Romi dan DJan Faridz harus legowo mendapatkan tudingan keras soal  keharaman umat untuk memilih partai yang membela dan bahkan mengusung penista agama yang sudah diteguhkan melalui keputusan pengadilan. Tidak  ada keraguan lagi tentang status atau atribut mengenai si Penista Agama. Jadi apakah umat muslim akan sudi dan legowo untuk memilih para caleg  dari PPP? Kita lihat saja, apakah PPP akan mendapatkan peraihan suara yang signifikan di pileg nanti akan bahkan membesar?
Jejak-jejak digital ini menjadi jawaban atas usaha Romi berkelit dari  serangan Habib. Usaha yang gagal, kawan! Internet adalah pembunuh  psikopat yang dengan dingin tanpa ekspresi saat mengeksekusi korbannya.  Upaya Romi menegaskan ke-Islaman partainya gagal total. Lalu partai mana  lagi yang disasar oleh HRS?
PKB bahkan dengan sengak menyebutkan para penentang Ahok adalah islam yang bukan pemahaman benar. Dan yang benar adalah mereka yang memilih Ahok sebagai calon pemimpin.
"Enggak boleh Jakarta itu buat main-main, kultur Islam harus kita  jaga,  bukan Islam yang keras yang menganggap dirinya benar. Jakarta  ini  barometer Indonesia dan Jakarta wajib di pimpin oleh ahli sunnah   waljamaah," kata Ketua DPW PKB DKI Jakarta Hasbilallah di GOR Ragunan, Jakarta Selatan, Minggu (9/4/2017).
Sekali lagi, internet memang paling kampiun untuk membungkam sesumbar atau upaya cuci tangan atas insiden-insiden memuakkan yang terjadi di depan mata.
HRS sudah mendapatkan dua partai yang mendukung Ahok, terhukum kasus pasal penghinaan terhadap agama. Lalu bagaimana dengan Golkar, Nasdem, Hanura?
Sebagai partai oportunis, Golkar akan mendapatkan hukuman. Bentuk hukuman pertama adalah serangan balik dari klan Cendana yang merasa Goklkar seperti kacang lupa berlari meninggalkan klan Soeharto. Suka atau tidak, Golkan dan Pak Harto bagaikan SBY dengan Demokrat, atau Megawati dengan PDI Perjuangannya. Dan kita tunggu, serangan balik dari Cendana apakah efektif?
Mengenai Nasdem dan Hanura? Ah, lupakanlah. Sepertinya kedua partai ini akan terjun bersama-sama dengan PSI dan PBB besutan Yusril Ihza Mahendra di kubangan parliamentary threshold.
PDI Perjuangan kita lihat saja kekuatan partai merah ini. Partai yang jenis kelaminnya semakin tidak jelas wujudnya, apakah partai pembela wong cilik atau partai pembunuh wong cilik. Citra diri sebagai parpol yang mengusung islamophobis atau setidaknya alergi dengan idiom-idiom keislaman ini tentunya akan menunggu dengan degub jantung yang berdebar keras. Pilkada DKI kemaren adalah sebuah pertunjukan besar bagaimana ketika umat islam melakukan perlawanan balik atas tindakan-tindakan barbar yang dilegitimasi oleh sekumpulan parpol.
Melihat rekam jejak partai-partai yang senantiasa meng-aminkan kebijakan rezim yang pro kapitalis dan emngusung kebjakan liberalisme di sektor ekonomi membuat rakyat akan segera secara mantap mengucapkan, adios amigos di 2019 nanti.
Salam Ujung Jari!