Mohon tunggu...
Imam Syaiful Islam
Imam Syaiful Islam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar bahasa

Saya membaca, mendengarkan, menulis, dan berbicara tentang apa saja yang mungkin.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Catatan Awal Mei

5 Mei 2024   01:15 Diperbarui: 5 Mei 2024   01:17 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Catatan ini mulai kuketik pada dini hari, 00.09 di hari Ahad 05 Mei 2024. Pemicunya adalah perasaan aneh dan bingung atas sesuatu yang kerap terjadi belakangan. Sebenarnya sesuatu itu bukan pengalaman baru, karena sudah pernah kualami sejak beberapa tahun yang lalu.

***
Jumat kemarin, seusai kelas Metodologi penelitian yang diampu oleh Ibu Dr. Hj. Lina SN, kepalaku agak pening tersebab kurang istirahat. Sebelum memasuki jadwal mata kuliah kedua, Bu Lina memanggilku untuk ikut ke ruangannya. Sebuah buku baru dengan hardcover ia berikan padaku. Tak lupa, dibubuhinya tanda tangan beliau secara langsung, dengan tinta berwarna biru. Ada banyak percakapan yang tidak kutuliskan di sini, tetapi intinya aku sangat berbahagia dan bersyukur.
Keriangan besar beradu dengan pening di kepala, membuatku kehilangan fokus dan sulit mengekspresikan perasaan. Sejujurnya aku ingin memeluk ibu dengan penuh haru, atau mengucapkan sejuta kalimat indah sebagai tanda terima kasih. Namun sayang, ungkapan terima kasih saja terucap dengan gagap dan gugup.
Setelah pamit untuk kembali ke kelas, ada hulu sungai berpindah ke mataku. Sungai-sungai di nadi mendesir cukup cepat. Mataku sudah basah dan berharap tak seorangpun melihatnya.
Kusadari ini tanda bahagia, tetapi ada hal lain yang bahkan aku sendiri tak mengerti.

***
Malam harinya, aku tidur lebih cepat dari biasanya. Sebelum tidur, di kamarku sudah banyak teman yang menemani. Mereka berbincang cukup seru, tetapi aku sudah sangat mengantuk. Bangunku kali itu di dini hari, dan kudapati tiada sesiapa di sini. Teman-teman sudah pergi. Aku beranjak minum dan buang air, lalu kembali menarik selimut.
Dini hari menjelang fajar itu sudah hari Sabtu, dan sesuatu menghinggapi kepalaku lagi.
Kendati tubuhku masih lelah dan sangat mengantuk, ledakan terjadi secara tiba-tiba. Aku tersintak dan bangun. Selang beberapa menit, ledakan itu datang lagi, disertai kilatan cahaya dan efek dengung yang lebih panjang. Kau tahu, apatah yang sedang kualami?
Kendati aku tidak tahu, tetapi ledakan di kepala bukan hal baru. Aku sudah pernah mengalaminya sejak lama. Tak juga sering, karena masih terhitung jari.

***
Nah, alasan kuat catatan ini adalah kebingungan dan kekepoan akan ledakan yang baru saja kucari di internet. Namanya headache syndrome atau sindrom kepala meledak. Ternyata aku bukan satu satunya di dunia, bahkan di internet sudah tersebar banyak artikel yang membahas sindrom ini. Akhirnya kuhentikan pencarian informasi karena ada kengerian yang harus kulupakan.

Teman-teman, aku hanya ingin berbagi cerita. Sebab akhir-akhir ini, tepatnya bertahun-tahun sampai kini, aku lebih banyak bergurau dengan sepi. Begitulah, semoga ceritaku dapat diterima sebagai cerita. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan atau bermuatan struktur yang kacau. Sebab aku hanya ingin berbagi cerita. Terima kasih. Aku mencintamu sepenuh syukurku pada hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun