Â
[caption caption="Pengumuman delay di Bandara"][/caption]Â
Ini cerita saya tentang bagaimana Citilink mentelantarkan penumpang nya. Dibanyak berita tentang bagaimana anak perusahaan Garuda ini menterlantarkan penumpang sudah banyak ditulis para jurnalis media besar di Indonesia. Cerita saya lebih pada cerita yang langsung saya alami sebagai korban pesawat Citilink yang delay.
Kalau kita googling dengan kata ‘Citilink Terlantarkan Penumpang’ pasti akan menemukan banyak berita dari media-media besar Indonesia. Itu sebabnya saya beri judul tulisan ini ‘Citilink Terlantarkan Penumpang Lagi.’
Sebagai konsumen yang baik, cerita ini saya tulis tanpa kebencian semata untuk saling belajar saling memahami dan mengerti. Saya akan cerita di blog ini runutan cerita bagaimana saya sebagai penumpang, konsumen maskapai Citilink di telantarkan. Baiklah ini ceritanya;
Tanggal 22 Oktober 2015 dari kota Jambi saya online untuk beli tiket Citilink jurusan Palembang – Jogjakarta dengan keberangkatan tanggal 25 Oktober 2015 jam 16.35 dari Bandara Palembang dan perkiraan sampai Bandara Adi Sucipto Jogjakarta jam 20.30. Transit satu kali di Bandara Halim Perdanakusuma. Setelah bayar maka dikirimlah kode booking ke email saya, ini kodenya VBKPGQ.
Saya ambil 2 tiket karena bareng teman yang juga sama bekerja untuk program di Jambi. Pilihan jam sore karena kami memperkirakan perjalanan Jambi – Palembang minimal 6 jam naik travel.
Ceritanya sampailah kami di Bandara Sultan Mahmud Baddarudin II Palembang sekitar jam 2 siang. Maka kami masuk ke tempat check in, counter belum buka maka saya menggunakan model self service check in yang ada di bandara. Karena kami tidak ada barang yang masuk bagasi, saya gunakan kemudahan mesin check in. Lalu saya print tiket boarding pass nya. Waktu keberangkatan masih belum berubah dari jadwal pertama pesan, sekarang kami tahu no tempat duduk dan gate nya. Saya dapat seat 15A dan teman dapat seat 15B Flight no QG 115 boarding time 16:05.
Karena waktu masih panjang maka kami cari tempat untuk ngopi dan makan,  Kami belum makan siang. Setelah makan kami masuk ke ruang tunggu. Sampai jam 16.00 kok belum ada informasi apapun tentang penerbangan kami. Beberapa saat kemudian terdengar pengumuman bahwa pesawat kami delay, akan diberangkatkan jadi jam 18.30. Saya buka hape mendapat kiriman 2 sms berisi informasi dari Citilink bahwa pesawat kami dengan kode QG-115 PLM – HLP akan berangkat jam 18.30, sms satunya lagi berisi bahwa penerbangan kode QG-102 HLP-JOG akan diberangkatkan 20.10 waktu dapat 2 sms tersebut saya masih berpikir penerbangan masih aman sampai ke Jogja.
[caption caption="boarding pass saya"]
Sambil nunggu pesawat delay saya baca-baca koran, saya coba mengerti bahwa keterlambatan penerbangan ini karena bencana asap yang sedang melanda Sumatera Selatan. Kemudian dapat pengumuman lagi bahwa kami akan berangkat jam 18.50. Sampai ada pengumuman itu saya masih santai tidak berpikir akan terlambat ke Jogja. Masih kontakan dengan teman di Jogja untuk jemput di Bandara.Â
Kami masuk pesawat dan duduk sesuai dengan seat yang ada di boarding pass kami. Sudah enak duduk tiba2 datang seorang bapak dan bertanya ke saya kenapa menempati no kursinya. Rupanya bapak tersebut juga mendapat seat 15A dan ibunya 15B. Saya heran kok bisa nomor nya sama. Untuk ada pramugari yang menengahi. Kami masih duduk di tempat duduk semula sedang bapak dan ibu tadi duduk di tempat yang diarahkan oleh pramugari.
Kejadian selanjutnya, sebelum landing di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta tiba-tiba pramugari tadi minta kami pindah ke seat 2 supaya kami cepat keluar dari pintu pesawat. Kami ikutin perintahnya ambil tas di kabin dan duduk yang diperintahkan oleh pramugari tadi.
Begitu pesawat berhenti dan membuka pintu kami di suruh duluan keluar oleh pramugari dan sudah di jemput oleh seorang laki-laki berseragam Citilink yang meminta kami mengikutinya. Dia berkomunikasi di handy talkie menyebut kode tiket kami. Sambil berjalan masuk ke ruang tunggu. Saya lihat peswat ke Jogja masih ada diparkiran dengan tangga masih ada. Kemudian laki yang antar kami ke luar sambil bilang ‘Sebentar pak, tunggu di sini dulu.’ Kami ikuti perintahnya.
Setelah beberapa saat, laki-laki muda berseragam Citilink, kelihatanya tugasnya bagian urus transit tersebut masuk lagi. Bilang ke kami, bahwa kami tidak bisa berangkat ke Jogja. Katanya di sistem nya keberangkatnya udah dialihkan ke besok. Di situ saya mulai heran dan kesal, saya bilang; itu peswatnya masih ada, kenapa kami ga bisa masuk?
Para pekerja Citilink di situ mulai bicara-bicara lagi dan laki-laki muda itu meminta kami menunggu. Dia akan hubungi ke depan dulu. Dalam kondisi cape saya ikut aja. Menunggu. Sampai lihat dari jendela kaca ruang tunggu, kok peswatnya mulai ditutup pintunya. Saya celingak-celinguk cari anak muda tadi. Lalu saya tanya ke counter yang ada dipinggir gate ruang tunggu. Mereka sibuk mempersilahkan dulu penumpang yang jurusan ke Surabaya. Saya lihat jam di hape menunjukan 20.29.
Saya masih berpikir, mungkin saya akan dialihkan ke penerbangan lain yang menuju Jogja. Tunggu punya tunggu loh kok ga ada kabar lagi. Teman saya mulai ga sabar sambil tanya ke pegawai Citilink di pinggir pintu keluar ruang tunggu. Akhirnya laki-laki muda yang tadi datang lagi lalu meminta kami mengikutinya menuju counter tiket Citilink di depan. Dalam kondisi cape saya ikutin aja. Sambil berharap mudah-mudahan ada solusi malam ini bisa berangkat ke Jogja.
Di counter tiket Citilink yang berada di depan Bandara Halim, saya duduk di belakang aja. Teman saya yang duduk menghadapi penjaga counter. Teman saya, cerita besok, hari Senin tanggal 26 Oktober jam 8 pagi ada janji kerja. Jadi meminta pihak Citilink untuk memberangkatkan kami kalau bisa, kalau tidak bisa malam ini karena keberangkatan ke Jogja tidak ada lagi, minta besoknya kalau berangkat yang pagi, sampai jogja sebelum jam 8 pagi. Mereka setuju. Katanya kami akan diberangkatkan naik Batik Air yang jam 5 pagi. Kami setujui oke. Terus mereka masuk ke dalam bicara2 entah dnegan siapa, kami dibiarkan di laur menunggu.
Mereka datang lagi ke meja counter depan kami, bilang bahwa mereka akan beli tiket Batik Air tapi tidak ada tanggungngan lain. silahkan cari temat nginep sendiri dan ongkos sendiri ke Cengkareng. Mendengar itu saya mulai mengubah tempat duduk dari belakang menuju depan.
Saya minta bicara dan disambungkan langsung telpon dengan manajer yang bertanggungjawab dengan urusan kami ini. Setelah tersambung, saya bilang ke seorang laki-laki di telpon, apa solusi bapak untuk soal kami ini? bagaimana soal akomodasi kami? dengan berbelit-belit mereka tidak bisa menangung akomodasi kami. Saya heran, masa sekelas manajer ga tahu aturan tentang delay dan layanan konsumen. Saya ingatkan dia di telpon tentang Keputusan Mentri Perhubungan no. 25 tahun 2008 tentang tanggungan maskapai penerbangan kalau ada penumpangnya tidak bisa berangkat hari ini harus dicarikan penginapannya. Akhirnya disetujui bahwa mereka akan carikan penginapan asal kami menggunakan keberangkatan ke Jogja menggunakan Citilink yang jam 8 pagi dari Halim, menjanjikan juga akan dikasih makan, dan ganti transport. Saya sudah capek, saya iyakan aja keinginannya. Saya lihat jam menunjukan 23.37
Lalu kami di bawa ke hotel dekat bandara Halim namanya Pondok Tirta Sentosa. Sampai tempat nginap saya dipersilahkan masuk kamar berbentuk Caravan. Saya masuk, tercium bau comberan, mulai terasa lapar belum makan dari tadi siang. Saya ke luar kamar ada beberapa staf hotel tersebut saya tanya kalau cari makam dimana. Mereka bilang ada di layanan mereka tapi harus bayar sendiri tidak ditanggung oleh Citilink. Katanya kami tidak punya kerjasama sama Citilink. saya heran tapi ya sudah lah.Â
Besoknya saya ke bandara Halim naik taksi bayar 50 ribu dengan uang sendiri. Janji Citilink akan menanggung makan dan transport tidak terbukti. Mereka berbohong dan ingkar janji. Tapi dari semua itu saya menangkap satu kesan bahwa perusahan Citilink ini tidak bertangungjawab. Itu terlihat dari tindakan yang seharusnya bisa dilakukan dengan sederhana dibuat ribet karena harus sesuai SOP nya walaupun SOP itu dilanggar sendiri. perusahaan yang aneh.
Begitu cerita saya, dan cerita ini akan terus saya ceritakan pada keluarga, teman-teman serta kolega bila ada kesempatan. Sampai Citilink memahami bahwa setiap orang punya batas sabar, bahwa layanan terhadap konsumen itu penting, bahwa tanggungjawab dan prosedur itu harus di taati. Bahwa jangan menggampangkan persoalan konsumen. Sekian.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H