Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Upsus di Sepak Bola

2 Agustus 2015   18:17 Diperbarui: 2 Agustus 2015   18:17 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal sepak bola adalah soal hidup matinya bangsa ini. Andres Escobar, pemain Kolombia yang tewas terbunuh usai melakukan gol bunuh diri kontra AS di Piala Dunia 1994 pernah berujar bahwa sepak bola dan hidup memiliki hubungan erat, sehingga sepak bola lebih dari sebuah kenikmatan. Nah, di negeri zamrud khatulistiwa ini, sepak bola bukan lagi sebuah kenikmatan, tetapi malapetaka. Semua pihak yang mengaku hidup demi sepak bola malah saling adu mulut, ketimbang memberi ruang kepada para pemain untuk saling adu kaki mengolah si kulit bundar di panggung sesungguhnya.  

Sudah saatnya Presiden Jokowi turun tangan membenahi sistem sepak bola kita, tidak lagi selalu mengandalkan Menpora Imam Nahrawi, sebagai garda terdepan pembenahan sepak bola Indonesia. PSSI, sebagai induk dari sepak bola Indonesia kini sudah dibekukan Menpora. Ratusan klub, pelatih, dan ribuan pemain, bahkan korps wasit, bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Kompetisi sebagai lahan penyambung hidup pemain dan pelaku sepak bola lainnya, berhenti di tengah jalan. Aktivitas sepak bola bergerak pada ruang hampa. Tidak ada denyut nadi kehidupan, yang ada hanyalah perseteruan yang tak kunjung padam antara PSSI dan Menpora.

Situasi tersebut diperparah oleh jatuhnya sanksi FIFA akibat pembekuan PSSI oleh pemerintahnya sendiri. Sepak bola Indonesia kolaps. Kita terkucilkan dari dunia internasional. Terakhir, AS Roma datang ke Jakarta, tapi mereka bertanding bukan melawan tim kita, tetapi melawan dirinya sendiri. AS Roma Merah versus AS Roma Putih. Kita cuma kebagian menempatkan dua artis, masing-masing Julie Estelle di Roma Merah dan Julia Perez di Roma Putih. Aneh memang, tapi itulah kenyataannya. Rentetan kejadian memilukan dari episode kelam sepak bola Indonesia seperti tak mau jauh dari negara ini.

Pembekuan PSSI oleh pemerintah yang berbuah sanksi FIFA tentu menimbulkan efek domino bagi seluruh pelaku di dunia sepak bola. Akibat vakumnya kompetisi, beberapa pemain dan wasit malah banting stir mencari ladang ekonomi baru bagi keluarga mereka di luar sepak bola. Ada yang membuka usaha kuliner keliling, ada yang berjualan jus, ada yang kembali bekerja sebagai tenaga honorer, ada yang membuka usaha bisnis transportasi, ada yang menjadi takmir di masjid, bahkan ada yang rela bermain tarkam dari satu daerah ke daerah lain. Semua mereka lakukan demi memperpanjang nafas ekonomi keluarga.

Melihat kondisi sepak bola kita yang sedang mati suri, hidup segan mati pun enggan, maka sudah saatnya Presiden Jokowi terlibat langsung dengan sejuta perencanaan dan program yang solutif demi membangun kembali pondasi sepak bola yang kuat dan kokoh, sehingga pada saatnya nanti ketika FIFA mencabut sanksinya, sepak bola kita sudah siap bersaing dengan negara lain, dan siap pula memberikan prestasi.   

Presiden Jokowi melalui Kementerian Pertanian menggelontorkan milyaran dana untuk sebuah program kolosal yang diberi nama Upaya Khusus (Upsus) Optimasi Lahan Padi, Jagung dan Kedelai (PAJALE) demi sebuah target Swasembada Pangan tiga tahun mendatang. Nah, segala previlese yang diberikan pada Upsus PAJALE ini, utamanya pada pemehuhan sarana-prasarana produksi pertanian, semisal pembangunan irigasi, pengadaan alsintan (pompa air dan traktor), serta penyediaan pupuk dan benih berlabel secara tepat waktu, seharusnya bisa juga diterapkan di sepak bola. Tambahkan lagi, guna mempercepat akselerasi pencapaian tujuan, Presiden melibatkan TNI-AD dan mahasiswa.
 
Nah, kalau sektor Pertanian dikenal ada Upsus PAJALE, kenapa tidak Presiden juga memikirkan sebuah upaya khusus di sektor olah raga, yang diberi nama Upsus Sepak Bola dengan menggelontorkan dana pembangunan infrastruktur seperti stadion berkualitas bertaraf internasional, sekolah sepak bola bergaya La Masia, mendatangkan pelatih hebat semodel Jose Mourinho, serta role model bantuan lainnya dalam bentuk pembinaan pemain usia muda di segala jenjang usia, sehingga kita memiliki timnas senior yang tangguh dan bisa berbicara banyak, tidak hanya di level Asia Tenggara, tetapi juga dunia.

Tidak ada yang tidak mungkin, artinya kita boleh merenda dengan yakin. Bung Karno pernah mengatakan, soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa. Kalimat pemantik semangat dari Presiden pertama itu sedapat mungkin bisa dielaborasi dengan baik, sehingga makna kalimat pembuka Soekarno pada acara pencanangan Pembangunan Fakultas Pertanian UI (sekarang IPB) itu bisa menginspirasi seluruh stakeholder olahraga, termasuk Menpora dan PSSI untuk duduk bersama mencari solusi mengakhiri kekisruhan yang ada. Presiden boleh berganti setiap lima tahun, tetapi semangat kerja yang ditunjukkan Sang Proklamator tetap harus menjadi estafet kehidupan dalam mengatasi persoalan bangsa ini. Soal sepak bola adalah soal hidup matinya bangsa. Wallahu’alam bissawab. (Lukman Hamarong)  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun