Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Final Ideal Itu Barcelona Versus Juventus

12 Mei 2015   21:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama peluit panjang 2 x 45 menit belum dibunyikan, masih ada peluang untuk setiap klub membalikkan keadaan dari posisi tertinggal. Selama bola bentuknya “masih” bundar, maka sesuatu yang dianggap tidak mugkin, bisa saja menjadi mungkin. Sepak bola bukan ilmu pasti. Sepak bola bukan matematika, karena bola sepak akan selalu menggelinding di atas lapangan selama 2 x 45 menit plus extra time, mencari gawang yang kosong. Pertanyaannya: siapa yang akan memasukkan bola lebih banyak? Jawabannya: tunggu wasit membunyikan peluit panjangnya. Setelah itu, yang menang disilahkan berpesta.

Barcelona dan Juventus untuk sementara berada di grid terdepan menuju Berlin, venue Final UCL 2014/2015. Namun, bukan berarti Bayern Munich dan Real Madrid tidak punya kesempatan menyusul, bahkan menelikung di tikungan. Selama durasi 90 menit leg II belum tuntas, maka masih ada kesempatan bagi keempat semifinalis untuk melakukan sesuatu di leg II. Munich dan Madrid bukan klub gurem. Berbekal pemain kelas wahid dan pelatih jempolan, Bayern dan Madrid punya segudang amunisi untuk menembak rival mereka di semifinal. Namun, posisi tertinggal semakin menyulitkan keduanya karena lawan mereka juga bukan klub semenjana, meski bermain di rumah.

Nah, karena sepak bola itu bukan ilmu pasti, bukan pula matematika, dan juga bola sepak bentuknya “masih” bundar, maka prediksi liar, baik dari kacamata subjektif, objektif, maupun kacamata kuda sekali pun, akan selalu mengalir mengikuti kata hati masing-masing fans, tak terkecuali saya. Kali ini saya mencoba objektif, meski pandangan objektif ini lahir dari kedigdayaan Barca di tiga ajang, sehingga otomatis meruntuhkan pandangan subjektif saya setiap kali saya memprediksi seluruh laga Barca.

Saya pun tidak akan menutup mata bahwa Munich pernah meluluhlantakkan Barca dengan skor 4-0 di semifinal UCL 2012/2013. Saya pun harus angkat topi atas perlakukan Munich terhadap Porto di perempatfinal tatkala secara mengerikan The Bavarian menghancurkan Porto 6-1 setelah sebelumnya kalah 1-3 di kantang Porto. Angka-angka tersebut tidak mustahil terulang, meski terbilang tipis. Pertanyaannya, begitu mudahkah Munich mengalahkan Barca seperti pada musim 2012/2013? Begitu gampangkah Barca terhempas dengan skor 6-1 laiknya kekalahan Porto di Alianz Arena?

Tidak sulit untuk menjawabnya. Barca musim ini tidak sama pada musim 2012/2013 yang kala itu dilatih Pep Guardiola. Luis Enrique kini telah menyulap Barca menjadi tim dengan pertahanan paling kokoh dan tim dengan sektor penyerangan paling mematikan. Kedalaman dan keseimbangan sisi ofensif dan defensif skuat Enrique terbilang lebih “mewah” ketimbang Barca-nya Pep Guardiola. Jadi, jangan heran ketika Barca mendominasi sisi ofensif dengan trio MSN-nya serta lebih sangar di sektor defensif dengan trio Pique, Mascherano dan Mathieu. Lagi pula, Barca tidak bisa disamakan dengan Porto. Kenapa? Karena Porto tidak memiliki sosok pembeda laiknya Leo Messi di Barca.

Siapa calon lawan Barca yang paling ideal? Jawabannya juga tak susah, yakni Juventus. Si Nyonya Tua sudah membuktikan ketangguhannya di leg I. Madrid tak punya cukup amunisi untuk mencuri poin di Turin. Pun di leg II, amunisi Madrid juga tidak bisa dikatakan dahsyat karena sebagian pemain inti masih setia istirahat di ruang perawatan akibat cedera. Benzema, Modric bahkan Kroos diragukan tampil. Nah, dengan kekuatan yang pincang, mampukah Madrid mengejar defisit satu gol di kandang sendiri? Menang 1-0tidak sulit buat Madrid. Bahkan sudah menjadi keahlian Madrid menang dengan skor-skor besar. Tapi ingat, Juve tidak sama dengan rival Madrid di La Liga, di luar Barca dan ATM tentunya. Satu lagi alasan kenapa final ideal itu Barca versus Juve adalah karena keduanya masih punya kans menyabet treble winners. (Lukman Hamarong)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun