Buku ini memang tak seperti buku biografi pada umumnya, yang menceritakan sejarah kehidupan seseorang secara detail dan dari waktu ke waktu, yang justru terkadang membosankan dan menjemukan. Tetapi, buku ini mampu mengambil dan menyuguhkan substansi, hikmah, makna, dan nilai (value) dari setiap peristiwa yang terpampang. Di awal-awal buku ini, penulis AE berusaha menangkap dan menggali pikiran, ide, semangat, motivasi, dan pandangan kenegaraan dan kebangsaan seorang Jokowi. Jokowi yang terlahir dari pergumulan kemiskinan, kesusahan, dan kekumuhan mencoba untuk mencerna kembali makna kata "pembangunan" dan "rakyat". Jokowi ingin menegaskan lagi siapa sesungguhnya "rakyat"? Siapa yang layak untuk menikmati pembangunan?
Bangkit dari Kubang Kesulitan
Jokowi yang sejak kecil ditempa oleh kesusahan, berusaha bangkit dan mendidik diri sendiri untuk tak selalu berharap atas belas kasihan dan bantuan orang lain. Jokowi berusaha tumbuh tegar, tangguh, dan mandiri untuk bisa hidup yang tak banyak mengeluh. Pada akhirnya, kemauan yang kuat dan kerja keras Jokowi yang mengantarkannya menjadi pengusaha mebel sukses, Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden Indonesia. Jokowi berusaha hadir dengan pemerintahan yang mampu menghidupkan energi positif penduduknya agar sadar ke arah mana berjalan untuk mendapatkan cahaya itu.
Menurut saya, banyak netizen atau pengguna media sosial yang mencaci-maki Jokowi, bahkan menyerang kepribadian dan keluarga Jokowi, karena sebagian besar mereka tidak mengenal lebih jauh sosok pribadi Jokowi. Seharusnya perbedaan pilihan dan pandangan politik, tidak menyebabkan kita jadi tak menghargai perjuangan, karya, dan jerih payahnya membangun karier dalam kehidupannya. Sungguh kita tak ada apa-apanya dengan orang yang sedang kita caci maki itu. Mereka sudah menjadi tokoh, pejabat, dan memiliki pengaruh yang besar. Sementara kita itu siapa? Terkadang tetangga dekat saja tak ada yang kenal dengan kita.
Maka saran saya untuk para pembenci Jokowi, cobalah membaca Bab 1 di buku ini, yang mengulas tentang kepahitan, kesusahan, kemiskinan, dan keterbelakangan kehidupan keluarga Jokowi. Dari nol, dari rakyat biasa, bahkan dari pinggiran bantaran sungai, Jokowi berjuang dan bekerja keras, hingga akhirnya menjadi presiden. Sesuatu yang luar biasa bukan? Kita saja, bahkan anak kita yang ketika kita tanya cita-citanya menjawab "presiden", kita hanya bisa tersenyum, seolah-olah itu cita-cita yang mustahil untuk diraih. Dan keajaiban itu menimpa sosok Jokowi yang terlahir dari orang tua desa yang miskin.
Di bab 1 ini juga menceritakan tentang kehidupan masa kecil Jokowi dan orang-orang dekat di sekelilingnya. Mulai dari riwayat pendidikan, karier, pekerjaan, dan rumah tangga Jokowi dikisahkan dengan sangat apik, dramatis, dan syarat akan nilai-nilai hidup. "Hidup kami berubah. Ada unsur perjuangan dan kerja keras. Ada unsur keberuntungan karena bisa bermitra dengan perusahaan yang besar. Ada unsur kesabaran. Tapi, di atas semua itu, saya menemukan hikmah yang sangat mengakar di dalam diri saya hingga saat ini."
Sebutan nama tenar Jokowi ternyata juga baru saya ketahui setelah membaca di bab ini. Seorang buyer atau pelanggan Jokowi dari Perancis bernama Bernard merasa kesulitan untuk membedakan nama panggilan Joko, karena banyaknya nama Joko di Indonesia, khususnya di Jawa. Akhirnya Bernard dengan spontan menambahkan kata "wi" di belakangnya, jadilah Jokowi. Dan Jokowi hanya mengiyakan saja. Kemudian nama Jokowi mulai eksis di pergaulan pengusaha mebel hingga sekarang ini.
Pada akhir bab ini dimunculkan kutipan Jokowi untuk anak-anaknya. "Saya ingin anak-anak saya mengenal sekolah kehidupan. Perjuangan. Sebab, hal itulah yang sejatinya mampu membangun kehidupan yang kukuh."
Kemudian pada bab-bab berikutnya lebih menceritakan awal-awal terjun di dunia politik, kiprah, perjuangan, dan pengabdian Jokowi selama menjabat wali kota, gubernur, dan presiden. Jokowi dalam setiap aktivitasnya selalu menekankan pada visi, tujuan, prinsip, dan substansi untuk menjadi pegangan dan arah mencapai keberhasilan bersama. Kuncinya, rakyat dan pemerintah harus bersinergi untuk menciptakan solusi yang baik. Energi dan hati rakyat harus ada di dalam keputusan paling bijaksana. Rakyat harus merasa bahwa mereka dimanusiakan. Bahasa Jawanya, nguwongke uwong.
Di bab akhir buku ini, penulis menyajikan ketegaran dan kesabaran Jokowi dan keluarganya dalam menghadapi imbas intrik politik yang kasar, panas, dan kejam. Jokowi sangat sadar tentang keberadaan dan kebijakannya yang tidak bisa memuaskan dan membahagiakan semua orang. Bahkan apa pun yang dilakukan Jokowi dan pemerintahannya selalu salah di mata pembencinya. Jokowi telah siap dan kuat untuk menghadapinya. Bagi Jokowi, bahwa caci maki adalah bagian dari pendewasaan.
Di penghujung bab terakhir ini, kalimat-kalimat yang terlontar dari Jokowi sangat menyentuh hati. "Dalam setiap perjalanan yang saya arungi, sering mata saya memandang ke cakrawala. Saya selalu berterima kasih kepada Allah. Betapa Allah begitu setia mendengarkan tangis sedih saya di masa kecil dan merawatnya menjadi sebuah jalan. Jalan untuk menjawab kesedihan saya melalui kesempatan menjadi pemimpin. Allah seolah mengerti bahwa saya akan melakukan hal yang dulu saya impikan bisa dilakukan pemimpin terhadap kami. Membangkitkan hidup rakyat. Memberi keyakinan bahwa hari esok bisa lebih baik. Kepada Indonesia, saya akan selalu siap mengabdi."