Halo teman semua. Salam hidup sehat dan tetap semangat.
Kali ini aku diminta untuk menulis surat kepada sanak saudaraku di kampung halamanku. Tapi pertanyaannya adalah di mana sebenarnya kampung yang disebut sebagai kampung halamanku? Apakah kampung halamanku adalah sama dengan kampung tempat kelahiranku? Atau apakah karena aku adalah orang Batak yang lahir di Jakarta, maka kampung halamanku adalah kampung kelahiran ayahku, sebuah desa kecil yang indah di pinggiran kota Pematang Siantar?
Kalau mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kampung halaman adalah daerah atau tempat kelahiran, maka kampung halamanku adalah Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta. Maklum saja karena aku adalah anak Batak yang lahir di tanah rantau. Karena, aku lahir di RS. St. Carolus dan tinggal di salah satu rumah kecil dalam suatu kompleks perumahan di pinggir jalan Salemba raya, yang mana komplek perumahan itu sekarang sudah digunakan sepenuhnya untuk kegiatan sebuah lembaga pendidikan dan kegiatan gereja.
Jadi, pasti gak mungkin bagi aku untuk menulis surat kepada sanak saudaraku yang ada di kampung halamanku kalau yang disebut kampung halamanku adalah Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta. Karena, gak ada sanak saudaraku yang tinggal di daerah tersebut. Dan semua sanak-saudaraku yang merantau ke Jakarta, mereka tinggal di luar kota Jakarta, daerah yang mereka sebut sebagai daerah 'Jakarta coret'. Maksudnya, tulisan 'Jakarta' dicoret. Ada-ada saja mereka itu. Heheeheee....
Dulu memang ada orang Betawi yang sudah kami anggap sebagai saudara kami juga. Namanya, Pak Marzuki, seorang yang mempunyai usaha tambal ban. Orangnya baik. Tapi seberapa baik pun Pak Marzuki, tetap saja dia bukan sanak saudaraku. Lagi pula aku sudah gak tahu lagi di mana Pak Marzuki dan keluarganya tinggal saat ini. Mereka sudah tidak tinggal di jalan Bluntas lagi, rumahnya yang dulu itu sudah dihuni oleh orang lain.
Atau begini saja, bagaimana kalau kali ini anggap dan bayangkan saja kalau kampung halamanku adalah kampung kelahiran ayahku? Apalagi banyak juga sanak saudaraku yang sering bilang bahwa tempat kelahiran ayahku adalah juga kampung halamanku.Â
Aku yakin mereka salah, tapi biarlah anggap saja mereka benar, apalagi mereka juga tahu kalau aku pasti mendukung PSMS (Persatuan Sepakbola Medan dan Sekitarnya) kalau bertanding melawan Persija (Persatuan Sepakbola Indonesia Jakarta). Tapi itu dulu ketika PSMS sedang berada pada masa jayanya ketika generasi seangkatan Tumsila, Parlin Siagian, Sarman Panggabean, Nobon, Yuswardi, Anwar Ujang, dan Ronny Pasla pada akhir 1960an-awal 1970an sampai dengan generasi seangkatan Ponirin Meka, Sunardi A, Sunardi B, dan kawan-kawannya pada tahun 1980an.
Biar gampang nih, bagaimana kalau aku menulis surat untuk salah seorang sepupuku yang masih tinggal di sana. Oke? Baiklah kalau begitu. Aku akan menulis surat kepada salah seorang sepupuku, yang kusapa dengan sebutan 'Abang'.
= = =
Horas, Abangku yang baik.
Bagaimana kabar Abang dan Kakak beserta semua sanak saudara kita yang ada di kampung yang kita cintai bersama ini? Semoga semuanya ada dalam keadaan baik-baik dan sehat-sehat saja.
Gak terasa, ya Bang. Lebaran sebentar lagi. Tapi bagaimana kota Siantar menyambut Lebaran tahun ini, apalagi di saat pandemi covid-19 yang masih terus saja mengganas sampai hari ini?
Aku lihat laporan Satgas Penanganan Covid-19, ternyata situasi Covid-19 di Provinsi Sumatera Utara masih terus meningkat. Ternyata laporannya belum bisa bikin kita tenang, Bang.
Sampai tanggal 5 Mei 2021 minggu yang lalu, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif sudah mencapai 29.724 orang atau bertambah 71 orang dari hari sebelumnya. Penderita Covid-19 yang sembuh memang bertambah 64 orang pada hari itu sehingga total jumlah pasien yang sembuh mencapai 24.639 orang atau sebanyak 88,9% dari kasus yang terkonfirmasi. Tapi persentase ini masih lebih kecil dari persentase kesembuhan secara nasional yang mencapai 91,5%. Belum lagi, persentase orang yang meninggal 3,3% yang lebih tinggi dari angka secara nasional (2,7%).Â
Abang lihat deh tabel yang aku sertakan pada surat ini. Data ini bukan ngeri-ngeri sedap lagi seperti yang biasa Abang atau orang-orang Siantar ucapkan kalau ada sesuatu yang bikin Abang atau orang-orang Siantar geregetan dan penasaran. Data ini ngeri-ngeri banget, Bang.
Omong-omong, bagaimana kedisiplinan orang Siantar dalam menjalankan Prokes 5 M tahun ini, khususnya di bulan Ramadan dan jelang hari Lebaran ini? Mudah-mudahan saja orang-orang Siantar sudah lebih disiplin lagi dalam menjalankan Prokes 5 M demi menekan angka Covid-19. Abang dan Kakak beserta semua keluarga harus juga disiplin ya, Bang. Apalagi, kita ini sudah berusia semakin lanjut. Abang sendiri sudah berusia lebih dari 70 tahun, 'kan?
Jadi, walaupun anjuran anjuran pemerintah agar kita tidak mudik atau berlibur lagi pada libur Lebaran tahun ini telah membuat kita kecewa, tapi menurutku, anjuran dari pemerintah kita itu cukup bijaksana, Bang. Kebayang 'kan, Bang, betapa sedihnya kita semua kalau ada di antara sanak saudara kita yang terjangkit Covid-19 karena libur Lebaran ini?
Tadinya memang ada rencana kami mau pulang kampung di libur Lebaran ini. Maklumlah, Bang. 'Kan sudah lama, lebih dari sepuluh tahun kami gak pulang kampung. Jadi ada rasa rindu di dalam dada untuk melihat kampung kelahiran ayahku sekalian ziarah ke makam Ompung kita, dan terutama juga untuk berjumpa dengan Abang dan semua keluarga kita. Apalagi aku juga sudah rindu ingin mencicipi lagi ikan arsik masakan Kakak. Heheeheee....
Wuih, enak banget kuah ikan arsik yang Kakak masak waktu kami datang terakhir kali itu, Bang. Makannya jadi pengen tambah terus. Pas banget campuran asam gelugur, andaliman yang bumbu khas masakan Batak itu dan bumbu-bumbu lainnya yang Kakak bikin untuk masakan ikan arsik itu. Ini saja sekarang perutku sudah bunyi kriuk-kriuk karena membayangkan ikan arsik itu. Ah, mantap kalilah rasanya. Belum tersaji saja sudah terasa enak, apalagi kalau sudah tersaji di hadapan mata dan menemani nasi yang hangat meninggalkan mulut, lalu mengalir perlahan melalui kerongkongan dan masuk ke dalam perut. Mantap banget. Oh, nikmatnya.
Dan sebagaimana indahnya suasana saling bermaaf-maafan yang dilakukan oleh teman-teman dan saudara-saudara kita yang beragama Islam, maka saya atas nama pribadi dan keluarga ingin juga mengucapkan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan kami.
Kita memang bukan umat Islam, tapi untuk kita saling memohon memberi maaf, 'kan kita gak harus menunggu Natal dan Tahun Baru, Bang? Masa' sih Abang harus menunggu sampai tahun baru nanti untuk saya minta maaf ke Abang? 'Kan gak lucu juga kalau begitu?
Eh, Abang dan Kakak sudah divaksin atau belum? Tapi kalaupun Abang dan Kakak sudah divaksin, tetap saja Abang dan Kakak harus jaga kesehatan. Dan jangan lupa untuk selalu patuh menjalankan Prokes 5M:
1. Memakai masker.
2. Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir.
3. Menjaga jarak.
4. Menjauhi kerumunan.
5. Membatasi mobilisasi dan interaksi.
Okelah, sekian dulu surat saya ini, Bang.
Selamat menjalankan pola hidup sehat dan tetap semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H