilmu sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H