Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Para Pria "Berdaster" yang Membuat Sewot Pendukung Ahok

29 Oktober 2016   09:22 Diperbarui: 29 Oktober 2016   10:17 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa mereka menggunakan istilah "pria berdaster" kepada beberapa ustadz yang menjadi panutan sebagian besar umat islam di Indonesia. Apakah karena mereka mengenakan gamis "Pakistan" atau karena ke-islaman mereka? Penulis sementara ini masih menggunakan pendekatan bahwa hasil survei yang di rilis oleh SMRC kemaren adalah satu hasil yang cukup representatif sekaligus membongkar kebobrokan mentalitas para pendukung Ahok. Mereka berteriak pro rasis dan primordialisme kepada para penentang Ahok karena menolak Ahok semata-mata karena keyakinan namun secara bersamaan mereka pun memilih Ahok karena se-iman. Dasar mental pecundang sih!

Mereka dengan tanpa malu menunjukkan ketidaksukaan kepada beberapa figur yang mewakili penentangan kepada ambisi Ahok untuk kembali terpilih. Menyebut sebagai gerombolan pria berdaster karena memakai baju gamis dan penutup kepala.

Seandainya mereka bersabar sedikit dan kemudian menelusuri alasan para pemuka agama mengenakan baju yang menyerupai daster sepertinya tidak melulu identik dengan agama Islam semata. Nyaris semua agama-agama di dunia ini memiliki baju ke-agamaan yang mirip daster. Lihat saja bajunya Dalai Lama, Paus, Ulama Al Azhar dan berikutnya beberapa contoh, misalnya Uskup dan Imam besar Islam seperti Habib RIzieq dan beberapa ulama di MUI seperti Tengku Zulkarnain.

Dan para pendukung Ahok yang fanatis dengan gegabah berusaha menistakan figur Islam tersebut dengan sebutan pria berdaster. Mau membalas penghinaan ke Uskup atau ke para pemuka agama yang mereka hormati? Jangan! Bukan gaya yang beradab-lah itu pembaca, gaya yang malahan menunjukan batok kepala mereka isinya adalah kedangkalan lautan otak dan outputnya mereka menjadi Buzzer dan Ahoker yang menyedihkan.

Ada beberapa Kompasianer yang melihat rekam jejak komentarnya ter-afiliasi kepada sebuah keyakinan selain Islam kerap kali mengumbar pernyataan berkonotasi penghinaan berupa pernyataan "pria berdaster" kepada beberapa figur Islam di Indonesia yang menentang ambisi Ahok yang menistakan Al Quran dan para pedakwah serta ada beberapa Kompasianer yang sepertinya Islam tapi cenderung terjangkiti virus liberalisme yang konon kabarnya sangat membenci Islam yang mengacu kepada pemahaman yang shohih dan bukan pemahaman para begundal sekular seperti Guntur Romli, Luthfie Assyaukanie, Ulil Absar dan para pentolan JIL yang masih hidup hari ini. Mereka ini tanpa malu untuk berusaha menista para ulama-ulama yang menjadi panutan umat.

Mari kita lihat rame-rame, beberapa penampakan pria berdaster yang dimaksud para hamba sahaya dari pejawat tersebut. Tarik nafas dalam-dalam dan kemudian sesali ucapan kalian yang sebelumnya sepertinya merasa berhasil membuat para penentang Ahok terdiam. Penulis berusaha menahan diri akan tetapi sepertinya para tuyul kecebong tersebut memaksa untuk menyodorkan ke jidat mereka fakta bahwa "pria berdaster" tidak akan hanya menyasar umat Islam tapi juga akan menyasar kepada figur-figur yang kalian hormati seperti muslim menghormati para alim ulamanya.

Sumber: ihwansalafy.wordpress.com
Sumber: ihwansalafy.wordpress.com
Sumber: www.sinarharapan.co
Sumber: www.sinarharapan.co
Jadi malu kan? Eh itu kalau punya malu deh!

Salam Pria Berdaster!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun