Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Kita menyebut Jakarta sesuai ejaan bahasa Indonesia. Sementara orang Betawi bilangnya Jakarte. Orang bule mengucapnya Jekardah. Mau Jakarta, Jakarte, atau pun Jekardah, semua tertuju pada kota besar, kota metropolitan, kota dengan berbagai gaya hidup mewah, bangunannya angkuh tinggi menjulang, jalanan padat kendaraan alias akrab dengan macet, tempatnya para elit berkuasa, wahana kaum selebritas mencari rupiah, dan yang pasti wanita di sana cantik-cantik dan manis-manis. Hehehe.....
Bagi saya, Jakarta hanya ada di tivi. Saya merasakan kehidupan Jakarta dengan duduk manis di depan tivi, sambil menonton berita dari bumi tempatku berpijak. Mustahil sepasang kaki ini menginjakkan bumi Jakarta. Mustahil sepasang mata ini melihat indahnya Istiqlal, memandang tingginya Monas, mendengar bisingnya kereta di Stasiun Gambir, merasakan atmosfer Gelora Bung Karno, dan epiknya Bundaran HI. Di sana, saya memiliki sahabat maya, para penulis Kompasiana yang saya kagumi yang telah menularkan "kegilaan" dalam menulis. Â
Sebelum menemui tempat terindah, kami mampir di sebuah warung Padang untuk mengisi "bahan bakar". Biar api semangatnya kembali menyala untuk melanjutkan perjalanan. Singkat cerita, akhirnya semua tempat tersinggahi. Suara bising kereta Stasiun Gambir sudah akrab di telinga. Lantunan ayat Ilahi di masjid Istiqlal begitu syahdu terdengar. Sekilas Bundaran HI juga sudah nampak terlihat. Dan "Allahu Akbar", lirih terucap atas rasa takjub pada monas berlapis emas yang tinggi menjulang. Monas tidak angkuh seperti angkuhnya gedung-gedung itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H