Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDI Perjuangan Menjilat Ludahnya Sendiri tentang Usulan Pasal Penghinaan Presiden

7 Februari 2018   09:55 Diperbarui: 7 Februari 2018   19:49 1896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
screen captured website kompas.com

 "Saya sedih melihat rakyat banyak yang menderita, padahal kita  punya banyak kekayaan alam, namun angka kemiskinan tinggi," lanjutnya  setelah berhasil meredakan emosinya.  Dalam pidato ini, Mega terang-terangan menyindir kenaikan harga BBM dengan membacakan lirik lagu Iwan Fals. 

 "BBM naik tinggi susu tak terbeli, orang pintar tarik subsidi, anak  kami kurang gizi,"baca Mega mengutip lagu yang tenar di era 80-an  yang  berjudul Galang Rambu Anarki itu.


Lalu dimana dirinya saat Jokowi dengan instan dan agresif mengurangi begitu banyak subsidi. BBM, tarif listrik, menaikkan pajak hingga terakhir ide agamis yakni akan memotong gaji aparatur sipil negara untuk zakat 2.5% yang bisa diduga untuk menambal defisit anggaran negara untuk hobi Jokowi membangun begitu banyak proyek infrastruktur yang rendah manfaat secara ke-ekonomian.

Megawati kelu dan membisu saat kader terbaiknya menjabat orang nomor satu di negeri ini berlaku sama persis bahkan melebihi "kekejaman" SBY saat menjadi presiden. Hutang negara yang menembus angka 4000 trilyun rupiah.

Lalu marwah apa yang hendak dituju dan diharapkan dari rakyat yang gelisah semua harga merangkak naik dan kian tak terbeli. Siapa yang hendak menyanyikan lagu Iwan Fals tersebut?

Penulis hanya berharap rakyat kian cerdas untuk dimana hendak melabuhkan aspirasinya. Klaim sebagai partai yang peduli rakyat kecil seperti nya hanya tinggal kenangan dan obsesi belaka. Karakter partai --katanya-- kaum marhaen ini semakin pudar semenjana kader terbaiknya kian menunjukan arah kebijakan yang cenderung pro kapitalis dan kian liberal. Gaung-gaung semangat keberpihakan kepada rakyat kian sunyi.

Salam Ujung Jari!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun