"Video ini seakan-akan Jakarta belum siap menerima keberagaman. Saya sendiri sangat tidak terima dengan iklan video tersebut. Kami lagi mengkaji dan mempersiapkan laporan ini ke KPI. Dalam perspektif pesan komunikasi, visual-visual, dan gambar itu mengirim sebuah makna teror," kata Ketua Perkumpulan Indo Digital Volunteer, Anthony Leong.
*****
Sebuah video yang menggambarkan keadaan Jakarta yang chaos dan penuh rusuh berikut beberapa orang menggunakan baju putih dan peci berwarna hitam sedang mengekspresikan sebuah amuk dijadikan sebagai latarbelakang kampanye pasangan Ahok - Djarot. Sungguh, dalam beberapa menit tayangan video tersebut sangat simple untuk diartikan bahwa pasangan ini tengah memperjuangkan sebuah kebenaran yang akan dirusak oleh amuk massa yang dilaku oleh umat Islam.
Asli penulis tercekat melihat video tersebut. Entah apa yang menjadi titik pembenaran penyebaran video tersebut selain sebuah prasangka dan tuduhan yang sangat fasis, rasis dan membuktikan alih-alih Ahok dan Djarot memperlihatkan sikap-sikap produktif dan reflektif tentang penolakan umat Islam kepada mereka. Silahkan pembaca membuat intepretasi sendiri tentang tujuan dari penayangan video tersebut di  #BeragamItuBasukiDjarot, sebuah kanal resmi dari pasangan ini.
Jika Jokowi menuding Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tengah mempergunakan Islam sebagai komoditas kampanye maka telak video murahan tersebut lebih lengkap dan terbukti valid bahwa Ahok dan Djarot betul-betul menjadikan Islam sebagai komoditas politik mereka. Meletakkan Ahok dan Djarot sebagai sasaran amuk massa dan memelintir realita bahwa merekalah yang paling memungkin juga menyebar spanduk DKI Bersyariat dibawah pemerintaha Anies jika memenangkan pertarungan di Pilkada putara kedua nanti.
Penulis berkeyakinan spanduk tersebut adalah kreasi dari timses Ahok - Djarot. Dan tidak perlu lama bagi kita untuk membuktikan tudingan tersebut dengan munculnya video agitatif, provokatif, tendensius dan murahan tersebut.
Ada baiknya memang ide dari seorang pengamat untuk Jokowi segera menghentikan momen-momen kampungan ini dengan melantik Ahok dan Djarot sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ketimbang ibukota ini pecah awut-awutan dengan segenap cara-cara anti demokrasi seperti yang dipertontonkan oleh semua komponen tim pemenangan Ahok - Djarot. Mulai dari inisiasi Kapolda Jaya yang meminta diundurkannya pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada kasus penistaan dan penghinaan agama oleh Ahok, berikut kader partai Nasdem yang menjabat sebagai Jaksa Agung yang juga menyatakan hal yang sama.
Segera lantik dan biarkan umat Islam berdamai dengan perasaan mereka sendiri. Toh umat Islam sudah terbiasa dikalahkan, mengalah dan selalu terkalahkan dalam banyak momen-momen yang terjadi. Sebut saja pembakaran Masjid di Tolikara yang dilanjutkan dengan mengundang para pembakar ke Istana dan memajang photo mereka sedang tersenyum bahagia pasca makan siang bersama.
Beberapa aktifis pergerakan yang kritis seperti Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri dan beberapa anak muda dari Pergerakan Muhammadiyah ditahan tanpa kejelasan pelanggaran terhadap pasal apapun dan membiarkan seorang Ahok berkali-kali memancing reaksi amarah kaum muslim. Sepertinya pemerintahan ikut meng-aminkan bahwa Islam memang sebuah agama yang memuat konten teror dan menghasilkan pelaku terorisme.
Menunggu KPI bersikap dan jangan berharap kepada KPUD yang ditengarai telah "dibeli" oleh recehan dana tanpa batas dari kubu Ahok - Djarot yang didukung sejumlah taipan-taipan yang duit mereka tidak berseri tersebut.
Salam Anti Nekat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H