Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis

hobi travel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Klampok: Mimpikah?

28 November 2024   06:30 Diperbarui: 28 November 2024   06:40 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bunga bakung depan rumah Pak Wandi yang berada tiga rumah sebelah kanan dari rumahnya itu, kemarin sepertinya tak terlihat ada disana saat tiba di rumahnya ini. Ataukah, ia tidak memperhatikan itu saat dalam perjalanan menuju rumahnya.  Tapi, pecahan botol yang pernah dilemparkannya ke arah pohon asem yang persis berada di sebelah rumah Pak Wandi, kok masih ada di sana. Dan sepertinya baru kemarin saja terjadi.

Ia masih ingat, botol beling itu berisi limun merah dengan sisa sedikit di dasar botolnya. Ketika didekati, Joy yakin betul itu botol merupakan benda yang sama dengan botol yang dilemparkannya ke pohon asem itu saat bersama beberapa temannya berjalan pulang ke rumah.

Joy memang lupa, apa yang membuatnya melakukan itu. Maksudnya, apa yang mendorongnya melemparkan botol limun itu ke pohon asem. Tapi ia ingat betul, kalau pernah melemparkan botol kaca itu, yang kemudian pecah ketika menghantam pohon. Salah satu pecahannya terlempar ke bawah pohon, dan memang terlihat seperti terbagi dua. Bahkan, arah pecahan botol itu pun masih diingatnya dengan baik.

Joy kemudian melanjutkan perjalanan, hingga ujung jalan, sebelum akhirnya berbelok kekanan. Karena disebelah kanan, di deretan rumah yang ada di jalan yang akan dilewatinya itu, ada rumah Hana. Perempuan yang mengisi hatinya sewaktu SMA.

Dengan penasaran, ia pun melangkah kesana. Joy merasa heran, karena semuanya terasa sama. Seperti menyaksikan film yang sedang diputar, bedanya saat ini ia berada di dalam film itu. Joy merasa seperti pernah melewati jalan itu di dalam momen yang sama persis. Ia seperti mengulangi apa yang pernah terjadi.

Dan betul saja, ia ingat ada tukang dawet ireng lewat menjajakan dagangannya. Pasti tidak lama lagi, dari arah belakang ada tukang gado-gado lontong melintasi dirinya. Joy tetap berjalan pelan, dan betul saja. Tidak lama kemudian ada gerobak tukang gado-gado lontong yang berjalan mendahului dirinya.

Joy pun merasa makin penasaran. Ingatannya segera mengembara ke masa lalu di saat ini. Ia segera ingat, tidak lama lagi ada suara sepeda motor Mas Bambang, yang berada tiga rumah di sebelah kanan berbunyi sangat keras. Ketika itu ia sangat kaget dengan suaranya. Joy pun menghitung, satu dua tiga empat lima enam dan tujuh, ngenggg krrookkk kong konggg ngeeeenngggg, terdengar suara sepeda motor Mas Bambang meraung-raung keras.

Tidak lama lagi, Mas Bambang yang memacu sepeda motornya dengan meninggalkan bunyi berdecit dan hempasan pada tanah yang sedikit berdebu itu, lewat di depan matanya. Dan betul saja, semua terjadi seperti yang diingatnya.

Joy kemudian memukul-mukul pipinya, dan terasa sakit. Ia merasa apakah sedang bermimpi. Apa yang terjadi dengan dirinya., kok seperti mundur ke belakang di masa lalunya. Namun, kakinya tetap melangkah kedepan dengan perlahan karena ia ingat betul, didepan rumah berpagar warna hijau muda itu, akan keluar Hana dari dalam rumah.

Hana masih mengenakan baju sekolah, namun segera berbalik begitu melihat dirinya. Karena di belakangnya, sang ayah sedang berdiri. Ayahnya tidak suka jika Hana bergaul dengannya. Sang ayah, memang merupakan salah satu pimpinan militer setempat. Pada saat yang sama, ia juga menjadi dosen untuk mengajarkan ideologi di sejumlah kampus, termasuk kampus tempat ayahnya mengajar.

Betul saja, tidak lama kemudian ia melihat Hana keluar dari dalam rumah. Ia masih mengenakan baju seragam sekolah. Namun saat Joy ingin memanggilnya, segera saja Hana berbalik begitu melihat dirinya di kejauhan.

Joy merasakan gemetar, dengan setengah berlari ia kembali ke rumah. Setibanya disana, ia kaget, namun agak mulai terbiasa dengan pemandangan dan lingkungan yang berubah di hadapannya. Meski ia tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya, dan bagaimana semua  bisa hadir di hadapannya.

Joy pun berjalan cepat memasuki rumahnya. Nafasnya memburu, degup jantungnya berpacu dengan keras. Kedua tangannya memegang kepala. Tiba-tiba ia merasa sangat pusing, dan kepalanya terasa berat. Ia pun  memilih duduk di kursi kebanggaan ayahnya.

Tempat itu, kini menjadi tempat favoritnya. Ia segera duduk, dan sebelumnya sempat mengambil segelas air dari dispenser yang ada di sebelah kanan kursi tersebut. Otaknya berusaha bekerja mencari penjelasan. Namun, semakin memaksakan mencari jawaban, semakin sulit ia menemukan jawaban atas apa yang dihadapinya sekarang.

Tubuhnya melemas, kesadarannya pun mulai memudar. TIba-tiba matanya mulai merasakan kantuk berat. Dan semilir angin membuatnya semakin mengantuk. Seperti dininabobokan. Di saat seperti itu, Joy kembali mendengar bisikan dari pemilik suara yang sama di telinganya.

Joy, panggil suara itu lagi. Sudah lihat kan beberapa kejadian masa depan dan masa lalumu. Apa yang terjadi, ataukah ini karena ajalnya makin dekat. Kata Joy dalam hati.

Bukan...

wah, suara itu seperti menjawab pertanyaannya.

Kalau begitu apa? tanya Joy.

Kamu akan mengetahuinya sendiri. Lanjutkan saja pekerjaanmu dengan artefak temuanmu, yang memang menjadi bagian dari takdirmu.

Hei, kamu siapa? atau apa?

Joy.... Joy... ikuti saja kata hatimu...

Suara itu terdengar sangat ramah. Dan sepertinya ia cukup mengenalnya dengan baik, saat terdengar tertawanya yang agak sedikit ditahan. Apakah... jangan-jangan itu... ah nggak usah menduga-duga dulu. Ikuti saja permainannya.

Joy merasa seperti orang gila yang berbicara sendiri. Namun, ia yakin betul ia memang sedang berbicara dengan orang lain. Atau benda lain, ataukah ada makhluk berkemampuan tinggi dan menguasai kecanggihan teknologi yang luar biasa. Entahlah, semua itu masih menjadi tanda tanya besar.

Satu hal yang jela, sepertinya artefak bergambar wajah titisan Ken Dedes itu menjadi kunci penting terkait dengan semua yang terjadi hampir lima jam terakhir dalam hidupnya.

Ia pun segera mengingat, bahkan mencatat apa saja yang dilakukannya dalam lima jam terakhir itu. Ataukah semua terhubung dengan tempat duduk kayu ayah? Ataukah karena ia memikirkan suatu peristiwa, kemudian memasuki era itu. Ataukah semuanya bekerja simultan dan punya pengaruhnya satu sama lain.

Bagaimana prosedur semua itu. Joy mencoba merasionalisasi semua kejadian itu. Ia yang memang agak tak percaya dengan kemampuan atau pengalaman alam ghaib, membuatnya berfikir dengan rasional. Pasti ada penjelasan saintifik nya. Entah apa itu. Ia pun terus berusaha mencermati semua jejak dan mengikuti gerik yang dilakukannya.

Apakah mungkin itu? Aha, Joy seperti mendapatkan pencerahan. Ia seperti mendapatkan sebuah jawaban. Dan untuk menguji kebenarannya, ia akan melakukan sejumlah eksperimen kecil dengan beberapa alternatif langkah dan tahapan.

Paling tidak itu bisa menjadi jawaban awal. Tak terasa, saat ia duduk di kursi kayu itu cukup lama. Hingga terdengar azan panggilan untuk menunaikan ibadah sholat ashar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun