Akan tetapi tidak hanya itu saja, perdebatan kerap muncul ketika buzzer meng-posting sebuah foto yang sumbernya tidak dapat dilacak dengan sedikit bumbu yang terletak pada caption foto sehingga membuat para pembaca mulai panas seperti sumbu kompor yang siap meledak.
Tak jarang pula perdebatan itu menjadi perdebatan yang membuka aib atau menjelekkan pribadi calon seperti ''jokowi tak bisa Bahasa inggris dengan fasih, prabowo tak punya isteri''. Dengan begitu akan berdampak yakni kebingungan dari masyarakat, siapa yang harus dia percaya, walaupun ada sumber-sumber yg kredibel misal media yang kredibel, pemerintah juga masih sebagai sumber yang kredibel.
Tapi di zaman media sosial seperti sekarang, informasi tidak dilihat dari sumbernya yang mana, bahkan seringkali enggak tahu sumbernya dari mana karena merupakan hasil copy paste dari WhatsApp, atau Instagram dan sebagainya. Sehingga, yang terjadi adalah masyarakat harus menentukan sendiri harus percaya dengan siapa.Â
Kebanyakan masyarakat mempercayai sesuatu melalui referensi yang telah ia miliki sebelumnya. "Bila dia merasa kelompok A itu jahat, maka informasi yang mendukung referensi itu, akan ia percaya dan akhirnya ia sebarkan, begitu juga sebaliknya
Model Two step flow model of communication (model komunikasi bertahap dua) juga mendatangkan cedera pada kebebasan berpendapat. Akses komunikasi dua tahap ini dengan tahap pertama sang aktor menyampaikan suatu pesan atau ide gagasan.
Pada tahap kedua pengikutnya ataupun pihak lawan yang  mendapatkan pesan atau informasi dari sang aktor ke khalayak luas membuat para pengikut (re:buzzer) baik pengikutnya atau lawannya mendesain sedemikian rupa suatu gagasan atau ide yang telah disampaikannya.
Hingga gerak cepat pemerintah saat ini terlihat dalam menyusut berbagai kasus hoax, ujaran kebencian, hingga makar dalam media virtual. Juga dengan hadirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai unsur legal yang dapat menjerat pelaku. Hal yang sama diharapkan juga berlaku bagi para buzzer politik yang terbukti membawa pengaruh negatif.
Di sisi lain, masyarakat yang dalam keadaan minim literasi media dan informasi diposisikan hanya sebatas konsumen dari berbagai informasi yang bersifat propaganda. Inilah kemudian mereduksi kekuatan demokrasi yang selalu mengandaikan kebebasan media.
Dalam demokrasi, penting untuk hadirnya media sebagai wahana netral, pengawal jalannya reformasi serta public interest lainnya, dan bisa pula mewakili atau berada di atas semua kelompok masyarakat, tanpa kehendak untuk menguasai satu di antara lainnya.
Melalui itu semua, Model Two step flow model of communication (model komunikasi bertahap dua) diyakini saat ini menjadi penunjang sebagai penyebaran informasi yang cepat dapat digapai seluruh bangsa Indonesia sehingga hal ini memudahkan para aktor untuk menyapa masyarakat, berinteraksi, hingga menanamkan konsep kepercayaan kepada masyarakat atas diri pribadi dengan nilai nilai kepemimpinan.
Dalam era digitalisasi ini model Two step flow model of communication (model komunikasi bertahap dua) akan terus berkembang untuk terus memberikan sarana informasi melalui keterbukan informasi publik yang akan membuat keaktifan masyarakat dalam membangun peradaban di negara ini semakin nyata.