Mohon tunggu...
Imam Syafii
Imam Syafii Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah

Guru Biologi MAN 1 Musi Rawas. Lahir di Tebat Jaya, Kabupaten OKU Timur Provinsi Sumatera Selatan. Tanggal 22 Pebruari 1978. Hiasi Hidup dengan Penuh Kesyukuran dan Kesabaran adalah motto dalam menjalani kehidupan. Terus belajar menuangkan ide dan pikiran dalam tulisan, dan seorang guru harus menulis.

Selanjutnya

Tutup

Love

Sayang yang Tak Pernah Usang

7 Februari 2021   23:59 Diperbarui: 8 Februari 2021   00:51 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihatlah! Tubuh renta yang tak lagi kuasa menahan beban dunia. Kulit hitam semakin menggulung meninggalkan guratan berliku yang tak bersambung. 

Sorot matanya pun tak lagi tajam, setajam mata elang gagah saat menerkam mangsa lengah. Wajahnya sendu laksana bulan yang sedang merindu. 

Nyanyian “Pungguk Merindukan Bulan” tak lagi pun terdengar merdu bersama kidung pengikat kalbu. Bibir merah hitam tampak terengah, kembali mencoba meneriakkan gelora muda yang mengguncangkan semesta.  Ingin rasanya berteriak, namun aksara tak mampu terkuak.

Kala itu, kaki masih tegak kuat berpijak di atas bara api milik Sang Wisanggeni. Kedua tangannya perkasa berkawat besi baja milik Sang Gatot Kaca. Dunia pun takluk di genggamanya. Berpacu mengejar waktu. Matanya bersinar memancar cahaya dunia yang tak pernah pudar. Wajah sumringah berbalut asa yang tak merasa jengah. Tak mengenal kata lelah, tak ada menyerah apalagi putus asa yang mencabik rasa.

Menikmati asam garam lautan kehidupan. Pahit, manis tak terdengar tangis meski hati menjerit hingga menembus langit. Menjemput uluran tangan Sang Maha Arif, dengan satu bekal keyakinan tentang keabadian. Menurutnya dunia tak berharga laksana fatamorgana. Hanya janji yang diberi, penerang jalan di bumi. Gerak kaki terus meniti jalanan yang bernama duniawi.

Gerak itu, terangkum rapi dalam catatan Ilahi, jalan hidup yang dijalani. Berjuang dan berbakti untuk negeri dan mereka yang dicintai. Tidak pernah ada rasa berpuas diri, hidup berdikari dan terus mengasah diri. Panas terik meski terasa sedikit menggelitik. Hawa dingin menghentak bersama angin menyusupi tubuh yang tak pernah rubuh. Tetap gagah perkasa laksana Sang Wiratama dengan seribu cahaya. 

Terus berkarya di medan laga yang bernama dunia fana dengan bayang-bayang semu yang enggan bertemu. Menebar wangi bunga kasturi ke seluruh penjuru negeri. Menyayangi, menghargai, menghormati, berbakti dan mengabdi jadi pedoman diri. Meniti jalan menuju tujuan pasti.

Kini lihatlah! Wajah itu kian sendu. Bayang-bayang masa lalu tergambar berselimut rindu. Menggebu terbawa bersama lorong waktu yang telah berlalu. Menyatu dalam duka gembira yang mengembara bersama usia. Kala senja menghampiri tanpa jeda, diam seribu bahasa. Sadar, itu semua telah dilalui dalam meniti dan mengemban takdir dari Sang Maha Qodir. Sebuah jalan hamba untuk mereka yang dicintai bersama senyuman kasih sayang tak pernah usang hingga akhir kehidupan.  

Sayangi orang tua kita saat masih bersama. Salam literasi.

Oleh : Imam Syafii

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun