Entah mengapa, saya selalu suka membaca buku-buku biografi karya Alberthiene Endah. Termasuk kali ini, buku biografi Jokowi keduanya, berjudul Jokowi Menuju Cahaya, Perjalanan Karya bagi Bangsa. Buku ini merupakan penyempurna buku sebelumnya, berjudul Jokowi, Memimpin Kota Menyentuh Jakarta.Â
AE sangat pandai untuk memilih kata, frasa, dan kalimat-kalimat dalam penyajian bukunya. Mulai dari membuat judul buku, kata pengantar, prolog, judul bab, sub judul tulisan, quote, kutipan, dan testimoni dari tokoh lain. Kata-katanya simpel, indah, bermakna, futuristik, dan memiliki pesan yang menggambarkan fenomena atau tokoh sesungguhnya.
Dua kalimat terakhir yang menurut saya sangat kuat, keren, dan mengena. Kalimat menghampiri rakyat di sudut mana pun, menurut saya begitu unik dan seperti tak lazim diungkapkan oleh orang-orang pada umumnya. Dan tulisan-tulisan seperti ini akan banyak sekali kita jumpai ketika kita sudah membaca seluruh isi buku ini. Sepertinya, secara acak pun kita memilih dan mencomot kalimat di dalam buku ini, layak untuk menjadi kutipan atau quote yang bisa viral di masyarakat atau media sosial.
Pada buku ini, AE memilih judul Jokowi Menuju Cahaya. Memang, saya masih mencerna kata "cahaya" di sini, karena memiliki makna atau arti yang sangat luas. Bisa bermakna sinar, atau sesuatu yang terang benderang (makna denotasi), bisa juga diartikan sebagai pencerahan, kejernihan, kebenaran, keberhasilan, dan kesuksesan (makna konotasi). Jika konteksnya negara, maka "cahaya" bermakna kejayaan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Ternyata setelah saya buka di halaman pertama, tepatnya di lembar dalam sampul tertera kata "cahaya". Lengkapnya seperti ini, "Memimpin sebuah negara bukanlah tentang apa yang bisa dilakukan untuk mendapatkan simpati rakyat selama lima atau sepuluh tahun ke depan. Tapi mengarahkan rakyat untuk berjalan menuju masa depan yang lebih baik. Sungguh pun untuk mencapai itu, kita harus bersama-sama berjuang dan merasakan pahit terlebih dahulu. Cahaya akan datang setelah kita menyibak kabut gelap."Â
Dua kalimat terakhir yang membuat saya berdecak kagum, sungguh sangat kuat pesannya. Bahwa "cahaya" itu perlu diusahakan semaksimal mungkin, bahkan kita akan mengalami sesuatu yang pahit dan berkabut. Tetapi yakinlah, selama ada kebersamaan dalam perjuangan, cahaya itu ada di genggaman kita adalah sebuah keniscayaan.
Kemudian, kata cahaya juga muncul lagi di beberapa tulisan atau quote, yaitu "Memimpin sebuah negara bukanlah tentang bagaimana menjadi populer, tapi bagaimana menciptakan masa depan yang lebih baik bagi rakyat. Pembangunan tak selalu manis. Prosesnya mungkin pahit. Namun, itu dilakukan demi tujuan yang bercahaya di depan nanti."Â
Pada klimaksnya dari kata "cahaya" ini diuraikan dalam halaman prolog, berjudul Jalan Panjang Menuju Cayaha. Sekali lagi, AE sangat lihai untuk memainkan emosi dan pikiran pembaca dengan merangkai kata-kata yang sensasional. "Saya tidak mengatakan Indonesia berada dalam kegelapan. Namun, seharusnya cahaya lebih banyak menyinari negeri ini. Banyak hal buruk kita biarkan. Banyak hal berpotensi tak kita gali. Mungkin selama ini kita tak berani, atau tak percaya bahwa cahaya itu ada."Â
Saya meyakini, jika kata "cahaya" ini dimunculkan oleh Jokowi sendiri. Entah itu terlontar ketika dalam sesi wawancara atau pada waktu Jokowi sedang memberikan sambutan atau pernyataan. Tetapi AE berhasil mengolah dan mengemas sedemikian rupa, sehingga kata "cahaya" memiliki maksud dan arti yang sangat luas dan dalam, namun menjadi sebuah keniscayaan untuk kita raih bersama.
Buku ini terdiri dari 384 halaman, dengan memuat isi, mulai dari prolog, bab 1 sampai bab 12, dan diakhiri dengan testimoni dan riwayat tentang penulis. Bab demi bab menceritakan tentang perjalanan Jokowi, mulai dari kehidupan di daerah kelahirannya hingga pengabdiannya menjadi pemimpin Indonesia. Judul-judul bab pun menggambarkan pesan dan kisah perjalanan hidup dari masa ke masa. Berikut judul-judul bab yang ada di buku ini, Bab 1 Sekolah Kehidupan dari Solo, Bab 2 The Power of Blusukan, Bab 3 Sekarang, Indonesia, Bab 4 Mengapa Infrastruktur?, Bab 5 Jangan Lunak untuk yang Merusak, Bab 6 Nyanyian Indah dari Desa, Bab 7 Bersama Peduli Bersama, Bab 8 Jangan Mudah Diperdaya Hoaks, Bab 9 Rapat, Perjalanan, Kerja!, Bab 10 Lawatan Bermakna ke Luar Negeri, Bab 11 Wadah Dulu, lalu Manusia, dan Bab 12 Kami Tak Mempermasalahkan Diri Kami.Â