Lima tandan buah kurma tampak menjuntai dari satu pohon kurma varietas KL-1 betina yang tumbuh di kebun penelitian dan pengembangan (litbang) Indonesian Date Palm Association (IDPA) Riau di Pekanbaru, Provinsi Riau. KL-1 adalah salah satu varietas kurma yang adaptif di negara tropis. Beberapa pekebun kurma di Thailand mengembangkan varietas itu secara komersial untuk menghasilkan buah kurma segar.
Kurma KL-1 yang berbuah di kebun litbang IDPA Riau itu lebih genjah dibandingkan dengan KL-1 di negara asalnya di Thailand. Menurut Alwi Muhammad dari IDPA Riau, ia bersama tim menanam pohon kurma itu pada Oktober 2016. Artinya, umur pohon baru berumur 20 bulan setelah tanam. Alwi menuturkan pohon itu dari bibit asal biji berumur sekitar 1 tahun. "Jadi total umurnya kurang dari 3 tahun kalau dihitung sejak semai biji," tutur alumnus Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau itu.
Bunga kedua
Menurut Alwi, buah KL-1 betina yang muncul pada 2018 sebetulnya adalah buah dari bunga kedua. Pada 2017 tanaman anggota famili Arecaceae itu berbunga perdana. "Namun, ketika itu kami belum mengetahui jika itu bunga betina sehingga luput dari penyerbukan," ujarnya. Akibatnya, buah yang muncul saat itu hanya sedikit, berukuran kecil, dan hampir semuanya gugur. Alwi menuturkan di negara asalnya, KL-1 biasanya berbuah perdana pada umur setelah 3---4 tahun.
Alwi mengatakan pada masa berbuah kedua itu sejatinya muncul 8 tandan bunga. Namun, tiga tandan muncul terakhir. Saat ahli kurma dunia asal Irak, Prof. Dr. Abdulbasit Oudah Alimam, berkunjung ke kebun litbang IDPA Riau, ia menyarankan agar memotong ketiga bunga yang muncul terakhir. "Bunga harus dipotong karena pertumbuhannya akan terlambat. Dengan begitu nutrisi menjadi fokus untuk pembesaran buah yang muncul lebih dulu," ujar Alwi. Pada 2018 empat bunga kembali muncul. Namun, kali ini ia mempertahankan keempat bunga baru yang muncul.
Kurma KL-1 berbuah lebih genjah di kebun IPDA Riau buah dari perawatan intensif yang dilakukan Alwi dan rekan. Sebagai sumber nutrisi ia menggunakan berbagai jenis pupuk. Sebelum penanaman, Alwi mencampurkan 1,5 kg dolomit per lubang tanam untuk menetralkan tanah yang masam. Ia juga menambahkan 2---3 kg pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Selanjutnya Alwi memberikan pupuk lanjutan berupa pupuk kandang dan dolomit berdosis sama. Ia juga menambahkan pupuk NPK berimbang setiap 4 bulan dengan dosis disesuaikan dengan umur tanaman. Saat tanaman berumur kurang dari setahun, ia menambahkan 250 g NPK per pohon. Pada umur 2 tahun dosis NPK bertambah menjadi 500 g per pohon.
Alwi juga memberikan pupuk hayati cair setiap tiga bulan. Sebelum digunakan, ia mencampur 1 liter pupuk hayati dengan 80 liter air. Ia menyiramkan pupuk hayati yang telah diencerkan itu di sekitar area perakaran kurma. "Setiap pohon rata-rata memperoleh 10 liter larutan pupuk hayati," ujarnya. Alwi menggunakan pupuk hayati majemuk ber-pH 7,4 yang mampu menetralkan pH tanah dan udara. Pupuk organik cair bening itu juga mengandung 2,4 x 107 CPU Azospirillum sp./ml, 4,2 x 109 CPU Azoctobacter sp./ml, 2,15 x 104 CPU Bacillus sp/ml. Kombinasi ketiga bakteri penambat nitrogen itu mampu menambat nitrogen dari udara dengan aktivitas nitrogenase---enzim yang berperan dalam proses penambatan nitrogen---mencapai 5,77 mol/ml/jam.
Aktivitas ketiga jenis bakteri baik itu juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh, salah satunya indole acetic acid (IAA). Pupuk hayati yang Alwi gunakan mengandung 131---181 ppm IAA. Menurut Oslan Jumadi dari Jurusan Biologi Universitas Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, IAA adalah fitohormon golongan auksin alami yang berperan sebagai zat pemacu pertumbuhan tanaman. IAA dapat meningkatkan sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA), serta pemanjangan sel dengan meningkatnya pertukaran proton.
Alwi juga memberikan larutan bioaktivator berkonsentrasi 5 ml/liter air sebulan sekali. Menurut Aminah Sarwa Endah dari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, bioaktivator adalah bahan aktif biologi berupa mikoorganisme efektif yang digunakan untuk meningkatkan akitivitas pengomposan atau penguraian bahan organik. Dalam proses pengomposan, mikoorganisme mereduksi lignin, selulosa, protein, amilum atau pati, dan mikroorganisme penambat nitrogen. Mikroorganisme yang terkandung dalam bioaktivator juga dapat mempercepat laju pengomposan bahan organik sehingga berbagai unsur hara seperti kandungan fosfat, misalnya, dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman.