Mohon tunggu...
Iman Haris M
Iman Haris M Mohon Tunggu... Freelancer - Loper Koran

Semua penulis akan mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toxic Positivity Politics

31 Oktober 2023   22:39 Diperbarui: 31 Oktober 2023   23:27 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pendiri negara ini telah bersepakat bahwa bentuk negara Indonesia adalah republik, ketika urusan negara menjadi urusan publik, ini adalah komitmen kita dalam bernegara.

Ketika warga bertanya apa saja yang telah dilakukan negara--misalnya saja--untuk mengatasi membumbungnya harga beras, bukan karena warga ingin ikut campur urusan negara, tapi karena urusan negara adalah urusan publik, dan jangan pula tetiba masyarakat disuruh ganti nasi dengan pisang, singkong atau yang lainnya hanya karena pemerintah gagal mengatasi kelangkaan atau tingginya harga beras.

Upaya diversifikasi pangan adalah satu hal dan langkah konkrit pemerintah untuk mengatasi kesemrawutan tata kelola dan menjaga ketersediaan pangan adalah hal lainnya.

Beberapa waktu yang lalu, pada saat harga cabai naik, seorang kepala daerah meminta masyarakat untuk menanam cabai sendiri. Tampak bijak sana, tapi tidak bijak sini.

Seandainya gagasan tadi lahir dari masyarakat sipil, tentu merupakan inisiatif positif yang harus diapresiasi, didorong dan didukung. Sudah banyak juga kelompok masyarakat yang melakukannya. Sayangnya, lontaran ini justru dikemukakan oleh pejabat negara yang seharusnya mengatasi masalah melalui instrumen kebijakan, alokasi anggaran dan manajemen sumber daya.

Ini kenapa kebalik-balik? Jangan-jangan, kalau terjadi kelangkaan dan kenaikan harga telur, masyarakat diminta bertelur sendiri.

Persoalan dengan sikap seolah positif ini adalah kita cenderung mengabaikan tanda bahaya, kalau kata orang-orang pinter di televisi, "tidak ada sense of crisis."

Ketika demokrasi mengalami regresi, konsolidasi otoritarianisme di depan mata, gagasan usang pembangunanisme diusung partai anak muda, maka kita tidak sedang baik-baik saja.

Adegan makan siang bersama seolah semuanya baik-baik saja jelas tidak mengubah kenyataan bahwa demokrasi Indonesia tengah menuju karam, dan karena itu, setidaknya saya akan bilang, "Aduh! Maaf, kaki saya terinjak kaki bapak."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun