Mohon tunggu...
Imam Sumantri
Imam Sumantri Mohon Tunggu... -

pencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Lokal di Indonesia dari Otokratik ke Reformasi Politik

12 April 2012   14:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:42 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbincangan dan kajian mengenai politik lokal pasca Orde baru selalu menarik perhatian. Ini karena politik lokal pada masa itu memberikan dampak yang diametral. Keadaan ini disebabkan oleh keadaan tarik menarik kepentingan pusat dan daerah, ditambah lagi dengan wujud otonomi daerahdan pemekaran daerah.

Politik pasca Orde baru merefleksikan logika dan mekanisme ’politik baru’ bagi masyarakat(dan elit) di semua level kepolitikam. ‘politik baru’ menggambarkan resistensi terhadap ‘politik lama’ yang otokratik, refresif, dan memusat ( sentralisme). Interpretasi atas ‘politik baru’ juga dipahami sebagai lahirnya polisentris atas konsekuensi dari desentralisasi . polisentrisme diartikan secara sederhana sebagai perjuangan kolektif masyarakat atau daerah untuk menolak gagasan (atau penguasa) lama yang dianggap telah melemahkan identitas dan kekuasaan mereka.

Masyarakat sipil dalam kenyataan memang dianggap sebagai media bagi transformasi politik. Ini karena masayarakat sipil bukan hanya sebagai ikatan sosial di luar organisasi resmi yang mampu menggalang solidaritas kemanusiaan bagi menciptakan kebaikan bersama di bawah prinsip egatalitarianisme dan inklusivisme universal, tetapi juga mempunyai kekuatan untuk mngimbangi kekuatan pemerintah serta menghalangi tindak tanduk mereka yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Sebagai dampak dari muculnya ‘politik baru’ dan polisentris di Indonesia, lanskap politik di level lokal turut berubah. Otonomi daerah, dan pemilihan kepala daerah langsung (pilkada) adalah sebagai wujudnya. Kasus mengenai hadirnya elit politik informal dalam politik lokal memang tengah mewabah di negara demokrasi baru pascaruntuhnya rezim otokratik. Di philipina negara demokrasi yang dikenal dengan gerakan people power dewasa ini diwarnai dengan menjamurnya elit informal yang gandrung menjadi elit formal politik. Para elit itu tidak hanya bermain di kancah politik nasional, akan tetapi juga menyusup di arena lokal. Posisi ini diincar karena hasilnya yang sangat menguntungkan bagi bos-bos ekonomi di kemudian hari, khususnya terhadap pengendalian dan pengaturan langsung sumber-sumber daya (kekayaan daerah) serta hak-hak istimewa di aras lokal.

Menurut Migdal, mengapa orang-orang kuat lokal dan bos-bos ekonomi berhasi melakukan kontrol sosial hal ini dilandaskan pada tiga argumen yang saling berkaitan. Pertama, local stongmen tumbuh subur dalam masyarakat yang mirip dengan jejaring sehingga orang kuat lokal memperoleh pengaruh yang signifikan yang melampaui pengaruh para pemimpin dan para birokrat lokal. Kedua, orang kuat lokal melakukan kontrol sosial dengan memanfaatkan komponen penting yang diyakini oleh masyarakat sebagai komponen ‘bertahan hidup’. Ketiga, local strongmen secara langsung ataupun tidak telah berhasil membatasi lembaga dan aparatur negara sehingga menyebabkan pemerintah lemah.

Dinamika politik lokal di Indonesia selalu berubah sepanjang waktu. Pada era sebelum kemerdekaan politik lokal di nusantara menunjukkan potret yang buram karena penguasa memperoleh kekuasaan dalam rangka hukum adat yang totaliter.akibatnya sebagaian besar masyarakat pada saat itu hanya diakui sebagai hamba bukan sebagai rakyat yang tidak pernah menjadi subyek pembangunan pada masa itu.

Politik lokal di Indonesia semakin dinamik setelah proklamasi kemerdekaan, ketika kekuatan rakyat mulai merembes masuk kedalam lembaga-lembaga formal. Keadaan ini merupakan lebih kurang legasi positif dari rancangan kolonial belanda untuk menyediakan kesempatan melibatkan masyarakat awam dalam kepolitikan dalam konteks implementasi politik etis. Walhasil, para elit tradisisonal harus bersaing dengan masyarakat umu yang juga berusaha keras mendapatkan posisi dalam lembaga-lembaga negara.

Selama 30 tahun lebih Indonesia dibawah kekuasaan rezim otokratik (1966-1998) sistem politik ditingkat pusat maupun lokal sangat terkontrol oleh pusat kuasa di Jakarta. Akibatnya, bada eksekutif dan legislatif di daerah kabupaten,kota dan provinsi terkunci dalam hegemoni Jakarta. Ini karena posisi pejabat tinggi di daerah pada dasarnya ditentukan oleh departemen dalam negeri (depdagri) yang mempunyai kepentingan mengendalikan kekuasaan elit lokal.

Kontrol tidak hanya dilakukan ‘jakarta’ pada lembaga sispil di pemerintahan daerah saja, tetapi juga dilaksanakan pada lembaga kemiliteran. Agar lembaga kemiliteran mudah dikendalikan, maka elit politik pusat telah menyiapkan ‘hadiah’ kepada perwira aktif maupun purnawirawan yang setia dan mau tunduk pada kehendak pusat ndengan memberikan mereka kursi di legislatif (DPRD) dan eksekutif (gubernur, bpati dan walikota). Tidak terkira pula banyak elit militer yang mendapat kursi menteri di kabinet dan kursi parlemen pusat sebagai hadiah atas kesetiaan mereka untuk tidak melakukan tindakan yang membahayakan kestabilan rezim.

Ketika krisi moneter menghantam Indonesia pada tahun1997, dalam tempo yang tidak terlalu lama, ledakan politik yang didetonatori oleh gerakan mahasiswa berhasil menghancurkan kekuasaan pusat di jakarta. Ambruknya Orde baru sekaligus menandai polisentrisme baru yang menolak kuasa pusat (desentring). Dengan menggantungkan harapan yanga sangat tinggi pada jiwa zaman itu(reformasi politik), otonomi daerah diundangkan pada tahun 1999 dan dilaksanakan 2 tahun kemudian membuka peluang bagi pembatalan berbagai mekanisme pungutan liar, pemberhentian pejarahan keuangan negara oleh elit lokal, dan penolakan atas budaya bosisme dan local strongmen di daerah.

Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, para local strongmen dan bos ekonomi semakin memperoleh kesempatan untuk menjabat kursi sentral di lembaga-lembaga pemerintahan daerah dibandingkan masa-masa sebelumnya. Kalaupun mereka tidak memangku jabatan penting tersebut, para broker ataupun orang kuat daerah tersebut selalu memastikan bahwa para politisi lokal bergantung pada bantuan dan sokongannya agar kebijakan resmi menguntungkan bisnis dan posisinya.

Politik lokal di Indonesia mengalami turbulensi yang dramatik selama beberapa dekade terakhir. Ada masa dimana politik lokal terintervensi oleh campur tangan kepentingan elit pusat khususnya pada periode awal kemerdekaan dan semakin akut pada masa rezim Orde baru, tetapi ada pula masa politik lokal menonjolkan jati dirinya yakni di masa reformasi.

Ada dua hal yang sangat menonjol dari kedinamisan politik lokal di Indonesia yaitu pertama, politik lokal di Indonesia selalu berusaha dikendalikan oleh pusat oleh karena sumber-sumber dayanya yang menggiurkan, kedua, munculnya local strongmen. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa para elit yang berada di pusat pun tidak ingin kehilangan kendali terhadap elit lokal.

Dalam politik lokal dikenal sistem patron klien dalam memperebutkan dan bersaing memegang kekuasaan di daerah, para orang kuat di daerah harus memiliki tiga modal utama yakni modal ekonomi, modal sosia dan modal politik yang sangat berpengaruh dalam proses menjadi penguasa daerah, patron-patron di pemerintah pusat yang dimiliki oleh orang kuat di daerah tersebut akan menambah mempertahankan posisinya di daerah dengan adanya restu dari para penguasa elit pusat. Denga demikian para elit pusat akan tetap bisa mengendalikan elit-elit lokal karena talah memberikan bantuan kepada para elit lokal.

Dalam proses menjadi elit lokal pun tidak lepas dari bantuan-bantuan para broker atau pemilik modal untuk membiayai proses kampanye elit lokal, hal ini diakukan oleh para broker untuk dapat meningkatkan posisi dan peluang bisnisnya di daerah tersebut dengan mendekati para elit lokal sehingga nanti akan diberikan proyek oleh elit lokal yang sedang berkuasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun