Eskalasi dramatis penjajahan Israel ke Palestina sejak beberapa dekade, terutama dalam agresi militer Israel ke Palestina sejak 07/10/23 lalu telah memperdalam krisis kemanusiaan. Hal tersebut sudah melewati batas penanganan lokal dan internasional, terutama dengan agresi militer Israel yang meningkat. Upaya perdamaian, termasuk proposal gencatan senjata oleh AS ke Dewan Keamanan PBB pada 22/03/24, gagal menciptakan dampak substansial dengan kondisi yang semakin memburuk. Jumlah korban jiwa di Gaza, akibat ofensif militer Israel, telah mencapai 32.552 orang per 28/03/2024 menandai peningkatan tragedi kemanusiaan. (detik.com) Meski dihadapkan pada kehilangan harapan dan arah, semangat perlawanan dan kedaulatan Palestina tetap ada. Ini menegaskan pentingnya solidaritas internasional dalam advokasi untuk keadilan dan pengakuan atas tragedi yang berlangsung.
Di tengah kegagalan nyata dari komunitas internasional, solidaritas global menjadi urgensi, dengan tujuan meruntuhkan kebijakan Israel dan imperialisme Barat. Langkah strategis dan efektif adalah mengintensifkan kampanye boikot secara global. Aksi boikot terhadap Israel dan sekutu Baratnya memiliki potensi besar untuk mengganggu ekonomi mereka dan memicu keruntuhan ekonomi di kalangan negara-negara adidaya yang mendukungnya. Walaupun Bank Sentral Israel dan para analis memproyeksikan pemulihan ekonomi sebesar 5% Â pada 2025, berlandaskan pada fundamental ekonomi yang solid dan sektor teknologi tinggi serta ketahanan historis terhadap konflik. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Avi Simhon, kepala penasihat ekonomi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menyatakan, "Perekonomian kita tidak menghadapi masalah struktural. Sebaliknya, kita memiliki ekonomi yang tangguh," seperti dilaporkan oleh Reuters. Namun tetap, serangan pada 07/10/23 telah menyebabkan stagnasi dalam ekonomi Israel, yang sebelumnya bernilai $500 miliar dan mengalami pertumbuhan cepat dengan estimasi sekitar 3,5% pada tahun lalu. Saya optimis bahwa efek gabungan dari kampanye boikot global yang intensif setidaknya meminimalkan pembiayaan militer Israel. Ini mungkin memicu kekhawatiran di antara negara adidaya, termasuk Amerika Serikat, apabila sumber kekayaan yang krusial bagi dominasi global mereka terancam.
Kampanye boikot terhadap merek-merek Barat, terutama Amerika yang diduga mendukung Israel, telah memicu dampak signifikan. Franchise  McDonald's di Israel, mendukung IDF dengan menyediakan makanan gratis dan diskon 50% untuk tentara, memicu boikot global terhadap merek Amerika tersebut. Franchise di negara-negara seperti Oman, Lebanon, Turki, Arab Saudi, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Kuwait telah mengecam tindakan Israel dan mendukung Gaza, namun aksi boikot tetap menargetkan semua merek terkait. Di Ramallah, pendapatan Popeyes dikabarkan tidak dikirim ke pusat, mirip dengan KFC. Di Mesir, mural menampilkan merek yang dihindari dan alternatif lokalnya, menggambarkan dukungan untuk Palestina. Akibatnya, perusahaan lokal seperti jaringan kafe Yordania, Astrolabe, dan produsen minuman ringan Mesir, Spiro Spathis, mengalami lonjakan pendapatan pasca boikot Starbucks. Sementara itu, McDonald's dan Starbucks merahasiakan detail dampak boikot (english.elpais).
McDonald's mengalami kegagalan dalam mencapai target penjualan yang telah ditetapkan, terutama akibat dari dua faktor utama: boikot terhadap produk-produknya di beberapa negara dan dampak negatif dari perang di Gaza terhadap operasional mereka di kuartal terakhir tahun 2023. Pertumbuhan penjualan di kawasan kritis seperti Timur Tengah, Tiongkok, dan India hanya mencapai 0,7%, yang jauh lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 5,5% untuk periode Oktober hingga Desember. Efek negatif ini terasa lebih parah di Timur Tengah, di mana McDonald's memiliki sebagian besar Franchise nya. Meskipun secara global penjualan masih tumbuh sebesar 3,4%, angka ini menurun dibandingkan pertumbuhan 8,8% di kuartal sebelumnya (aljazeera). Dengan demikian, Saham McDonald's turun hampir 4% akibat melambatnya penjualan di Timur Tengah.
Sedangkan, saham Starbucks telah mengalami penurunan sekitar 2% sejak (02/2024), terutama karena perusahaan menjadi target boikot. Boikot ini bermula ketika Starbucks Workers United, sebuah serikat pekerja yang mewakili ratusan kafe, mengungkapkan dukungan mereka kepada Palestina melalui media sosial, memicu kritik dari kelompok-kelompok konservatif. Dalam upaya memisahkan diri dari kontroversi tersebut, Starbucks mencoba distansiasi dari tweet serikat pekerja tersebut---yang kemudian dihapus---dan mengambil tindakan hukum terhadap Workers United karena pelanggaran hak merek. CEO Starbucks, Laxman Narasimhan, mengakui pada sebuah pernyataan bahwa walaupun penjualan di Timur Tengah menurun akibat boikot, dampak negatif juga terasa pada kafe-kafe di Amerika Serikat. Meskipun, penjualan di AS masih mencatatkan kenaikan 5% untuk kuartal fiskal I yang berakhir pada tanggal (03/12/2023) lalu (cnbc.com).
Di tengah masyarakat Indonesia, yang mayoritas beragama Islam, terjadi gelombang signifikan protes terhadap agresi militer oleh Israel, serta aksi boikot yang menegaskan solidaritas terhadap Palestina. Studi yang dilakukan oleh Populix dengan judul "Memahami Sentimen Masyarakat Terhadap Gerakan Boikot di Tengah Sengketa Palestina-Israel" mengungkapkan bahwa kesadaran mengenai Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai boikot telah mencapai level yang tinggi, yakni 94% baik Muslim maupun non-Muslim. Dari jumlah tersebut, 65% Muslim yang mendukung penuh fatwa, 26% merasa ragu-ragu terhadap kepatuhan pada fatwa, sedangkan 9% menyatakan penolakan. Alasan utama penolakan tersebut ada pada keraguan mengenai efektivitas aksi boikot dalam menyelesaikan isu sosial, politik, serta kebebasan dalam memilih produk.
Dinamika respons ini mencerminkan keragaman perspektif masyarakat Indonesia terhadap penjajahan Israel, sekaligus menunjukkan pentingnya memperdalam pemahaman terhadap berbagai pandangan yang beredar. Di pasar Indonesia, dampak dari gerakan protes dan boikot ini sangatlah signifikan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang barang konsumen cepat saji, seperti Unilever Indonesia. Perusahaan ini mencatat penurunan penjualan yang cukup tajam pada kuartal IV tahun 2023, yaitu sebesar Rp 8,1 triliun, yang menandai penurunan sebesar 20,6% dari kuartal sebelumnya dan 16,3% dari tahun sebelumnya. Secara kumulatif, penjualan selama tahun 2023 mencapai angka Rp 38,6 triliun, menunjukkan penurunan tahunan sebesar 6,3%. Data ini mengindikasikan dampak ekonomi yang signifikan dari gerakan boikot, merespons isu global dengan aksi lokal yang memiliki pengaruh ekonomi yang nyata. (jakartaglobe.id)
Yaumul Quds yang diproklamirkan setelah revolusi Iran 1979 oleh Mendiang Imam Khomenei setiap Jumat terakhir Ramadan, memanggil kita pada Ramadan kali ini, Jumat (05/04/24) untuk menggalang persatuan internasional melawan penjajahan dan imperialisme. Hal ini bertujuan fokus  mendukung aksi heroik perjuangan rakyat Palestina. Lebih dari sekadar hari peringatan, ini ajakan untuk memobilisasi aksi boikot lintas sektor---ekonomi, budaya, dan akademik---sebagai langkah strategis melawan penindasan. Hari ini mendorong kita untuk memanfaatkan kekuatan individu dan kolektif dalam menciptakan perubahan, menekankan bahwa setiap pilihan dan aksi kita penting untuk masa depan yang adil. Dalam menghadapi tantangan global, Yaumul Quds berperan sebagai penggerak kesadaran dan solidaritas internasional, menyerukan kita untuk berani menghadapi ketidakadilan dan aktif berpartisipasi dalam pembangunan dunia berdasarkan perdamaian, keadilan, dan kesetaraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H