Mohon tunggu...
Imam Suhadi
Imam Suhadi Mohon Tunggu... -

Imam Suhadi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quick Count Fungsi Control sekaligus Sumber Masalah

12 Juli 2014   02:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:36 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Katakan saja penggunaan sampel oleh lembaga-lembaga survey tersebut sebanyak 2.000 TPS, maka dengan penggunaan margin of error sebesar 2,878% ini tidak akan mampu membedakan secara signifikan perbedaan suara antara kedua capres yang rata-rata sebesar 3,78%. Bahkan penggunaan sample 4.000 TPS sekalipun. Disinilah sebenarnya titik persoalan, kenapa terjadi perbedaan (kontroversi) dari hasil yang quick count yang dilakukan oleh 11 lembaga survey tersebut. Kita lihat bagaimana kontroversi di Pilkada Sumatera Selatan, Kota Palembang dan Bali terjadi karena selisih perolehan suara yang sama dengan Pilpres 2014.

Jika melihat dari signifikansi tersebut, maka menjadi tidak cukup relevan kita mengatakan bahwa hasil quick count yang memenangkan Prabowo-Hatta lebih benar ataupun tidak tepat juga untuk mengklaim bahwa hasil quick count yang memenangkan Jokowi-JK adalah lebih benar.

Meninjau dari kredibiltas atau track record lembaga survey juga tidak kita bisa dilakukan. Mari kita coba lihat hasil Pilkada Sumatera Selatan dan Kota Palembang, hasil quick count Puskaptis yang saat ini memenangkan Prabowo-Hatta ternyata hasil akhirnya tidak sama dengan hasil yang ditetapkan oleh KPUD. Demikian pula hasil Pilkada Bali, hasil quick count SMRC yang memenangkan Jokowi-JK ternyata tidak sama dengan hasil yang ditetapkan oleh KPUD, walau kedua-duanya dapat dijelaskan secara ilmiah.

Antara Control dan Sumber Masalah

Quick count ini sebenarnya adalah mekanisme perhitungan yang sangat baik sebagai fungsi control proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia. Namun tentu proses ilmiah harus dijunjung tinggi, diatas semua kepentingan politik yang ada. Apabila metoda ini hanya ditunggangi kepentingan politik yang ada, maka quick count hanya akan menjadi sumber masalah buat kehidupan demokrasi di Indonesia. Dan yang harus disadari, bahwa kontroversi di Pilpres berbeda dampaknya dengan kontroversi di Pilkada. Pada Pilpres ini selain kepentingan politik, kepentingan bisnis, kepentingan “pengamanan” terhadap jeratan hukum bagi orang-orang yang terlibat dalam korupsi atau pelanggaran HAM, bahkan kepentingan dari asing juga ikut serta bermain di dalamnya. Kontroversi akibat hal ini berpotensi menyebabkan kerusuhan besar terjadi di Indonesia. Dan bila ini terjadi, ini akan benar-benar merugikan rakyat Indonesia.

Ada seorang teman yang mengatakan kepada saya, untuk tidak terlalu kuatir karena masyarakat Indonesia sudah dewasa. Saya katakan kepadanya, bagaimana mungkin tidak kuatir kalau dalam dukung mendukung capres kali ini banyak profesor pun yang hilang akal sehatnya. Bagaimana mungkin berharap kedewasaan masyarakat Indonesia?

Penutup

Mari dengan sabar, kita tunggu hasil perhitungan KPU tanggal 22 Juli 2014. Sebagai fungsi kontrol terhadap kemungkinan kecurangan yang terjadi, saat ini secara online seluruh warga dapat turut serta mengawasi dengan melihat apakah formulir C1 yang menjadi dasar perhitungan KPU sesuai dengan formulir C1 yang ada di tiap TPS dengan mengakses ke website KPUhttp://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php . Setelah perhitungan KPU ditetapkan, semua elit dan masyarakat harus siap menerima keputusan tersebut, apakah capres yang kita dukung menang ataupun kalah.

Mari terus berdoa, semoga Bangsa Indonesia tetap aman dan damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun