Pelajaran Artivisme
Beberapa bulan lalu tepatnya pada hari minggu 25 Oktober 2015 saya mengikuti acara bincang – bincang seni budaya humaniora artivisme “Seni Budaya yang Memanusiakan” yang diselenggarakan oleh Kementrian Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Acara yang bertempat di auditorium universitas tersebut mengundang pembicara I Gede Ari Astina atau yang sering dikenal Jerinx (JRX), drummer band Superman Is Dead.
Selain seniman, Jerinx juga dikenal sebagai aktivis Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Lalu ada Andrew Lumban Gaol dari Anti-Tanx Project street artist dan aktivis Warga Berdaya Jogja. Acara tersebut dimoderatori oleh Kiki Pea, seorang vokalis Kiki and the Klain yang juga seorang jurnalis.
Aktivisme menurut Andrew Anti-Tank adalah prinsip dasar manusia utuk saling membantu dan tolong – menolong. Kalaupun itu menjadi chanel dalam bentuk – bentuk kegiatan yang berbeda seperti karya musik, puisi, atau apapun itu hanya media yang bisa diperkenalkan, dan yang paling penting adalah aksi nyata dan peran seorang individu dalam masyarakat ketimbang karya – karya itu sendiri.
Aktivisme menurut Jerinx mengajarkannya bahwa hidup itu bukan hanya mendedikasikan hidupnya hanya untuk dirinya sendiri dan keluarga tetapi lebih – lebih luas lagi. Kita dapat melakukan hal – hal yang tidak akan terfikirkan sebelumya jika benar – benar memahami apa itu aktivisme. Namun Jerinx belum mau mengklaim apakah dia masuk kategori aktivist atau bukan karena dedikasinya kadang masih sebagai seniman juga sebagai pebisnis pula.
Jerinx sendiri mengemukakan bahwa dia belajar banyak tentang aktivisme di salah satu kampus sastra di Bali yaitu Universitas Udayana setelah bosan dengan keadaan di kampus lamanya yaitu di Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas)yang kebanyakan mahasiswanya kurang peka terhadap isu - isu sosial dan lingkungan sekitar. Jerinx mulai akrab dengan suasana kampus Undayana tersebut dan dia bersama band musiknya yaitu SID (Superman Is Dead) melakukan konser pula di kampus Udayana saat akan melengserkan Soeharto.
Artivisme di Indonesia
Seperti yang lebih kita tahu, sudah menjadi realita bahwa mayoritas seni di Indonesia lebih difungsikan sebagai sarana hiburan dan seniman juga kebanyakan dianggap sebagai sosok yang menghibur. Artist dan seniman mayoritas lebih memikirkan kepentingan komersial.
Dari segi aktivist, mereka (para aktivist) lebih dikenal sebagai orang – orang yang memiliki tekad masing – masing dan berjuang untuk kepentingan kelompoknya. Mereka dipandang sering melakukan hal – hal yang berbau kekerasan dan dalam aksi – aksinya kebanyakan menimbulkan tindakan anarkis.