Mohon tunggu...
iman firdaus
iman firdaus Mohon Tunggu... -

Lahir di Bandung dan kini tinggal di Jakarta. Selain nonton wayang dan naik sepeda, menulis jadi hobi sekaligus pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenang Pemilu 1955

6 Juni 2014   00:50 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:08 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering dikatakan bahwa pemilu pertama di Indonesia tahun 1955 dianggap sebagai pemilu terbaik sepanjang sejarah negeri ini. Tak banyak liputan atau tulisan yang menjelaskan lebih detil, di mana letak kelebihan pemilu di masa pemerintahan Burhanuddin Harahap (dari Masyumi)  itu. Salah satu yang biasanya menjadi rujukan adalah dokumen penelitian dari Indonesianis asal Australia Herbert Feith, yang merupakan "Seri Laporan Sementara untuk Modern Indonesiaan Project Southeast Asia Program" , Cornell University pada 1957.

Di tengah berita dukung-mendukung, kampanye di mana-mana,  saling serang dan saling sindir antar para pendukung pasangan calon presiden, tak ada salahnya bila kita menengok sebentar pemilu tersebut berdasarkan laporan tersebut. Pemilu dilakukan pada 29 September 1955 dengan 39 juta yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dari dari 43 juta yang terdaftar di daftar pemilih.  Pemilu baru selesai pada 29 November 1955,  karena alasan administrasi, komunikasi yang sulit, serta kondisi negara yang belum stabil (beberapa daerah sedang bergolak).

Menurut Feith, prestasi dari pemilu ini adalah merupakan kerjasama yang baik dari panitia yang merupakan bagian dari anggota partai dan para pamong praja yang duduk sebagai ketuanya.  Padahal, sebagian dari anggota panitia pemungutan suara itu buta huruf. Dan yang lebih penting, kata Feith, "keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum diimbangi dengan efektivitas pengaturan keamanan yang dibuat untuk itu."

Dan banyak sekali pemilih yang tidak tahu dan tidak memahami apa artinya pemungutan suara yang rahasia. Banyak yang tidak tahu bahwa mereka punya kebebasan memilih, sebab yang mereka tahu hukum mewajibkan memilih partai tertentu.

Sebelum hari pencoblosan, beredar desas-desus yang agak aneh. Misalnya, akan ada pendaratan kapal selam,  atau akan ada orang-orang kulit putih yang turun dari gunung, dan juga akan ada serangan tentara siluman berbaju kuning. Karena itu, di beberapa daerah, muncul para penjual jimat yang diyakini bakal menangkal bala bencana khusus di hari pencoblosan. Sebagian penduduk ada yang menimbun barang dan menyerbu pegadaian.

Namun tepat di hari pemungutan suara, suasanaya jauh berbeda. Sebelum tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 07.00 pagi,   para pemilih sudah berdatangan ke TPS. Para pemilih datang bersama keluarga dan handai taulan, termasuk orang tua yang sakit. "Perempuan hamil juga datang, bahkan ada yang melahirkan di tempat pemungutan suara," tulis laporan itu.

Para pemilih datang ke TPS dengan berpakaian bagus dan suasana khidmat, tapi juga ada suasana tegang. Banyak pemilih yang tak tahu cara mencoblos. Karena itu, ada yang mencoblos tanda gambar di dinding bilik pemungutan suara (tentu saja gambar yang dicoblos bisa dilihat orang lain). Ada yang tak tahu cara melipat kertas suara, sehingga anak-anak yang ikut menyaksikan turut membantu membetulkan sambil menunjuk-nunjuk dan berteriak dengan gembira.

Setelah pemungutan suara, hilang sudah suasana tegang dan was-was. Ketertiba mewarnai semua tempat pemungutan suara dan reaksi dominan para pemilih adalah rasa lega, bangga dan puas.  Mereka bangga karena telah ikut berpatisipasi dalam pemilu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun