Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Saguku Sagumu Sagu-sagu

22 Oktober 2016   21:23 Diperbarui: 23 Oktober 2016   03:49 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu balabba rerata beratnya 17 kg. Dari kalkulasi ini bisa kita simpulkan bahwa sagu basah  dengan Rp 35 ribu per kg, bisa tiga – empat kali lipat naiknya jika dijual dalam bentuk sagu kering. 

Nah, ini menjadi problem kita, problem petani sagu, di satu sisi sangat menggiurkan, tapi di sisi lain tidak didukung peralatan yang mumpuni. Padahal prospek sagu secerah pagi, sebening embun, dan sindah senja.

Proses pengolahan sagu basah (dok. pribadi)
Proses pengolahan sagu basah (dok. pribadi)
Beberapa waktu lalu di Desa Kampung Baru, petani yang tergabung dalam kelompok tani dan kelompok wanita tani (KWT) melakukan praktek pengolahan pangan yang bahan dasarnya sagu. 

Mereka berhasil membuat mie sagu yang kualitasnya tidak berbeda jauh dengan mie yang ada di pasaran. Di tempat lain, KWT Buangin Jaya juga melakukan praktek pengolahan pangan lokal.

Lagi-lagi sagu dijadikan sumber olahan pangan. Dan makanan khas Palembang, mpek mpek singkong, dengan menggunakan tepung sagu kering menjadi makanan yang dijadikan objek praktek. Luar biasa, hasilnya pun tak kalah nikmat dengan mpek mpek Palembang.

“Lebih menguntungkan kalau kita jual kering, tapi sayangnya kita tak punya alat pengeringnya.” Kalimat yang dilontarkan Ketua Poktan Sikarampa menjadi penutup dari tulisan ini, sekaligus menjadi perenungan bagi kita semua yang peduli pada kelestarian sagu, bahwa kelestarian sagu menjadi  pekerjaan rumah bagi kita, bagi pemerintah, dan bagi siapa saja yang merasa peduli pada tanaman yang produktivitasnya sangat tinggi tersebut, utamanya dalam memenuhi kebutuhan akan alat modern yang selama ini menjadi dambaan para petani sagu. 

(Lukman Hamarong)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun