[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi penghitungan suara di TPS (SERAMBI/BUDI FATRIA)"][/caption]
Selain real count yang dilakukan KPU, masyarakat internet (netizen) juga membuat perhitungan real count. Salah satunya adalah http://www.kawalpemilu.org yang saat tulisan ini saya buat, sudah berhasil menyelesaikan pemrosesan data pemilu sebanyak 95,69%, dengan posisi suara Prabowo-Hatta 47.12% dan Jokowi-JK 52.87%. Saya menduga kita akan memasuki babak kontroversi baru, dari yang sebelumnya kontroversi quick count versus real count, akan menjadi kontroversi real count KPU versus real count kawalpemilu.org.
Kontroversi ini harus dilihat dan disikapi dengan baik oleh seluruh masyarakat dan kedua kubu pendukung capres. Kedua kubu pendukung harus melihat bahwa kontroversi yang terjadi adalah sebuah dinamika keseimbangan, yang apabila terjadi kontroversi, penyelesaiannya adalah dengan melakukan rekonsiliasi. Dengan adanya kawalpemilu.org seharusnya proses rekonsiliasi dan klarifikasi perbedaan akan menjadi lebih mudah. Karena masih mungkin kesalahan dilakukan dalam proses perhitungan real count yang dilakukan oleh KPU atau bahkan oleh kawalpemilu.org sendiri. Kedua kubu harus pada sebuah kesadaran yang sama, bahwa karena masih adanya kemungkinan kesalahan di kedua sisi, maka kedua kubu mesti menyiapkan ruang untuk rekonsiliasi atas perbedaan tersebut.
Satu hal yang patut disyukuri, referensi yang digunakan oleh KPU atau kawalpemilu.org sama, yaitu formulir C1, walau masih ada kemungkinan beberapa formulir C1 dilakukan koreksi. Namun dengan menggunakan referensi yang sama, akan sangat memudahkan apabila terjadi perselisihan. Hal ini sangat berbeda, ketika kontroversi quick count dan real count terjadi. Karena referensi keduanya sangat berbeda.
Ada 2 titik kemungkinan terjadinya perbedaan antara perhitungan real count KPU dan kawalpemilu.org, yaitu:
Proses Input Data
Dalam proses input data, masih terdapat peluang kesalahan. Bagaimana mengonversi angka-angka yang tertulis dalam formulir C1 ke dalam sistem aplikasi, masih sangat mungkin terjadi human error yang besar. Jika melihat fasilitas untuk melakukan cross check pada situs kawalpemilu.org memang lebih baik jika dibandingkan pada situs KPU, di mana data yang diinputkan langsung terdisplay di sebelah kanan formulir C1. Sehingga masyarakat lebih mudah untuk langsung melihat apakah data yang tertulis dalam formulir C1 sesuai dengan data yang diinputkan ke dalam sistem.
Namun yang perlu saya tegaskan adalah di titik ini, masih dimungkinkan terjadi kesalahan.
Proses Pengolahan Data
Bagi sebahagian besar masyarakat berpandangan bahwa perhitungan pemilu dengan sistem IT, sudah pasti benar dan tidak mungkin salah. Pendapat ini sebenarnya keliru, karena dalam perhitungan IT pun, peluang kesalahan masih tetap ada. Kesalahan tersebut terjadi pada tingkat programming.
Di perusahaan-perusahaan maju, sebelum sebuah aplikasi digunakan (apalagi aplikasi yang menyangkut finance atau aset), harus dilakukan audit terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan kesalahan dalam programming.
Jika terjadi kesalahan dalam programming, maka walaupun data yang diinputkan benar, maka sistem akan memungkinkan memberikan hasil akhir yang keliru. Hal ini bukan mustahil terjadi pada aplikasi IT KPU, kawalpemilu.org atau yang lainnya. Sehingga perlu dilakukan audit terlebih dahulu atas aplikasi tersebut.
Dalam programming bukan hanya potensi kesalahan terjadi, tetapi potensi kecurangan juga bisa dilakukan. Saya ingat dahulu pernah menonton sebuah film (sayang saya lupa judulnya), di mana dalam film tersebut sang programmer aplikasi bursa efek di US membuat kecurangan dengan mengurangi USD 0,01 pada setiap transaksi yang terjadi yang langsung dimasukkan ke akun pribadinya. Dengan transaksi yang demikian banyak dalam sehari, pundi-pundi akunnya menjadi dengan cepat menggelembung, tanpa sedikit pun orang atau perusahaan yang bertransaksi merasa dirugikan, karena hanya USD 0,01.
Terkait dengan aplikasi perhitungan real count pemilu ini, apakah aplikasi yang dimiliki KPU atau kawalpemilu.org, bukan mustahil terjadi hal demikian. Misalkan saja dalam aplikasi, saat proses perhitungan dalam program ditambahkan syntax “capres A+3 dan capres B-3” (capres A ditambahkan 3 suara, dan capres B dikurangi 3 suara di tiap TPS), maka dengan adanya 478.685 TPS bisa dibayangkan, Capres A akan bertambah 1.436.055 suara dan Capres B akan kehilangan 1.436.055 artinya terdapat selisih 2.872.110 antar Capres A dan Capres B. Signifikan bukan? hanya dengan angka 3 saja.
Penutup
Dengan tulisan ini saya mengajak kepada kedua kubu capres, para pendukung dan seluruh masyarakat untuk berhati-hati, dan tidak secara emosional ketika nanti terjadi kontroversi dalam perhitungan real count KPU, kawalpemilu.org atau yang lainnya. Karena masih ada kemungkinan titik-titik kesalahan atau kecurangan yang terjadi.
Apabila terjadi perbedaan, maka yang perlu dilakukan adalah:
Pertama, Lakukan rekonsiliasi data, pada basis data kedua belah pihak.
Kedua, Jika terdapat perbedaan, lakukan verifikasi terhadap formulir C1 yang menjadi referensi.
Ketiga, Jika sudah dilakukan dan tidak ada perbedaan, kemungkinan besar masalahnya ada dalam programming aplikasinya. Untuk memastikan, bisa dilakukan audit aplikasi atau yang paling mudah lakukan perhitungan dengan spreadsheet saja.
Salam damai untuk Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H