Halo teman-teman sesama diabetesi. Salam sehat dan tetap semangat.
Kita sudah sering mendengar dari kalangan medis, baik dokter ataupun ahli gizi, bahwa diabetes melitus tipe 2 adalah suatu gangguan metabolik kronis yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah sebagai akibat dari turunnya jumlah insulin yang dihasilkan sel beta di pankreas dan/atau adanya gangguan fungsi insulin.
Bingung yaak? Gak usah bingung, apalagi linglung. Itu sih hal yang biasa kalau kita baru belajar tentang sesuatu. Kita pelajari saja pelan-pelan secara bertahap sampai mantap sesuai dengan keberadaan kita sebagai orang awam di bidang kesehatan.
Yang penting kita ingat saat ini adalah bahwa kadar glukosa darah puasa di atas batas normal (> 126 mg/dL) adalah salah satu tanda untuk seseorang dinyatakan sebagai seorang penderita diabetes. Itu adalah sebuah tanda 'lampu merah' - bukan lagi lampu kuning - bagi seseorang untuk injak rem dan berhenti memasukkan karbohidrat ke dalam saluran pencernaan untuk sementara waktu tertentu.
Kalangan medis, baik dokter ataupun ahli gizi, sering mengatakan bahwa diabetes tidak dapat disembuhkan. Mereka juga mengatakan bahwa komplikasi diabetes adalah sungguh sangat mengerikan. Mengerikan? Iya, betul. Lho, kok bisa begitu? Yuk, kita coba saja telusuri jalan komplikasi diabetes yang dalam bayangan saya bagaikan jalanan yang berliku-liku banyak tikungan dan bertaburan kerikil-kerikil tajam.
Diabetes disebut sebagai 'mother of disease' - ibu dari segala penyakit. Berbagai organ tubuh mulai dari bagian kepala sampai ujung kaki akan menderita kelainan karena diabetes.
Mata bisa buta karena diabetes. Serangan jantung dan 'stroke' bisa datang tiba-tiba karena diabetes. Organ-organ pencernaan bisa terganggu karena diabetes. Gagal ginjal bisa terjadi karena diabetes. Disfungsi ereksi pada penis laki-laki bisa terjadi karena diabetes. Disfungsi seksual pada wanita bisa terjadi karena diabetes. Sensasi kesemutan pada kaki dan tangan akibat kerusakan saraf bisa juga terjadi karena diabetes. Karena itu, apa gak pantas kalau diabetes mendapat sebutan 'biang'nya banyak penyakit?
Sekali seseorang menyandang status diabetesi, maka status itu akan melekat terus sampai mati. Tapi itu bukan berarti bahwa dunia sudah kiamat bagi seorang diabetesi. Karena seorang diabetesi masih bisa memiliki kualitas hidup yang sangat berarti.
Dia masih boleh bermimpi..., dia masih mau melayani..., bahkan dia masih mampu 'berkelahi' ... untuk setiap orang yang dicintai.
Seorang diabetesi boleh saja berkelakar dengan mengatakan bahwa dia tidak sendirian menjadi korban cengkeraman penyakit diabetes ini. Seorang diabetesi boleh saja serius untuk mengatakan bahwa jumlah temannya sesama diabetesi justru bertambah setiap hari. Itu benar karena jumlah penderita diabetes diperkirakan akan terus bertambah tanpa henti.
International Diabetes Federation (IDF) mencatat bahwa pada tahun 2020 ada lebih dari 10,8 juta penderita diabetes di Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia akan meningkat hampir 55% menjadi sekitar 16,7 juta orang pada saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya pada tahun 2045.
Bayangkan, bagaimana dampak penyakit diabetes ini terhadap kondisi keuangan dan ekonomi keluarga penderita diabetes dan tentunya juga terhadap negara. Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk mengobati pasien-pasien penyakit diabetes dan komplikasinya?
Data dari Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa klaim yang berkaitan dengan penyakit diabetes dan komplikasinya pada tahun 2016 mencapai 30% dari total seluruh klaim yang diperkirakan sebesar Rp 20 trilyun. Padahal, jumlah penderita diabetes pada tahun 2016 baru sekitar 10 juta orang. Karena itu, coba bayangkan betapa semakin besarnya biaya klaim untuk penatalaksanaan diabetes dan komplikasinya pada tahun 2021 ini, apalagi nanti di tahun 2045.
Andaikan saja jumlah penderita diabetes atau biaya klaim untuk penatalaksanaan diabetes dan komplikasinya bisa ditekan sebesar 10% saja, coba bayangkan berapa banyak penghematan yang bisa dilakukan. Tentu akan ada banyak tambahan dana yang bisa tersedia untuk bidang-bidang lain yang membutuhkan, seperti misalnya: pendidikan, tanggap darurat bencana, dan sebagainya.
Makanya, edukasi secara gencar dan berkesinambungan tentang diabetes kepada orang-orang yang benar-benar masih sehat dan merasa masih sehat adalah hal yang sangat penting dan diperlukan. Kesadaran tentang perkembangan dan bahaya penyakit diabetes perlu diberikan kepada setiap orang, termasuk kepada mereka yang benar-benar masih sehat, apalagi kepada mereka yang hanya merasa masih sehat. Jangan sampai terlambat.
Proses perkembangan. penyakit diabetes
Orang awam mungkin hanya mengerti bahwa diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh karena lebih banyak makan daripada gerak badan. Karena banyak makan dan kurang gerak badan, maka kadar glukosa darah mengalami kenaikan. Sesederhana begitu? Eiittt...tunggu dulu! Kelilhatannya saja sederhana. Padahal, proses perkembangan penyakit diabetes adalah sangat ribet lho.
Dr. Stanley S. Schwartz dkk (Diabetes Care Vol. 39 tahun 2016) menunjukkan sebelas organ dalam tubuh ('Egregious Eleven') yang berperan terhadap perkembangan penyakit diabetes. Kesebelas organ tersebut adalah: 1) Sel beta pankreas; 2) Sel alfa pankreas; 3) Sel lemak; 4) Sel otot; 5) Hati; 6) Otak; 7) Usus besar/mikrobiota; 8) Usus halus; 9) Ginjal; 10) Lambung; 11) Sistem imun. Hmmm.., bagaimana? Kebayang gak ribetnya proses perkembangan diabetes?
Tapi setelah saya pikir-pikir, kita yang orang awam ini gak perlulah sampai harus memahami secara mendetail proses perkembangan penyakit diabetes yang memang sangat kompleks itu. Proses detail dan kompleks biarlah dipahami oleh kalangan medis saja. Mereka memang profesional pada bidang itu. Saya pikir orang awam cukup perhatikan dua hal penting saja sehubungan dengan penyakit yang disebut juga sebagai penyakit kencing manis ini:
1. Bagaimana agar orang-orang yang masih sehat atau masih merasa sehat bisa sadar diri untuk jangan sampai terlena dan terbuai oleh rayuan dan pelukan si 'manis'.
2. Bagaimana agar para diabetesi yang memang sudah jatuh menjadi korban pelukan si 'manis' bisa memahami tujuan pengobatan diabetes.
Tujuan pengobatan diabetes
Tujuan pengobatan diabetes bukanlah pengobatan yang menyembuhkan dalam arti menghilangkan penyakit diabetes dari tubuh penderitanya. Tujuan pengobatan diabetes adalah mengelola gejala diabetes dengan menjaga kadar glukosa darah tetap terkendali.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2019 yang dibuat oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonnesia) menyatakan  bahwa tujuan penatalaksanaan diabetes adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan diabetes meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan diabetes, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresifitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) diabetes.
Pada tulisan pertama saya di Kompasiana ini, 24 Maret 2021 yang lalu, saya mengatakan bahwa setelah divonis sebagai penderita diabetes melitus tipe 2, saya secara patuh menghabiskan semua obat (metphormin dan glibenclamide) yang diresepkan dokter kepada saya. Tetapi oleh karena saya mengalami siksaan efek samping obat berupa sembelit yang sangat luar biasa, maka saya mencoba metode 'intermittent fasting' untuk mengelola kadar glukosa darah saya. Tentunya sambil tetap melakukan gerak badan selama 30-60 menit setiap hari, kecuali hari Sabtu. Setiap hari Sabtu saya mengambil waktu untuk beristirahat tapi sambil tetap menikmati makanan yang sehat.
'Intermittent fasting' yang saya lakukan adalah dengan pola jendela 5:2. Ini adalah 'intermittent fasting' mingguan di mana saya berpuasa sebanyak dua kali @ 24 jam dalam seminggu. Saya berpuasa atau stop makan, kecuali minum air jernih, setiap hari Senin dan hari Kamis.
Sejauh ini, sampai saat saya menulis tulisan ini, saya sudah menjalani 'intermittent fasting' dengan pola 5:2 untuk selama 28 hari. Hasil yang saya dapatkan adalah bahwa kadar glukosa darah puasa saya tetap stabil di bawah 100 mg/dL. Memang masih ada rasa kebas dan kesemutan pada kedua kaki saya. Tapi bagaimanapun juga, kadar glukosa darah puasa yang tetap stabil di bawah 100 mg/dL itu adalah sebuah hasil yang sangat membangkitkan semangat saya. Luar biasa. Puji Tuhan!
Tentu saja saya belum tahu bagaimana hasil positif dan efek samping jangka panjangnya ketika 'intermittent fasting' ini dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Saya merasa perlu untuk terus mencoba dan mengamatinya. Semoga saja hasilnya akan positif dan mendatangkan kebaikan bagi saya.
Sebagai seorang yang sedari kecil suka bertanya 'mengapa begini dan mengapa begitu' untuk setiap hal yang menggelitik hati saya, maka saya mencari tahu mengapa 'intermittent fasting' memberikan efek positif  terhadap pengendalian kadar glukosa darah puasa saya. Ternyata begini rangkuman ceritanya:
1. Dengan metode 'intermittent fasting', maka tidak ada glukosa yang diserap dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah pada saat periode puasa. Maklum aja, namanya juga lagi berpuasa, gak ada karbohidrat yang dimakan, gak ada glukosa yang diuraikan dari karbohidrat. Akibatnya, kadar glukosa darah akan mengalami penurunan pada saat periode puasa. Ini adalah alasan utama. Sangat simpel dan sederhana, bukan?
2. Dengan metode 'intermittent fasting', maka glukosa yang masih ada di dalam darah, sekalipun pada saat periode puasa, akan tetap ditransport ke dalam sel hati dan sel otot sebagaimana mestinya dengan bantuan insulin yang dihasilkan dari sel beta pankreas. "Aku 'kan tetap butuh energi untuk menjalankan fungsi dan peranku walau sang pemilik tubuh ini sedang berpuasa?" Mungkin begitu kira-kira sel hati dan sel otot akan menjawab kalau mereka ditanya mengapa masih minta bantuan insulin untuk transport glukosa. Kondisi ini tentu menambah penjelasan kenapa kadar glukosa darah semakin menurun pada saat periode puasa. Iya, 'kan?Â
3. Pada orang yang masih sehat, transport glukosa ke dalam sel hati dan sel otot akan berlangsung relatif cepat karena insulin masih dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kadar glukosa darah akan berada di bawah 100 mg/dL. Ini pasti sangat jelas. Gak perlu ada yang diragukan pada orang yang masih benar-benar sehat. Iya 'kan?
4. Pada penerita diabetes dan juga pada orang yang kelihatannya sehat tapi sudah berada pada status pra-diabetes transport glukosa ke dalam sel akan berlangsung relatif lebih lambat karena sudah terjadi resistensi insulin dan/atau defisiensi insulin. Resistensi insulin dan defisiensi insulin menjadi dua faktor penyulit dalam pengendalian kadar glukosa darah. Resistensi insulin terjadi karena sel hati dan sel otot gagal merespon insulin sementara sel beta pankreas masih terus memproduksi insulin sesuai kebutuhan mengikuti banyaknya glukosa dalam darah. Defisiensi insulin terjadi karena sel beta pankreas sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.
5. Oleh karena itu, ketika metode 'intermittent fasting' menjadi pilihan untuk mengendalikan kadar glukosa darah, maka itu tidak cukup dilakukan hanya satu kali oleh penderita diabetes dan oleh mereka yang sudah berstatus pra-diabetes. Kenapa? Itu karena kadar glukosa darah akan naik lagi setelah makan. 'Intermittent fasting' perlu dilakukan secara teratur, berkesinambungan , disiplin dan terlebih lagi dilakukan dengan. hati yang gembira.
Yuk, kita kelola gejala diabetes.... Yuk kita kendalikan kadar glukosa darah.... Yuk kita hidup sehat dan tetap semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H