Budaya---ketika kita melihatnya sebagai suatu kenyataan; das sein---adalah cara kita mensiasati kebutuhan atau keinginan kita, apakah dengan pergi ke warung, mini market, order online, membeli tunai, "bank emok" atau fintech alias pinjol.
Budaya---ketika kita melihatnya sebagai peristiwa yang terjadi sehari-hari---adalah cara para pelajar dan mahasiswa kita menyelesaikan tugas-tugas mereka, apakah dengan membaca buku, berdialog dengan AI dan menjadikan Google sebagai teman diskusi, menulisnya sendiri, atau menumpulkan daya kreatifnya dan menyerahkan semuanya kepada AI dan Google?
Budaya membaca Indonesia, misalnya saja, dapat dilihat dari skor PISA 2022 yang diumumkan OECD akhir tahun lalu, menempatkan Indonesia di peringkat 68 dari 81 negara.
Bahkan, dalam riset Central Connecticut State University 2016 lalu, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal budaya membaca, memang masih lebih tinggi dari Botswana yang menempati posisi paling bontot.
Meski males baca, orang Indonesia ternyata lumayan cerewet di media sosial. Berdasarkan data World Population Review 2024, dengan pengguna media sosial sebanyak 167 juta, Indonesia menempati posisi ke-4 tertinggi di dunia, di bawah Cina, India dan Amerika Serikat.
Budaya juga adalah cara kita menghibur diri atau mengisi waktu senggang, merayakan momentum, bahkan berduka. Budaya adalah cara kita menyelesaikan masalah, perselisihan dan keributan.
Budaya bukanlah apa yang kita daku sebagai budaya kita, tetapi apa yang kita pikirkan ketika menghadapi sesuatu, dan apa yang biasanya kita lakukan setelah itu.
Seandainya kita akan menggunakan definisi budaya yang pada umumnya kita gunakan, yang berasal dari kata 'buddhayah', jamak dari kata 'budhi' yang berarti akal atau pikiran, maka silahkan tanya diri masing-masing, apa yang kita pikirkan sehari-hari?
Budaya masyarakat perkotaan tentu berbeda dengan budaya masyarakat pedesaan dan masyarakat adat. Jika kita berbicara tentang kebudayaan Indonesia yang meliputi desa, kota, belantara hutan dan pinggiran pantai, maka kita bicara tentang---setidaknya---siasat manusia Indonesia dalam menjalani kehidupannya sehari-hari di berbagai ruang hidupnya tersebut.
Bagi masyarakat yang tinggal di hutan, keberlanjutan ekosistem hutan boleh jadi hal penting, tapi bagi masyarakat perkotaan, laju deforestasi mungkin bukan masalah penting dan tidak berpengaruh banyak terhadap pola hidup dan konsumsi mereka, meski banyak orang mengaku jika beberapa bulan terakhir ini cuaca terasa lebih panas daripada biasanya dan hujan tetap kerap diiringi banjir.
Perlindungan hutan bagi masyarakat yang tinggal di hutan sama artinya dengan perlindungan budaya; sementara bagi masyarakat perkotaan, keduanya bisa jadi punya arti yang berbeda.