Mohon tunggu...
Iman Agung Silalahi
Iman Agung Silalahi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar hidup sehat holistik

Selalu merasakan sebuah kebahagiaan tersendiri saat mitra kerja atau sahabat berhasil menemukan inspirasi dan keyakinan diri untuk mencapai apa yang diimpikannya. Tertarik menjadi pembelajar hidup sehat holistik sejak Februari 2021 setelah resmi menyandang status penderita diabetes tipe 2.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Orang Beriman Itu Berpuasa

28 April 2021   14:00 Diperbarui: 28 April 2021   14:03 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seorang pun di lingkungan Rukun Tetangga pada komplek perumahan itu yang tahu nama laki-laki itu yang sebenarnya. Mereka semuanya memanggilnya dengan sebutan 'Pak Kumis'. Dan tampaknya dia pun merasa nyaman-nyaman saja dengan panggilan 'Pak Kumis' untuk dirinya. Mungkin dia berbangga karena cuma dia satu-satunya laki-laki yang berkumis di lingkungan itu.

Padahal, kalau diperhatikan secara cermat, sebenarnya kumis yang melintang di atas bibir laki-laki itu gak tebal-tebal amat. Saya malahan kadang-kadang menahan tawa karena melihat kumisnya yang sepertinya tebal sebelah. Kumis yang di sebelah kanan sedikit lebih tebal dari yang di sebelah kiri. Bentuk kumis yang demikian memberi kesan lucu dan geli. Hihiihiii....

"Siapa sih nama Pak Kumis yang sebenarnya?" Pernah satu kali saya bertanya kepadanya ketika kami baru pindah ke komplek perumahan tersebut sekitar 15 tahun yang lalu.

Tapi Pak Kumis hanya tersenyum saja sambil menjawab, "Panggil Pak Kumis saja, Pak. Itu sudah cukup untuk saya." Entah kenapa dia enggan untuk memberitahukan nama aslinya. Saya pun tidak ingin mendesaknya. Apalagi, saat itu saya adalah warga baru di lingkungan perumahan tersebut.

"Saya dulunya menarik becak, Pak," jawab Pak Kumis ketika saya menanyakan apa yang membuatnya tampak kekar dan berotot. "Tapi sekarang becaknya saya sewakan ke orang lain saja."

"Usia saya 'kan akan semakin tua. Lama-kelamaan tenaganya pasti habis juga. Sekarang saya kerja di komplek perumahan ini saja, jadi satpam dan sekali-sekali bantu-bantu orang perumahan ini."

Wah, hebat juga Pak Kumis ini, sudah punya passive income, kata saya dalam hati. Apalagi, katanya pada saat itu, dia sebenarnya sudah punya tiga becak yang semuanya disewakan ke orang lain.

"Lumayanlah, Pak, untuk kasih jajan cucu-cucu," imbuhnya sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Senang hati saya kalau bisa kasih jajan cucu-cucu."

Oh, Pak Kumis sudah punya cucu?"

"Iya, Pak. Dulu saya kawin muda. Dan anak-anak saya yang perempuan 'kan cepat juga dapat jodohnya. Akhirnya, saat saya baru berumur 40an tahun seperti sekarang, tapi sudah punya cucu tiga orang. Syukur alhamdulillah, Pak."

"Wah, Pak Kumis hebat. Umur 40an tahun sudah punya cucu. Padahal saya yang seumuran dengan Pak Kumis masih belum punya cucu. Anak-anak saya masih kecil," kata saya untuk  membandingkan diri saya dengannya. "Saya nikahnya telat."

"Ah, Bapak bisa aja. Saya sih apa adanya aja, Pak. Maklumlah, Pak. Saya 'kan gak ada sekolahnya."

Tapi Pak Kumis memang orang yang apa adanya. Dia tak memiliki gengsi yang harus dipertahankannya. Dia tak memandang rendah setiap pekerjaan yang harus dikerjakannya. Apa saja permohonan bantuan yang diminta penghuni lingkungan perumahan itu selalu dikerjakannya dengan gembira.

"Pak Kumis, besok tolong dong guntingin rumput dan rapihin pagar tanaman yang di halaman rumah saya, ya Pak?" Seorang ibu memohon bantuan Pak Kumis yang langsung mengiyakannya.

"Besok, ya Bu. Besok pagi. Besok saya tugas jaga malam." Jawab Pak Kumis yang tidak pernah menentukan tarif untuk setiap pekerjaan yang membutuhkan bantuan tenaganya.

Bagi Pak Kumis, besok adalah besok, bukan mbesok yang artinya kapan-kapan kalau sempat dan ada waktu. Pak Kumis selalu komit terhadap apa yang dijanjikannya. 

Ah, alangkah semakin indahnya negeri ini ketika semakin banyak para pemimpinnya yang bisa seperti Pak Kumis yang selalu menjaga komitmennya. Negeri dan bangsa ini tidak membutuhkan orang yang pandai merangkai kata dan kalimat untuk menciptakan seribu satu alasan untuk ngeles dan melepaskan diri dari tanggung jawabnya. Negeri dan bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjaga komitmennya dan bisa dipegang omongannya.

"Berapa saja serelanya. Yang penting ngasihnya tulus dan ikhlas, " kata Pak Kumis tentang bayaran yang harus dibayar kalau warga membutuhkan bantuan tenaganya. 

"Alhamdulillah. Kita harus terima dengan rasa bersyukur. Rezeki mah dari Allah saja dan bisa datang kapan saja," lanjut Pak Kumis kepada saya seakan bertausiah pada saat itu.

= = =

Sudah beberapa hari ini saya tidak melihat Pak Kumis. Biasanya setiap pagi dia yang akan mematikan lampu-lampu penerangan di jalan-jalan lingkungan RT. Biasanya dia terlihat menyapu dedaunan yang jatuh dari pohon-pohon ke jalanan di lingkungan RT. Biasanya dia ada duduk-duduk di gardu jaga di mulut gang sambil ngobrol-ngobrol dengan tukang ojek yang menunggu calon penumpang. Di mana Pak Kumis?

"Pak Kumis pergi ke Karawang. Dia mau lihat cucunya yang katanya lagi sakit," kata Pak Joni menjawab pertanyaan saya. "Katanya sih, rencananya insya Allah Pak Kumis kembali kerja hari ini."

"Nah, itu dia, Pak Kumis datang," kata Pak Joni sambil menunjuk Pak Kumis yang sambil senyum-senyum mendatangi kami yang sedang ngobrol-ngobrol di gardu jaga.

"Ke mana aja, Pak Kumis? Tanya saya. "Kirain Pak Kumis sakit. Pak Kumis sehat 'kan?"

"Iya, Pak. Saya lihat cucu dulu di Karawang. Alhamdulillah cucu saya itu sudah sehat kembali. Saya juga sehat, Pak."

"Sakit maag-nya bagaimana, Pak Kumis?"

"Gak apa-apa, Pak.  Insya Allah saya kuat juga untuk puasa penuh di bulan Ramadhan ini."

"Kuat, Pak?"

"Insya Allah, saya kuat, Pak."

"Kan ada ayatnya, Pak," imbuh Pak Kumis yang sejurus kemudian menyampaikan ayat yang selalu diingatnya selama bulan Ramadhan ini. "Orang beriman wajib berpuasa, Pak."

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al Baqarah: 183).

"Iyalah, Pak Kumis. Selamat menjalankan ibadah puasa, ya Pak."

"Sama-sama, Pak."

"Salam sehat selalu." Kami secara hampir bersamaan mengucapkan kalimat tersebut. Dan kami pun tertawa bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun