Tapi malam ini, wedang uwuh rasanya pas, bisa menimbulkan kehangatan di badan. Minuman itu, rasanya cukup pas untuk memberikan kesegaran kembali, badan yang malam ini agak letih. Selain itu, Joy pun memesan seporsi pisang goreng, sebagai teman di meja menemani sajian wedang uwuh hangat. Pisang itu pun segera tandas ludes masuk dalam perutnya.
Udara dingin membuatnya ingin menikmati steak dengan kentang bakar yang menjadi kegemarannya. Ia pun tak ragu untuk memesannya.
Memang, udara malam ini terasa amat dingin, kata sang pelayang seakan dapat membaca pikiran Joy. Atau ia sekedar menebak apa yang dirasakan dari minuman yang dipesannya dua kali itu. Ah sudahlah, itu tidak terlalu penting untuk menelusup lebih jauh dalam pikiran yang saat itu sedang tergoda untuk berenang.
Sementara, pandangan mata tetap terpaku pada enam orang sosok yang duduk melingkar di bawah gazebo temaram, yang ada di salah satu pojokan tepian kolam renang. Mereka seolah sedang melakukan ritual yang tak dimengerti, namun tak juga ingin cari tahu jawabannya. Satu hal yang pasti, salah satu diantara mereka mengenakan baju dan topi yang mirip dengan pasukan Janissari, pasukan elit kekaisaran Ottoman. Makin dikenal ketika pasukan ini juga menjadi andalan al Fatih ketika menaklukkan Konstantinopel.
Joy pun sangat hapal dengan kisah sejarah ini. Lagi-lagi, buku sejarah tebal tentang kisah penaklukan Konstantinopel oleh al-Fatih inilah yang menjadi sebab renggangnya pertemanannya dengan Hanna. Sampai saat itupun, Joy tak tahu apa yang menjadi alasan Hanna menangis saat ia membawa kabur buku tersebut, ketika Hanna melemparkan buku itu ke arahnya ketika kesal dengan julukan yang diolok-olokkan pada Hanna.
Warna merah menyalanya, dari baju pasukan Janissari itu, cukup jelas terlihat meski cahaya temaram mengaburkan pandangan.
Seketika, alunan musik khas Janissari pun terdengar. Kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat pembangkit semangat itupun segera bermain di kepala.
Selain mereka, sebetulnya ada dua orang sepasang kekasih atau suami istri, Joy tak tahu pasti, yang jelas mereka tampak seperti pasangan yang sedang makan malam. Mereka tampak sedang menikmati makan malamnya, tanpa terdengar banyak perkacapan.
Tak lama setelah makan, mereka duduk menikmati malam minggu dibawah udara dingin dan tampias air hujan yang terbawa angin. Mungkin, tak sampai satu jam setelah mereka selesai menyantap makanan yang dipesan, langsung pergi dari sana. Mereka duduk, tanpa banyak mengeluarkan obrolan yang bisa terdengar. Meski posisi Joy, dengan mereka tak lebih dari dua meter.
Sebelum akhirnya, Joy memutuskan untuk beranjak dari sana, mereka berdua memperlihatkan ekspresi wajah dan isyarat badan yang menunjukkan kalau sang perempuan tak tahan dengan udara dingin yang menyergap. Mereka pun beranjak tanpa meninggalkan suara, kecuali suara kaki kursi yang digeser di  lantai keramik putih.
Tak ada orang lain lagi selain enam orang itu, dan Joy yang tetap menikmati wedang uwuh hangat, sambil menikmati keheningan malam. Entah karena air hangat atau jahe, atau keduanya, membuat dingin hembusan malam yang semakin memudar. Mungkin tubuh Joy mulai menyesuaikan dengan keadaan atau karena kehangatan wedang uwuh sudah mulai merasuki aliran darah di tubuhnya. Ditambah, seporsi steak daging wagyu sudah masuk dalam perutnya. Joy tak tahu pasti. Satu hal yang jelas, Joy tak merasakan lagi dinginnya udara malam. Ada perasaan nyaman di badan. Kursi sederhana yang diduduki pun, terasa cukup memberikan kenyamanan untuk duduk berlama-lama di sini.