Secara aturan, PLN pun berhak menggunakan lahan pribadi masyarakat untuk pemasangan tiang listrik dengan catatan harus mendapatkan izin dari pemilik lahan atau PLN harus menjalankan mekanisme ganti rugi atau kompensasi atas lahan, bangunan, dan tanaman yang ada di atasnya apabila memiliki bukti kepemilikan yang kuat sebagaimana Pasal 30 UU/30 2009. Namun kewajiban ganti rugi atau kompensasi tidak berlaku terhadap setiap orang yang sengaja mendirikan bangunan, menanam tanaman, dan lain-lain di atas tanah yang sudah memiliki izin lokasi untuk usaha penyediaan tenaga listrik dan sudah diberikan ganti rugi atau kompensasi.
Peraturan terbaru ESDM melalui Permen Nomor 13 Tahun 2021 terkait ruang bebas dan kompensasi di sekitar SUTT dan SUTET, menegaskan ada 9 (sembilan) kegiatan yang tak boleh dilakukan di sekitar kawasan tersebut, diantaranya menanam tanaman, membangun bangunan yang masuk ke ruang bebas, bangunan pada tanah tapak menara atau tiang, dan bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang mudah meledak atau terbakar.
Hasil googling belum menemukan aturan jenis dan tinggi tanaman yang dilarang namun dari beberapa media, PLN menyerukan agar warga tidak menanam tanaman keras yang membahayakan saat akan dipangkas. PLN menyarankan apabila hendak memanfaatkan tanah yang berada di lintasan SUTET cukup ditanami tanaman seperti jagung, pisang, singkong, pepaya, buah naga, jeruk atau tanaman yang tidak membahayakan bagi SUTET 500 kV," ujar Komandan Korem Surya Kancana Kolonel Infanteri Novy Helmy (Detiknews, PLN Imbau Warga Jangan Tanam Pohon Keras di Bawah SUTET, Selasa, 17/9/2019). Dengan demikian, jika hanya untuk tanaman palawija dan bersifat sementara, dalam arti jika PLN membutuhkan maka diserahkan tanpa ada ganti rugi atau kompensasi apapun, maka  pemanfaatan lahan di area tiang listrik tersebut tidak melanggar aturan  karena ketinggian palawija dan buah-buahan yang tidak membahayakan jauh dari bentangan kabel-kabel listrik PLN.
Masyarakat gila sawit, demikian seturut pemikiran saya tapi bukan berkonotasi negatif karena faktualnya mereka sudah berjuang dari awal lalu menikmati dan ingin melanjutkan keberhasilannya karena seiring kompleksitas kebutuhan, hak atas lahan sawit yang dimiliki saat ini tak lagi mencukupi. Ekstensifikasi jadi mode on meski gak sampe membuka areal hutan lindung terdekat.
Kebutuhan lahan untuk tanaman pangan memang diperlukan untuk mengantisipasi situasi buruk jika terjadi kerawanan pangan di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit, termasuk di salah satu kecamatan di Provinsi Riau yang justru dominan petani swadaya atau pekebun sawit yang tengah saya dampingi dalam rangka sertifikasi. Karena itu, pemanfaatan area sekitar tiang listrik PLN untuk tanaman pangan menemukan relevansinya sebagai terobosan berani yang perlu didialogkan untuk pengayaan, dukungan atau justru penolakan. Maka, kepada Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia artikel ini dipersembahkan sebagai wujud dari solusi lokal guna menatap masa depan ketahanan dan keanekaragaman pangan sekaligus menjaga marwah desa—seperti yang dikatakan Haji Hamid yang bukan nama sebenarnya—sebagai kesatuan hidup para petani yang diwujudkan dengan bercocok tanam tanaman pangan.
Pertemuan di siang yang sejuk dalam ruang namun terik menyengat kulit saat di luar, ditutup dengan sejumlah catatan terkait ketahanan pangan yang salah satu rekomendasinya mencari landasan hukum lebih detail pemanfaatan lahan di sekitar tiang listrik PLN sekaligus membangun kesepakatan tertulis guna menjaga keberlanjutannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H