Sebagaimana diketahui, Tiga Serangkai didirikan oleh sosok pengusaha muslim taat, yakni almarhum bapak H Abdullah Marzuki dan Ibu Hj Siti Aminah Abdullah. Keduanya juga yang mendirikan pondok pesantren dengan ribuan santri di dalamnya, yaitu Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam. Santri Assalaam tak hanya berasal dari Solo dan sekitarnya, tetapi hampir dari seluruh penjuru tanah air. Alumni Assalaam pun telah banyak yang menjadi tokoh-tokoh nasional dan internasional.
Tak hanya itu, pendiri TS ini pun mendirikan lembaga pendidikan atau sekolah reguler, yaitu Al Firdaus World Class Islamic School, mulai dari jenjang prasekolah hingga sekolah menengah. Bahkan kepedulian mereka terhadap pendidikan Islam pun tak terbatas pada lembaga yang didirikan saja, tetapi juga ikut membantu secara materiil dan mewakafkan tanahnya untuk pembangunan tempat-tempat ibadah, seperti masjid, musala, dan yayasan-yasasan peduli anak yatim.
Semua orang yang kenal dengan mereka serta dari berbagai literasi menceritakan, bahwa kedua sosok ini telah memadukan konsep bisnis dengan profesionalisme, dakwah, dan nilai-nilai spiritualisme. Mereka meyakini, bahwa berbisnis itu utamanya dengan Allah, yakni dengan menjalankan ketaatan yang sebenar-benarnya. Akhiratlah yang utama dan pertama untuk dikejar, maka hal-hal duniawi akan mengikutinya. Hal inilah yang selalu dihunjamkan kepada seluruh tenaga dan karyawan di lingkungan Tiga Serangkai, termasuk para guru dan ustaz-ustazah di lingkungan pondok dan lembaga pendidikan.
Para pendiri dan pengelola Tiga Serangkai tentu menyadari, bahwa berbisnis itu mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, agar bisa menopang biaya operasional dan menyejahterakan para pegawai di dalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan strategi pemasaran yang jitu dan kreatif. Bukan sekadar penawaran-penawaran biasa dan konvensional, tetapi butuh terobosan-terobosan baru yang lebih kekinian dan berorientasi pada keinginan dan kebutuhan pasar atau pembaca.
Dunia Bisnis Penerbitan dan Percetakan Buku
Bergerak di bidang penerbitan dan percetakan buku, menurut saya ada tiga hal yang menjadi fokus garapan, agar bukunya bisa diterima baik oleh masyarakat. Pertama, adalah soal konten atau isi. Penerbit dituntut untuk menghasilkan karya-karya buku yang benar-benar mencerahkan, mencerdaskan, dan menginspirasi. Buku-buku yang dihasilkan dari tangan-tangan penulis dan editor yang handal, kompeten, dan tepercaya, yang jauh dari unsur plagiarisme.
Sehingga, karyanya bisa menjadi rujukan, sumber, dan referensi bagi para penuntut ilmu. Dalam hal ini, penerbit harus mencari dan merekrut para penulis, baik pemula yang potensial, maupun yang sudah berpengalaman, asalkan memenuhi kriteria penulis yang ditetapkan. Termasuk yang dilakukan TS adalah membidik para penulis yang telah menghasilkan buku-buku berkategori best seller.
Kedua, soal penampilan, kemasan, atau penampakan dari buku itu sendiri. Di dunia percetakan dikenal istilah tata letak dan desain. Mulai dari halaman kover atau sampul, halaman isi, pewarnaan, kualitas kertas, ilustrasi, perpaduan teks dan gambar, dan unsur-unsur grafis lainnya yang mendukung, agar buku itu terlihat memikat dan menarik untuk dibuka dan dibaca orang. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga-tenaga ilustrator, layouter, dan designer yang inovatif dan kreatif, serta tentunya didukung oleh mesin-mesin cetak yang mutakhir untuk penyelesaian akhirnya.
Dan yang ketiga, soal strategi pemasaran. Inilah tantangan terakhir bagi penerbit, agar bukunya menjadi buku yang paling dicari oleh masyarakat atau pembaca. Sehingga bisa cetak ulang berkali-kali. Sebenarnya, ketika proses pengajuan atau penyusunan penulisan buku, pihak atau bagian pemasaran bisa memesan kepada bagian kreator atau editor untuk membuat buku dengan tema atau judul-judul yang sedang viral atau dibutuhkan di masyarakat saat itu.
Jika itu berupa buku biografi, autobiografi, atau memoar, bisa menulis tokoh-tokoh yang sedang naik daun atau popoler di masyarakat. Bisa dari kalangan pejabat, tokoh agama, pengusaha, dokter, atau bahkan dari orang-orang biasa yang memiliki nilai-nilai kepahlawanan dan inspirasi di tengah-tengah masyarakat.
Nah, jadi ketiga garapan atau divisi ini harus saling berkomunikasi dan bersinergi untuk bisa menghasilkan karya-karya buku yang berkualitas, sekaligus dibeli oleh masyarakat. Hal inilah yang sudah dilakukan oleh Tiga Serangkai, sehingga sampai dengan usia 60 tahun, penerbit ini masih tetap eksis dan menjaga reputasinya dengan baik.