Mohon tunggu...
Iman kandias
Iman kandias Mohon Tunggu... Penulis - Dialektika tumbuh bersama tawa

Bersahabat tanpa kelas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konstruksi Realitas Politik Nasi Goreng ala Mega-Pro

6 Agustus 2019   08:40 Diperbarui: 6 Agustus 2019   09:05 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak ada lagi cebong dan tak ada lagi kampret yang ada adalah garuda, garuda pancasila," kata Joko Widodo. Prabowo pun membalas pidato Jokowi dengan mengatakan bahwa pertemuan keduanya merupakan wujud dari persatuan. 

Selain itu, Ketua Umum Gerindra ini mengatakan bahwa ia memang belum mengucapkan selamat kepada Jokowi. Alasannya, ia mengatakan, "saya ini bagaimanapun ada ewuh pekewuh, ada toto kromo, maunya langsung tatap muka jadi saya ucapkan selamat Pak." 

Pada saat itu prabowo juga menambahkan sebuah kalimat saya akan memastikan bakal membantu pemerintahan Jokowi. Dengan catatan, kata Prabowo, "Sekali-kali mengkritik tak apa ya Pak, Demokrasi kan butuh check and balance."

Tidak hanya itu, Dua poros kekuatan politik yang berseberangan selama Pilpres 2019 lalu, mesra sesaat, entah berlanjut atau tidak. 

Hal itu terwujud dalam pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 24 Juli 2019.Perubahan arah dari lawan hingga menjadi kawan di perlihatkan pasangan capres-cawapres 2009 silam, Mega-Pro. 

Dengan menyantap masakan Nasi Goreng, lahirlah sebuah dialek ''Politik Nasi Goreng'' yang ramai untuk dibincangkan mulai lewat dari media televisi hingga warung kopi ala rakyat. 

Ini adalah momentum yang sangat layak untuk diperbincangkan dikarenakan kedua ini adalah tokoh bangsa, ketua umum partai dan juga pasangan capres dan cawapres tahun 2009 silam. 

Saya sendiri mengira bahwa pertemuan ini adalah sebuah reformasi konstruksi realitas politik yang disajikan lewat Nasi Goreng. Adanya sebuah fakta sosial sebagai kenyataan bahwa tokoh bangsa ini pernah bersama, ''diskusi semeja'' untuk memikirkan nasib mau dikemanakan Negara Indonesia ini  pada tahun 2009. 

Fakta sosial menurut Max Weber (Ritzer dan Goodman, 2002) mendefenisikan fakta sosial sebagai realitas subjektif. Pada kenyataannya fakta subjektif merupakan landasan interaksi sosial individu dan masyarkaat pada umumnya. 

Adanya reformasi konstruksi realitas politik dari kedua tokoh bangsa ini membentuk pemetaan baru, mengubah arah dari dinamika pilpres kini menjadi lebih ''soft'' perseteruan kini telah redam. 

Tujuan ini saya kira untuk membuat perubahan yang serius dan bertahap agar seluruh elemen masyarakat memiliki nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun