Pertama belum mandirinya pendanaan UI dan masih bergantungnya UI pada pendapatan dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa; belum modernnya akses dan kualitas pendidikan, termasuk belum terbentuknya budaya inovasi dan entrepreneur; belum berdampak dan berkelanjutannya riset inovasi dan pengabdian masyarakat; Â belum optimalnya kiprah UI dalam persaingan global perguruan tinggi negeri; dan belum optimalnya tata kelola UI. Selain itu, seperti halnya institusi lain, UI juga harus bergelut dengan pusaran arus problem VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity) yang mendera dunia saat ini.
Kelima permasalahan itu satu per satu dicarikan solusinya oleh Heri, yang menempatkan inisiatif kewirausahaan sebagai payung strategi. Kelimanya itu adalah kewirausahaan yang mampu memberdayakan, peningkatan akses dan kualitas pendidikan, riset dan inovasi yang berdampak, peningkatan daya kompetitif global, dan transformasi budaya dan tata kelola.
Pada hilirnya Heri merancang 15 program terobosan unggulan, antara lain reformasi tata kelola, peningkatan dana abadi dengan pengelolaan pada badan pengelola aset dan dana abadi UI, pengembangan karakter unggul budaya bangsa sivitas akademika, peningkatan kualitas talenta dan kewirausahaan mahasiswa, peningkatan kesejahteraan warga UI, rekrutmen talenta global, peningkatan sarana digital dan TI kampus, dan kemitraan strategis berbasis internasionalisasi.
Membangunkan 'Raksasa Tidur'
Hal yang impresif dari paparan Heri adalah pemahaman Heri yang holistis terhadap kampusnya. Itu dia ditunjukkan dengan rencananya untuk menggerakkan semua potensi unggul UI.
Tidak hanya pada bidang tertentu yang selama ini mampu mengkapitalisasi berbagai aktivitas, seperti dari bidang teknik yang digelutinya ataupun bidang kesehatan, tetapi juga dari bidang sosial-humaniora.
Pemahamannya tersebut terlihat pula ketika Prof Heri menjawab pertanyaan cerdas dan tajam dari dua panelis. Yakni Gita Irawan Wirjawan, Menteri Perdagangan Republik Indonesia periode 2011-2014 sekaligus Pendidik, Pengusaha, dan Host sebuah siniar, serta Dr Slamet Edy Purnomo, Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Keduanya menanyakan bagaimana konsep Prof Heri terkait transformasi pendidikan.
Dengan tangkas dan lugas, Heri menanggapi bahwa sebagai orang yang berlatar teknik, ia mengetahui benar bahwa ada potensi besar di UI yang tersembunyi, yang disebutnya 'raksasa yang sedang tidur' ('the sleeping giant'), yaitu bidang sosial-humaniora.
Menurut Heri, jika bidang kesehatan dan teknik sudah terbiasa melakukan kapitalisasi dengan berkiblat pada luar negeri, maka bidang sosial-humaniora sesungguhnya mempunyai potensi yang jauh lebih besar karena kiblat sosial-humaniora seharusnya adalah Nusantara. Pasalnya Indonesia punya keanekaragaman dan kebinekaan yang dapat menawarkan pesona investasi pengetahuan yang kemudian dapat diutilisasi, bahkan dikapitalisasi, oleh sivitas akademika UI.
Penulis menilai narasi jawaban Prof Heri ini mempertegas kapabilitasnya sebagian seorang pemimpin. Paparannya atas pertanyaan kritis dari dua panelis, menjadi poin penting akan kualitas Prof Heri sebagai aset berharga UI.