Mohon tunggu...
Imam Wiguna
Imam Wiguna Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Karyawan swasta, ayah dua anak, tinggal di Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Srini dan Wanita Tani dari Lereng Merapi

29 Januari 2018   13:06 Diperbarui: 30 Januari 2018   09:41 2664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mulanya seorang guru, kini malah terjun bertani.

Dalam keluarga Srini Maria Margaretha sebetulnya menitis darah petani. Namun, perempuan asal Dusun Growokringin, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu justru enggan meneruskan jejak sang ayah. Saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi pun ia lebih memilih Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar Magelang. 

Begitu selesai kuliah Srini menjadi guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Kecamatan Muntilan. Empat belas tahun lamanya Srini menjalani profesi sebagai guru TK. Setelah itu Srini juga sempat menjadi guru di salah satu Sekolah Menengah Umum (SMU) Kristen di Kota Magelang.

Namun, meski tak pernah bercita-cita menjadi petani, kini kegiatan Srini justru tak bisa lepas dari dunia bercocok tanam. Ia mengebunkan aneka jenis sayuran, seperti bit merah, parsley, dan rosemary di lahan 2.500 m2 di sekitar rumahnya secara organik. Ia juga menanam 125 lengkeng jenis new kristal di tiga lokasi lahan. Ibu 57 tahun itu menanam Nephelium longan di sela-sela guludan tanaman sayuran.

Jual bibit

Dari kebun itu Srini memanen rata-rata 10 kg bit merah per pekan. Ia menjual bit merah langsung kepada pelanggan. "Biasanya mereka mengolah bit menjadi jus untuk kesehatan," ujar ibu 3 anak itu. Menurut Srini, bit dapat membantu mengatasi darah tinggi, menjaga kesehatan ginjal, dan sumber antioksidan tinggi. Ia menjual bit dengan harga Rp25.000 per kg atau total omzet dari penjualan bit mencapai Rp1 juta per bulan.

Srini juga memanen rata-rata 20 kg parsley per pekan. Ia juga menjual parsley kepada pelanggan dengan harga Rp35.000 per kg atau total omzet Rp 2,8 juta per bulan. Pelanggan juga banyak yang membeli rosemary dengan harga Rp 40.000 per kg. Dalam sepekan Srini menjual rata-rata 5 kg rosemary atau total omzet Rp 800.000 per bulan. Menurut Srini ia memilih ketiga komoditas itu karena budidayanya relatif mudah sehingga biaya produksi dapat ditekan.

"Parsley dan rosemary hanya sekali tanam, tapi bisa dipanen berkali-kali," ujarnya. Bit merah juga tidak dibatasi waktu panen. "Kalau belum ada pesanan, panen bisa ditunda, malah kalau dibiarkan ukuran umbi menjadi lebih besar," tambahnya. Meski menunda panen, tapi tidak menyedot biaya produksi karena Srini membudidayakan bit merah secara organik.

Pendapatan terbesar Srini berasal dari hasil penjualan bibit lengkeng new kristal. "Saya baru saja mendapat order bibit hingga Rp25 juta," tuturnya dengan wajah sumringah. Kini Srini tengah mempersiapkan kawasan agrowisata petik lengkeng di Kabupaten Magelang. Selain menanam lengkeng new kristal di kebun sendiri, ia juga bermitra dengan para pekebun lain di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Dukun, Sawangan, Muntilan, dan Mungkid.

"Kini total populasi lengkeng new kristal yang sudah ditanam mencapai 1.000 pohon. Sekitar enam bulan lagi ada yang mulai belajar berbuah," tutur perempuan kelahiran 18 Desember 1960 itu. Srini mengatur pola tanam lengkeng agar bisa dipanen sepanjang tahun. "Dengan begitu masyarakat bisa menikmati lengkeng kapan saja, tanpa bergantung pasokan impor dari Thailand," ujarnya.

Parsley atau peterseli, salah satu komoditas andalan Srini Maria. (Foto: Imam Wiguna)
Parsley atau peterseli, salah satu komoditas andalan Srini Maria. (Foto: Imam Wiguna)
Kelompok tani

Srini akhirnya menggeluti profesi sang ayah semula karena "terpaksa". Pada 2010 ia aktif melakukan pendampingan kepada masyarakat bersama organisasi sosial di lingkungan gereja. Sebagai bekal untuk materi pendampingan, Srini mengikuti program yang diselenggarakan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. 

Dalam program itu Srini bersama para petani lain melakukan studi banding tentang komoditas pertanian yang berpotensi ekspor ke Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. "Di antara peserta studi banding itu hanya saya yang bukan petani," tuturnya. Ia belajar budidaya sayuran organik di Pusat Pelatihan Organization for Industrial and Cultural Advancement (OISCA) di Karanganyar, Jawa Tengah.

Srini pun kebingungan saat panitia studi banding menugaskan para peserta untuk membuat rencana tanam. "Mereka kan petani beneran. Kalau saya mau tanam apa wong saya bukan petani," ujar istri Sukamta Leksy Wibowo itu. Karena bukan petani tulen, salah seorang staf Dinas Pertanian lalu menyarankan Srini untuk mengoordinir para petani perempuan dengan membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT). Selanjutnya KWT membuat rencana tanam.

Srini menyambut baik ide itu. Sebagai aktivis kegiatan sosial ia juga ingin perempuan lebih berdaya, berperan aktif, dan tidak sekadar membantu para suami. Ia aktif mendatangi rumah warga hingga mengikuti acara arisan dan pertemuan ibu-ibu untuk mengajak kaum perempuan di dusunnya agar bergabung dalam KWT. Ia memanfaatkan kegiatan itu untuk menyampaikan materi tentang peluang membudidayakan sayuran yang berpotensi ekspor.

Dari berbagai upayanya itu Srini berhasil mengumpulkan 28 perempuan petani yang bersedia bergabung. Pada Juli 2010 KWT resmi berdiri dengan nama KWT Merapi Asri. Sebagai langkah awal program KWT, Srini memberi contoh dari kebun sendiri dengan mengebunkan buncis perancis di lahan milik sendiri seluas 400 m2. Ia memilih komoditas itu karena perawatannya relatif lebih mudah. Dari lahan seluas itu Srini mengekspor perdana hasil panen sebanyak 25-30 kg buncis perancis ke Singapura melalui pengepul sayuran asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Srini Maria bersama para peserta pelatihan budidaya sayuran organik. (Foto: koleksi Srini Maria)
Srini Maria bersama para peserta pelatihan budidaya sayuran organik. (Foto: koleksi Srini Maria)
Ekspor

Dua bulan berselang para anggota KWT lain mengikuti jejak Srini mengebunkan buncis baby-sebutan lain buncis perancis. Jumlah anggota KWT pun terus bertambah menjadi 42 orang. Tambahan anggota itu tak hanya berasal dari Dusun Gowokringin, tapi juga dusun tetangga, seperti Dusun Gowoksabrang dan Gowokpos. Bahkan ada juga anggota dari Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Luas areal tanam buncis pun bertambah luas. Srini sendiri menanam buncis di lahan 1 hektar. Total luas areal tanam buncis seluruh anggota KWT mencapai 4 ha. Srini mengatur jangka waktu penanaman setiap pekan agar pasokan kontinu. "Ketika itu sekali tanam sebanyak 5 kg benih," ujar ibu tiga anak itu. Dari luas areal tanam itu Srini dan anggota KWT mampu memanen rata-rata 100 kg bunci per hari. 

Dari jumlah panen itu 70% di antaranya termasuk grade A untuk pasar ekspor. Cirinya panjang buncis seragam antara 10-12, bentuknya lurus, dan mulus. Buncis ukuran itu dapat diperoleh bila panen pada umur 30 hari setelah tanam. Srini menjual buncis grade A dengan harga Rp10.000 per kg.

Sebanyak 10% dari hasil panen masuk grade B karena buncis berukuran terlalu besar. Harga jual grade B Rp5.000 per kg. Aapun sisanya masuk grade C karena ukuran terlalu kecil, bentuk tidak lurus, dan ada cacat. Harga jual grade C hanya Rp1.500 per kg. Ia menjual buncis grade B dan C ke pengepul di pasar tradisional.

Rumah kemas untuk pengemaasan produk sayuran yang diproduksi para anggota kelompok wanita tani. (Foto: Koleksi Srini Maria)
Rumah kemas untuk pengemaasan produk sayuran yang diproduksi para anggota kelompok wanita tani. (Foto: Koleksi Srini Maria)
Fokus lengkeng

Sayang, pemenuhan ekspor buncis baby itu hanya berlangsung hingga 2013. "Ketika itu pembayaran dari eksportir bermasalah. Mereka selalu menunda pembayaran," ujar Srini. Akibatnya, para petani kesulitan memperoleh modal untuk masa tanam berikutnya. 

Sejak itu KWT beralih mengebunkan komoditas sayuran lain yang diminta pasar, seperti daun bawang, bunga kol, wortel, selada, bit merah, parsley, dan rosemary. Sayangnya belakangan ini harga sayuran pun anjlok sehingga para petani kerap merugi. Kini Srini hanya fokus mengembangan bit merah, parsley, dan rosemary karena harganya ajek.

Petani dari Papua melakukan studi banding dan pelatihan budidaya sayuran organik. (Foto: Koleksi Srini Maria)
Petani dari Papua melakukan studi banding dan pelatihan budidaya sayuran organik. (Foto: Koleksi Srini Maria)
Srini juga fokus mengembangkan lengkeng untuk meningkatkan nilai tambah lahan sayuran yang saat ini harganya terjun bebas. Ia menanam lengkeng varietas new kristal di antara guludan-guludan dengan jarak tanam minimal 6 m x 6 m. Ibu 3 anak itu memilih lengkeng new kristal karena dapat diatur pembuahannya. "Di satu sisi new kristal memiliki kelemahan tidak bisa berbuah bila tidak dirangsang untuk berbuah. Namun, di sisi lain menjadi kelebihan karena bisa diatur masa pembuahannya," katanya.

Untuk mengembangkan lengkeng di Kabupaten Magelang, Srini membentuk Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Merapi Jaya. Keanggotaan lembaga yang didirikan pada 2015 itu lebih luas karena dapat diikuti petani laki-laki atau perempuan. Hingga saat ini sekitar 1.000 pohon lengkeng new kristal yang tertanam di kawasan Kabupaten Magelang. 

Ia berharap di masa mendatang lengkeng menjadi ikon baru kabupaten berjuluk De Tuin van Java itu. Ia mengembangkan konsep agrowisata petik lengkeng agar para pekebun mitra dapat menikmati harga jual lebih tinggi karena menjual langsung ke konsumen akhir. (Imam Wiguna)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun