Cinta sejatinya adalah suatu anugerah yang diberikan Tuhan kepada setiap insan di dunia. Cinta terkadang membuat pelakunya dapat menjadi seperti orang gila. Akan tetapi, cinta tidak selamanya seperti itu, cinta juga dapat menjadikan pelakunya bersemangat dalam beraktivitas menjalani kehidupan yang penuh dengan lika-liku ini. Namun, untuk mencapai hal tersebut perlu adanya cinta yang sehat karena dibalik cinta yang sehat terdapat hubungan yang sehat pula. Tetapi, kita tidak boleh terpatok pada hal itu saja. Sebagai seseorang yang masih normal, kita juga masih perlu memperhatikan dan menyeleksi seseorang untuk dijadikan sebagai pasangan. Pasangan yang ideal mampu membangun jalinan hubungan yang non toxic.
Akhir-akhir ini, kesulitan mencari pasangan yang ideal kini semakin menjadi topik utama pada perbincangan anak-anak muda saat ini. Beberapa orang menganggap jika kegagalan memperoleh pasangan yang ideal hanyalah hal biasa. Akan tetapi, ada yang beranggapan bahwasanya sosok pasangan ideal memang perlu mereka dapatkan, kegagalan membuat mereka menjadi semakin giat untuk berusaha dalam mencari pasangan yang mereka idam-idamkan sejak lama.Â
Hal ini pula yang membuat Mas Budi, seorang pakar cinta angkatan 2023 mengungkapkan argumennya bahwa "mencari pasangan yang ideal sebenarnya tidak sulit, Â cuman tergantung dari pergerakan kita yang mau apa enggak untuk berusaha dan kita benar-benar niat apa enggak serta yang paling penting itu tujuan kita apa mendapat pasangan ideal tersebut," paparnya. Kemudian beliau menambahkan jika "kebanyakan orang pasti memikirkan pasangan yang ideal tentang body goals dan good looking. Sedangkan saya sendiri pasangan yang ideal itu simpe saja tidak muluk-muluk dan bisa menerima saya apa adanya " (3/11/23). Dengan banyaknya orang yang kesulitan menemukan pasangan inilah yang membuat status lajang di Indonesia semakin banyak.
Di kutip dari CNBC Indonesia, dari 65,82 juta jiwa penduduk Indonesia yang berkategori pemuda sebanyak 64,56% masih berstatus lajang, porsi ini naik tajam sebesar 10,39% dalam satu dekade terakhir. Perempuan berperan besar pada fenomena jomblo ini, dimana presentase kenaikan belum menikah melonjak 10,15% dalam satu dekade terakhir, dibandingkan laki-laki 7,42%. Padahal, jumlah pemuda laki-laki lebih banyak daripada Perempuan, dengan rasio 104,74, yang berarti setiap 105 laki-laki terdapat 100 perempuan.Â
Fenomena kelajangan ini banyak terjadi pada perempuan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain: ketakutan mendapat pasangan yang toxic dan tidak menghargai dirinya. Selain itu, pendidikan yang tinggi juga mempengaruhi kelajangan tersebut. Semakin tinggi pendidikan perempuan, maka hasrat atau keinginan untuk menunda menikah juga semakin besar hal ini terjadi karena mereka cenderung lebih mementingkan karirnya dibading hal yang lain (dalam hal ini mengikat dirinya pada status perkawinan). Dan bahkan sebagian dari mereka, malah enggan untuk menikah atau yang disebut dengan singlehood
Singlehood atau hidup tidak kawin merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak menikah seumur hidup. Yang dimana mereka mengganggap jika menikah adalah sebuah hadiah dari Tuhan, seperti yang telah tertulis di dalam alkitab maupun kitab lainnya. Hal ini pula lah yang menjadi celah bagi mereka yang merasa kesulitan dalam mencari pasangan atau trauma akan menjalin hubungan, singlehood ini lah yang akhirnya menjadi tujuan akhir mereka dalam kehidupan ini.Â
Mereka rela menghabiskan waktunya demi kesenangan mereka dan lebih berfokus untuk membahagiakan orang disekelilingnya (seperti keluarga, teman, tapi tidak dengan pasangan). Berkaitan dengan selibat ini ada satu wanita di Desa Parungkamal bernama "S", beliau merupakan seorang wanita lanjut usia yang selama hidupnya tidak pernah menikah. Entah alasan apa? yang membuat beliau sampai enggan untuk menikah.
Pada dasarnya, keputusan seseorang untuk tidak menikah itu dikembalikan ke pribadi masing-masing karena sesungguhnya setiap orang berhak untuk memutuskan hidupnya sendiri dan tugas kita sebagai orang disekelilingnya patut menghargai akan keputusan tersebut. Dan biarkan urusan mereka menjadi tanggungjawab mereka sendiri, serta janganlah kita ikut campur. Di Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 9 ayat 2 pun sudah mencakup mengenai hal privasi tersebut yakni "setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin." Jadi, jangan pernah menghujat seseorang karena suatu pilihan hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H