Sindikat pelaku kejahatan di jalanan sepertinya tak ada tobat-tobatnya untuk berhenti melakukan perbuatannya yang sangat meresahkan masyarakat. Bahkan saat ini para pelaku beroperasi dua puluh empat (24) jam non-stop, yang kadang juga tidak memandang bulu siapa korbannya, dari mulai masyarakat sipil sampai aparat pun turut dijadikan korban kejahatannya, selain itu para pelaku juga tak segan - segan melukai bahkan menghabisi korbannya.
Para pelaku biasanya melakukan tindakannya di berbagai tempat yang memungkinkannya untuk melancarkan aksinya. Pihak kepolisian pun sebenarnya sudah melakukan berbagai tindakan baik preventif, represif maupun investigatif.
Agaknya tindak kriminalitas sepeti pembegalan, pencurian dan sebagainya kian merebak di berbagai daerah dan semakin menjadi-jadi mereka menargetkan barang berharga milik si korban seperti kendaraan bermotor, sepeda, perhiasan, handphone, gadget dan sebagainya. Lebih dari itu, para pelaku kriminalitas tersebut menganggap kematian merupakan suatu resiko pekerjaan yang lumrah atas konsekuensi dari yang mereka kerjakan. Wtf!! begal sebuah pekerjaan?
Pelaku juga dalam melancarkan aksinya tidak mengenal waktu bahkan pada siang bolong pun kerap melakukan aksinya, baik dijalan maupun di perumahan. Namun kadangkala jika lagi naas ketika ada yang mergoki, dan warga yang berani melakukan tindakan, entah itu membawanya ke pihak yang berwajib ataupun bertarung bahkan ada juga yang berakhir tragis dihakimi masa sampai nyawa pelaku menjadi taruhannya.
Walaupun nyawa menjadi taruhan, namun tidak membuat jera para pelaku kejahatan penjambretan, pembegalan, pencurian, meski resikonya menghadapi kematian dan  dihakimi warga.Â
Para pelaku tersebut cenderung memandang kematian merupakan resiko pekerjaan, "setiap pekerjaan ada resikonya" tutur mereka, meskipun sudah banyak contoh penghakiman masa kepada para pelaku kriminal akan tetapi tidak membuat mereka kapok dan seolah-olah tindakan kejahatannya adalah sesuatu yang benar. "Busyet anggapan macam apa ini? Kalau begitu berarti dia modal nekat atau mempunyai ilmu kebal?"
Dari anggapan para pelaku tersebut, tercermin bahwasanya "ayo jika berani, siapa yang mati duluan, saya (pelaku) atau anda (korban)". Dengan demikian masyarakat tentunya harus meningkatkan kewaspadaan akan tindakan kriminalitas dengan kekerasan yang melukai bahkan bisa membunuh korban, malahan efek lainnya masyarakatlah yang akan jadi korbannya yang harus siap membela diri dalam mengamankan segala aset berharganya, jika tidak ingin diambil oleh para pelaku kriminal.
Di samping itu, hukum rimba pun akan berlaku, siapa yang kuat, pelaku atau korbannya yang lebih kuat. Jika pada posisi head to head kemungkinan si korban belum siap, sedangkan pelaku biasanya berkomplot sudah tentu membawa senjata baik senjata tajam maupun senjata api, bahkan ada juga yang menyiapkan ilmu kebal untuk menyerang korbannya. "Ya... kalau begitu bukan hanya nyawa lu, nyawa gue juga jadi taruhannya untuk menghadapi lu tong!"
Meluruskan persepsi bahwa kematian adalah resiko pekerjaan dari tindak kejahatan pencurian maupun pembegalan yang tidak bisa dibenarkan dan cenderung nyeleneh. Menurut Griffin, pengertian resiko adalah ketidakpastian tentang peristiwa masa depan atas hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Jadi resiko pekerjaan adalah ketidakpastian yang mana persentase kerugian atau kematiannya masih bisa di minimalisir dengan prosedur - prosedur yang bisa menghambat resiko itu.Â
Namun dalam kasus kriminalitas resiko itu persentasenya tidak bisa dielakkan dan cenderung lebih dominan, karena semua kalangan tahu bahwa tindakan kriminalitas itu ilegal dan melawan hukum serta norma - norma yang ada di masyarakat.