Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berebut Menolong Kucing di Jalan, Adakah Mitos?

27 Juli 2017   22:21 Diperbarui: 7 Maret 2019   17:52 6623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Otowire

Para kompasianer tentu tahu, gambar di atas ini adalah seekor kucing. Gambar ini saya dapatkan bukan dari kamera atau handphone pribadi saya. Gambar kucing ini asal saya unduh dari internet, sekadar ilustrasi dari cerita yang akan saya tulis berikut ini. Jujur saja, saya tidak suka memelihara kucing di rumah, tetapi senang melihat kucing yang warna bulunya indah, lucu, mungil, dan menggemaskan.

Baru saja, sekitar pukul 18.40, hari ini, Kamis, malam Jumat (27/7) saya mengalami kejadian yang cukup mengharukan, yang ada kaitannya dengan kucing. Selepas maghrib, saya berniat membeli nasi goreng untuk makan malam anak dan istri. Saya hanya mengajak si bungsu, Najwa. Setelah saya starter motor, ternyata bahan bakarnya habis. 

Akhirnya, kuputuskan untuk membeli bensin dulu di SPBU terdekat, tepatnya di Pom Bensin Sapen, Mojolaban, Sukoharjo. Nah, setelah mengisi bahan bakar dengan Pertalite, kurang lebih 50 meter motorku melaju, tiba-tiba, persis di depanku, tampak anak kucing yang masih sangat kecil sedang berjalan sempoyongan ke arah tengah badan jalan. Dengan refleks, tanganku mengerem, dan berusaha berjalan menjauh dari anak kucing tersebut. 

Tadinya, saya tidak berpikiran apa-apa, begitu berhasil menghindari menabrak kucing itu, langsung saja kupacu motorku untuk menuju warung nasi goreng. Apalagi perutku sudah mulai keroncongan, maka kutarik gas motorku agak lebih kencang. Namun, sekitar 100 meter dari kejadian tersebut, pikiranku, terutama hati kecilku, merasa tidak tega untuk membiarkan anak kucing itu berjalan sendirian ke tengah jalan raya. Saya sudah membayangkan, pasti dia akan terlindas oleh motor atau mobil yang lewat. Terlebih-lebih, jalan sekitar itu sedikit gelap. Tentu para pengendara tidak akan begitu jelas melihat keberadaan kucing di depannya.

Saya menjadi ragu, antara mau balik atau terus. Pikiranku terus berkecamuk, dan kuperlambat laju kendaraanku. Akhirnya, kuputuskan untuk balik kanan. Pelan-pelan, motorku kuarahkan kembali ke jalan, dimana kucing itu kutemui. Karena melawan arus, dengan sangat perlahan, saya mengendarai motor di pinggir kanan bodi jalan, sembari mataku terus mencari anak kucing tersebut.

Dan benar saja, saya melihat anak kucing dengan warna bulu kecokelatan tersebut telah berada di tengah jalan. Dia terus berjalan tertatih-tatih, karena kaki-kakinya belum begitu kuat menapak. Hatiku semakin dad dig dug, pikiranku cemas, karena arus kendaraan dari arah timur begitu ramai. Anak kucing itu terus berjalan ke tengah, sementara di atas, dan di kanan kirinya, bodi mobil dan roda-roda kendaraan melaju begitu cepat, seperti bayangan saja kulihat. Hitungan detik saja, anak kucing tersebut bisa terhempas, karena tertabrak kendaraan.

Segera saya parkirkan motorku di pinggir jalan, arah lurus dari kucing itu sedang berjalan. Mataku tak berkedip melihat anak kucing itu yang terus bersuara, seolah-olah memanggil induknya. Tanganku sempat melambai-lambai, agar pengendara yang lewat memperlambat laju kendaraannya. Namun tak terlalu efektif, karena tempat di mana aku berdiri kondisinya gelap. 

Hati saya terus berdoa, agar anak kucing itu selamat dan tidak tertabrak. Benar saja, ketika suasana jalan sepi, langsung kuhampiri kucing itu, dan aku pegang tengkuk kepalanya, kemudian setengah berlari, aku bawa ke pinggir. Jujur, saya agak jijik kalau memegang kucing. Saya agak takut juga, kalau kucing itu berontak, dan mencakar tangan saya. Namun sekali lagi, rasa ibaku mengalahkan segalanya. Dan ternyata, kucing itu juga hanya diam, tetapi mulut mungilnya terus bersuara meong-meong.

Rupanya, di pinggir jalan, tepatnya di atas selokan, saya melihat kucing lain yang lebih tua. "Barangkali ini induknya," batinku. "Hai Ayah, itu ada kucing lagi!" teriak anakku yang belum fasih berbicara. Langsung saja, saya berniat menaruh anak kucing tersebut ke dekat induknya. Namun, ketika kudekati, induk kucing itu malah lari.

Tetap saja kuletakkan dengan pelan-pelan anak kucing itu ke semak-semak. Begitu kulepas dari genggaman tanganku, kucing itu kembali berlari ke arah jalan raya. Dan hampir saja, ada satu pengendara motor yang hendak menabrak. Untung masih bisa mengerem. Bergegas, kucing itu kembali aku raih. "Ke mana tadi induknya? Mengapa tak segera mengambil anaknya?" suara batinku. Kali ini, kutaruh kucing itu agak jauh dari jalan. Dan saya pun bergegas kembali ke motor, sembari sesekali melihat ke arah kucing.

Lagi-lagi, anak kucing itu berlari ke arah jalan. Dan bersamaan dengan itu, ada seorang pengendara motor, lengkap dengan jaket hitam dan helm berkaca hitam, tampak balik melawan arus, dan hendak meraih kucing itu. Barangkali, tadi dia melihat kucing itu di jalan, dan mungkin seperti yang saya alami, merasa kasihan dan hendak menolong kucing tersebut. Namun, belum sempat orang tersebut mengambil kucing, tiba-tiba dari arah berlawanan, ada satu pengendara motor yang juga melihat kucing tersebut, dan langsung menghentikan motornya. Lalu, orang itu melambai-lambaikan tangannya, agar kendaraan di belakangnya berhati-hati. 

Sejurus kemudian, orang ini langsung mengambil anak kucing tersebut dan memeluknya. Setelah itu, melaju dengan motornya, dan membawa kucing itu. Sementara, pengendara dengan jaket hitam yang juga mau menolong kucing tersebut, hanya diam seribu bahasa, menyaksikan orang di depannya memungut kucing dan membawanya pergi. "Apakah kucing itu miliknya? Ah, saya kira bukan, karena ada induknya di sana. Tapi mengapa orang ini begitu akrab dan langsung memeluk anak kucing tersebut? Ataukah dia termasuk anggota komunitas catlovers ya, yang sudah ada komitmen untuk selalu menolong kucing di mana pun berada?" pikiranku terus menerka-nerka. "Tapi ya sudahlah, mudah-mudahan anak kucing itu bisa selamat dan tumbuh menjadi besar oleh orang yang membawanya. Semoga pula, induknya tidak menangis dan mencari-cari anaknya." 

Ketika itu, saya hanya melihat ke arah pengendara berjaket hitam itu, dan kayaknya dia juga melihat ke arah saya. Cuma saya tidak bisa melihat wajahnya, karena tertutup kaca helm yang hitam. Kami berdua sama-sama membalikkan kendaraan dan menuju ke tujuan masing-masing. Tentu, saya masih sesuai tujuan awal, membeli nasi goreng "Saifullah", Asli Madura, langganan saya, yang biasa mangkal di dekat Kantor Kecamatan Jaten, Karanganyar.

Dan sesampai di rumah, saya langsung menyalakan komputer dan menelusuri mesin pencari handal di internet, bernama Google. Saya ketik kata-kata kunci, seputar mitos menolong hewan kucing di jalan. Begitu saya buka, ternyata banyak juga tautan, tentang mitos menabrak kucing di jalan. 

Kemudian, saya baca artikel demi artikel. Saya merenung dan berpikir. Sampai pada kesimpulan, bahwa semuanya tetap dikembalikan ke perintah agama. Bahwa menolong makhluk lain yang membutuhkan adalah berpahala besar. Melindungi dan menyayangi sesama makhluk, apalagi hewan piaraan adalah perintah Tuhan. Jika dengan tidak sengaja kita menabrak seekor kucing di jalan, sesungguhnya itu murni kecelakaan, tidak ada hubungannya dengan mitos kesialan, bahwa kita akan kena hukum karma, dan akan mengalami celaka juga. 

Hanya saja, dianjurkan, ketika kita menabrak kucing tanpa sengaja hingga mati, sebaiknya kita berhenti, dan menguburnya dengan baik-baik. Agar bangkainya tidak mengganggu pengguna jalan lain, dan tentu tidak menimbulkan bau tak sedap nantinya. Semoga kisah ini bermanfaat bagi para pembaca, setidaknya, bisa mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati di jalan raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun