Sebuah traktor berwarna hitam melaju perlahan mengelilingi lahan. Â Di bagian belakang traktor itu terdapat baling-baling dengan pisau baja yang mencabik tanah yang semula padat menjadi berupa remah. Yang mengejutkan, traktor itu melaju tanpa awak di balik kemudi. Rupanya traktor itu melaju dengan kendali seorang pegawai yang berteduh di tepi lahan. Ia hanya memandang layar komputer jinjing untuk mengendalikan laju traktor.
Traktor berteknologi canggih itu ternyata bukan di luar negeri, melainkan di dalam negeri. Saya sangat bangga menyaksikan karya anak bangsa yang canggih itu saat hadir dalam acara peluncuran Revolusi Industri Mekanisasi Pertanian 4.0 Â di kantor Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) di Tangerang, Banten.Â
Traktor itu adalah teknologi pengolah tanah buah karya para peneliti BBP Mektan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Peranian. Mereka menjuluki mesin canggih itu dengan nama Autonomous Tractor. Â Disebut demikian karena traktor itu menggunakan sistem kemudi yang dapat dikendalikan secara otomatis. Â Traktor empat roda otonom itu mengunakan sistem navigasi global positioning system (GPS) berbasis Real Time Kinematika (RTK). Traktor itu juga menggunakan sistem navigasi RTK Base Rover berbasiskan modular sehingga dapat diproduksi sendiri dan berbiaya rendah.
Pada traktor itu juga tersedia sistem komunikasi antara traktor dan lokasi pengendali dengan Protokol TCP/IP menggunakan media nirkabel 2.4 atau 5 GHz. Dengan sistem komunikasi itu traktor responsif menerima perintah meski dikendalikan dengan jarak jauh. Traktor itu juga dapat menerima perintah untuk mengendalikan traktor dalam bentuk parameter dalam format teks. Desain pengendali yang modular memudahkan alat kendali dipindah ke traktor lain. Sistem kendali traktor itu juga dilengkapi aplikasi pemetaan yang dapat digunakan untuk mengolah lahan di lokasi berbeda.
Bayangkan jika para petani di Indonesia menggunakan traktor canggih itu. Mereka tak perlu lagi bermandi peluh untuk mencangkul tanah. Cukup menunggu di tepi lahan dan mengendalikan traktor dari jarak jauh menjalankan tugasnya mengolah lahan. Kementerian Pertanian melalui Balitbangtan berinisiatif menciptakan Autonomous Tractor dalam rangka menggenjot produktivitas pertanian dengan meluncurkan Revolusi Industri Mekanisasi Pertanian 4.0. Revolusi industri itu ditandai dengan penggunaan mesin-mesin otomatis yang terintegrasi dengan jaringan internet. "Sektor pertanian juga perlu beradaptasi untuk menjawab tantangan ke depan. Ke depan, olah lahan, tanam, panen, hingga pengolahan dilakukan menggunakan remote control dari rumah," ujar Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, saat membuka acara.
Autonomous Tractor itu hanya salah satu dari beberapa teknologi canggih yang dikembangkan Kementerian Pertanian dalam rangka menyongsong Revolusi Industri 4.0. Dalam acara peluncuran itu saya  juga menyaksikan kecanggihan smart green house untuk budidaya hortikultura dengan sistem hidroponik. Disebut smart green house karena rumah tanam itu dapat dikendalikan secara otomatis berdasarkan sensor dan berbasis android.
Rumah tanam itu dilengkapi dengan sensor suhu, kelembapan, dan kebutuhan pencahayaan matahari yang ditempatkan pada tempat yang mewakili kondisi mikroklimat rata-rata. Sensor itu manghaslikan data lingkungan. Selanjutnya pekebun cukup mengatur seluruh sistem smart green house yang diinginkan, mulai dari pengaturan kelembapan udara, suhu ruang, dan pencahayaan.Â
Data itu disimpan pada server yang ada di ruang kontrol, lalu diteruskan kepada pengguna melalui gawai seperti telepon genggam. Pengguna bisa mengatur suhu, kelembapan, dan pencahayaan di dalam smart green house hanya dengan menggunakan aplikasi yang ada di gawai. Jadi, pekebun sayuran hidroponik bisa memantau kondisi green house dari jarak jauh, meski sedang tidak ada di kebun. Canggih sekali bukan?
Tentunya inovasi teknologi-teknologi canggih karya anak bangsa itu jangan sampai hanya berakhir di meja penelitian, tapi juga dapat diproduksi secara massal untuk kemajuan pertanian di tanah air. Dengan teknologi itu diharapkan para petani dapat menghemat biaya tenaga kerja, meningkatkan efektivitas kerja, dan yang terpenting mendongkrak produktivitas hasil panen. Dengan begitu harapan pemerintah sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 dapat terwujud. (Imam Wiguna)