PENYEBAB PERCERAIAN
HKI 4D
Imam Prasetya (212121121)
Refisan Daffa Al-Faruq (212121136)
Muhammad Hanif Khudri (212121206)
Muhammad Afrizal Asyari (212121113)
A. Analisis
Angka perceraian menurut data yang ada lebih dari 1.500 per tahun pasangan memilih untuk bercerai, alasan terbesar karena pernikahan di bawah umur yaitu menikah di usia remaja yang masih labil secara emosional, secara ekonomi juga masih menjadi problem, seperti ekonomi keluarga dan orang lebih cenderung ke arah konsumtif, produktif untuk konsumtif, pola fikir yang masih blm matang, dan juga pemahaman dan pengalaman di ranah sosial serta agama cenderung kurang atau bisa di bilang rendah.Â
Dari faktor tersebut dapat mempengaruhi kehidupan berkeluarga. Maka dari itu pentingnya peran lembaga hukum yang berkecimpung di bidang tersebut seperti KUA, seperti contohnya memberikan nasihat sebelum diadakannya akad nikah sesuai fungsinya yaitu BP4. Kemudian pemerintah harus lebih memperhatikan lagi tentang kesejahteraan keluarga melalui pembinaan baik secara ekonomi maupun keagamaan harus di tingkatkan lagi. Dari cara itu pemberdayaan keluarga berkualitas dapat di capai.
Banyak alasan yang di ajukan dalam perceraian di Wonogiri.Alasan dari perceraian itu bermacam macam :
Tidak tanggung jawab, tidak memberi nafkah, Perselingkuhan,perselisihan dan pertengkaran,tinggal wajib,belum dikarunia anak,perselisihan dan pertengakaran,meninggalkan kewajiban
Pemerintah desa di daerah wonogiri juga melakukan upaya untuk menekan atau mengurangi perceraian .Upaya penurunan angka perceraian melalui pelaksanaan asas perceraian dipersulit, dalam arti melalui prosedur yang bisa dijalankan. Antara lain: memfungsikan kembali BP4.
Tugas BP4 adalah Secara umum fungsi Badan Pembina Penasehat Perkawinan dan Perceraian (BP4) memberikan nasehat pernikahan. Namun itu tidak berfungsi dengan benar di Wonogiri. Kurang optimalnya fungsi BP4 yang memberikan nasehat pernikahan. Kebanyakan masyarakat yang datang ke BP4 sudah kondisi kronis hubungan pernikahannya, sehingga tidak maksimal dalam menyelesaikan masalah.Kebanyakan masyarakat tidak lagi meminta nasehat perkawinan kepada BP4 karena mempercayakan kepada pihak pengadilan dan mediator yang akan memberikan nasehat sebelum tidak bisa diperbaiki yang pada akhirnya mereka tetap mengajukan perceraian ke meja pengadilan.Di Bolokerto ada istilah denda orang yang akan bercerai.
Dengan cara memberi denda yang tinggi kepada pasangan suami istri di Bolokerto bisa membuat pasangan suami istri berpikir lagi ingin bercerai.Kemampuan mengatasi konflik harus selalu dilatih, manegemen konflik perlu agar konflik tidak selalu berujung dengan perceraian. walaupun dalam Islam perceraian di perboleh namun Allah SWT tidak menyukainya, Islam telah memilih jalan perceraian pada saat kehidupan rumah tangga mengalami ketegangan dan goncangan yang berat, di mana sudah tidak berguna lagi nasehat-nasehat dan tidak dapat dicapai lagi perdamaian antara suami istri serta ikatan perkawinan sudah mencerminkan tidak mungkin akan dapat mencapai tujuannya.
B. Faktor-Faktor terjadinya perceraian yaitu
1. Faktor ekonomi
Faktor utama perceraian adalah masalah ekonomi. Jika tidak terpenuhinya kebutuhan pokok dalam keluarga maka besar kemungkinan akan terjadi percecokan/kesalahpahaman diantara mereka. Di mata istri, suami dianggap kurang dalam memenuhi nafkah lahir. Sedangkan di mata suami, istri tidak mau bersyukur. Jika hal ini tidak diselesaikan, maka ujungnya adalah perceraian.Â
2. Faktor hukumÂ
Ada kemudahan dalam proses pengajuan cerai di pengadilan, terlebih lagi pengadilan agama memberikan layanan sidang di daerah atau dikenal dengan istilah sidang keliling, sehingga memudahkan masyarakat di daerah untuk mengajukan gugatnya ke pengadilan dalam perkara perceraian. Hal ini sedikit banyak akan mengakibatkan tingkat perceraian semakin tinggi.Â
3. Faktor umur (pernikahan dini)
Pernikahan yang dilangsungkan dibawah umur cenderung kurang ideal untuk melangsungkan perkawinan karena usianya masih muda, hal ini bisa terjadi karena biasanya pernikahan dini timbul karena tingkat pendidikanya yang rendah, dan hal ini berpengaruh terhadap kualitas pengetahuan suami/istri. Usia yang masih anak-anak, ditambah kematangan biologisnya/mentalnya belum sempurna, jiwa yang masih labil, dan tingkat pendidikan yang rendah, maka hal ini sangat mendukung terhadap terjadinya pertengkaran didalam rumah tangga yang berujung pada perceraian.
4. Factor Agama (Belum mengamalkan agama dengan baik).Â
Orang yang menjalankan shalat lima waktu dalam kehidupan sehari-hari, akan berpengaruh tanggung jawabnya terhadap keluarganya. Hal ini akan menciptakan jiwa yang sabar saat menghadapi masalah. Selain itu, akan timbul motivasi didalam dirinya untuk terus berusaha dalam menyelesaikan suatu masalah karena mentalnya dipenuhi harapan terhadap Allah, dan menganggap masalah tersebut adalah suatu ujian dari Allah. Kalau seseorang tidak mengamalkan ajaran agama dengan baik, maka seseorang yang menikah hanya didasarkan pada nafsu belaka, kalau seneng dipakai, kalau tidak senang maka akan ditinggalkan.Â
5. Pengaruh informasi,media sosial
Adanya media sosial menyebabkan seseorang akan terhubung terhadap orang yang sangat banyak. Hal ini bisa berpengaruh terhadap adanya pihak ketiga dan bisa terjadi perselingkuhan. Selain itu, adanya sinetron yang menayangkan gaya hidup yang gonta-ganti pasangan dan perceraian, secara tidak langsung akan mempengaruhi motifasi seseorang untuk menirunya.Â
6. Moral yang buruk
Moralitas yang buruk akan berpengaruh terhadap tanggung jawab Suami terhadap keluarganya. Selain itu hal ini juga bisa memicu terjadinya KDRT. Suami tidak bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik. Keluarga yang demikian tentu akan rentan terjadi perceraian.Â
Adapun alasan perceraian sebagai berikut: suami tidak tanggung jawab, suami tidak memberi nafkah, terjadi perselingkuhan, terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa diselesaikan, tinggal wajib, belum dikarunia anak, salah satu pasangan meninggalkan kewajiban.
C. Dampak dan Akibat Perceraian
Perceraian bisa menjadi keputusan yang sulit, tetapi penting untuk memikirkan kerugian yang mungkin dialami setiap anggota keluarga. Ini termasuk hal-hal seperti perasaan sakit hati, kemarahan, dan kesedihan.
1. Anak menjadi korban
Ketika orang tua bercerai, itu bisa sangat menakutkan bagi anak-anak. Mereka mungkin merasa takut karena kehilangan ayah atau ibu mereka, atau mereka mungkin merasa sendirian dan takut. Ini dapat berdampak besar pada kinerja sekolah dan kehidupan mereka secara keseluruhan.
Ketika sebuah keluarga pecah, kadang-kadang salah satu atau kedua orang tua mungkin merasa bahwa mantan pasangan mereka mempengaruhi anaknya untuk bersikap negatif terhadap mereka. Hal ini dapat mempersulit anak untuk terbuka tentang masa-masa sulit yang mereka lalui saat remaja. Dalam upaya menghindari masalah ini, beberapa anak mungkin beralih ke pergaulan buruk, narkoba, atau perilaku berisiko lainnya.
2. Dampak untuk orang tua
Bersama dengan anak-anak, orang dewasa dari kelompok yang meninggal yang bercerai mungkin juga mengalami penolakan terhadap keputusan mereka untuk melakukannya. Sebagai penguasa, mereka mungkin hanya merasa takut anak-anaknya yang bercerai akan menderita karena situasi sekarang atau merasa mengerikan karena tindakan orang lain. Karena kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, beberapa anggota masyarakat harus membantu menyiapkan makanan mereka.
3. Bencana Keuangan
Jika suami Anda adalah pencari nafkah utama sebelum perceraian, Anda sama sekali tidak memiliki penghasilan setelahnya, apalagi jika mantan pasangan Anda tidak menawarkan tunjangan. Atau, jika Anda dan pasangan sama-sama menyumbang pendapatan, pendapatan Anda menurun sejak perceraian. Jika Anda memiliki hak asuh atas seorang anak, ini menyiratkan bahwa Anda juga bertanggung jawab untuk membayar pemeliharaan mereka. Yang harus diingat, banyak keluarga yang mengalami penurunan taraf hidup lebih dari 50% setelah perceraian.
4. Masalah pengasuhan anak
Anda sekarang harus menyeimbangkan menjadi ibu dan ayah jika Anda baru saja bercerai. Ada banyak hal lain yang perlu Anda pertimbangkan sendiri, jadi ini bukanlah tugas yang mudah. Selain itu, jika anak Anda mengalami masa remaja yang sulit, Anda harus mendisiplinkan atau merawat mereka dengan cara yang wajar agar mereka berkembang menjadi orang yang baik.
Ketika Anda harus berbagi hak asuh atas anak-anak Anda dengan pasangan Anda, mungkin sulit untuk bersikap adil karena Anda mungkin masih kesakitan karena cara mantan suami memperlakukan Anda. Membicarakan masalah seperti pendidikan atau disiplin anak dapat menimbulkan pertengkaran karena perbedaan pendapat, dan ini bisa menjadi lebih buruk jika melibatkan perasaan sakit hati.
5. Gangguan emosi
Jika Anda terus merasakan cinta pada mantan pasangan setelah bercerai, itu wajar. Keinginan Anda untuk menjadi tua dengan pasangan Anda mungkin sia-sia, meninggalkan Anda dengan kekecewaan yang tajam. Anda mungkin juga khawatir bahwa tidak ada yang akan mencintai Anda lagi atau Anda akan ditinggalkan sekali lagi di masa depan.
Emosi lain yang mungkin Anda rasakan adalah penghinaan atau kemarahan dan kekecewaan yang disebabkan oleh sikap negatif pasangan Anda. Tidak adanya latar di mana Anda bisa menceritakan kisah Anda dan menerima serta memberi kasih sayang juga bisa membuat Anda merasa terisolasi. Depresi akibat perceraian juga dapat mengakibatkan sejumlah masalah kesehatan.
6. Bahaya masa remaja kedua
Seringkali ada fase remaja kedua bagi pasangan yang baru saja bercerai. Dalam upaya memulihkan harga diri mereka yang merosot atau memerangi kesepian mereka, mereka terlibat dalam serangkaian hubungan untuk mengalami kemandirian yang baru ditemukan. Karena tindakan yang dilakukan tidak dipikirkan dengan matang, hal ini dapat menimbulkan masalah baru yang lebih tragis.
Perceraian bukanlah pilihan terbaik karena Anda harus menghadapi kekurangannya. Meskipun sepertinya pernikahan Anda akan segera berakhir, bukanlah ide yang baik untuk mengakhirinya dengan mengajukan gugatan cerai. Demi anak dan keluarga Anda, pertimbangkan untuk menjaga pernikahan Anda. Sebagian besar alasan perceraian adalah karena kegagalan komunikasi, jadi jika pasangan Anda terlihat tidak baik atau tidak mencintai Anda, cobalah untuk mengungkapkannya dengan lembut. Akan merugikan untuk mempertimbangkan berselingkuh.
Solusi ideal bukanlah perceraian. Berpikir panjang dan keras tentang efek perceraian. Banyak contoh menunjukkan bahwa pernikahan bermasalah masih bisa diselamatkan tanpa perlu perceraian.
D. Solusi Mengatasi Perceraian
Sebelum menikah mempelajari masalah-masalah yang mungkin terjadi saat berkeluarga, seringkali pertengkaran antara suami istri disebabkan karena kesalahpahaman antara mereka (komunikasi yang buruk). Maka hal yang harus dilakukan adalah belajar ilmu Komunikasi yang baik, seperti; belajar mendengarkan dengan baik, saling perhatian/pengertian, saling menghormati (tidak mementingkan egonya sendiri) dll.
Bertanggungjawab. Bertanggung jawab bukan berarti memenuhi semua keinginan, akan tetapi memenuhi semua kebutuhan. Bertanggung jawab berarti melaksanakan kewajibannya masing-masing. orang yang bertanggung jawab pasti akan bekerja keras dalam membahagiakan dan mempertahankan keluarganya. Memahamkan sifat tanggung jawab kepada calon pengantin merupakan hal yang sangat penting. Hal ini bisa dilakukan oleh keluarga, ustadz, tokoh masyarakat, atau kepala KUA.
Konsultasi terhadap orang yang hakam (bijaksana)
Bila sudah menikah, dan terjadi masalah yang tak kunjung usai, maka sangat perlu seseorang yang hakam (bijaksana), untuk menyelesaikan/mendamaikan masalah tersebut. Disinilah peran wali nikah yang dibutuhkan, wali nikah harus bisa mendamaikan kedua belah pihak. Suami/istri harus berkonsultasi kepada orang yang bijaksana, bisa dengan keluarga, tokoh masyarakat, atau pemuka agama, untuk mencarikan solusi/untuk melunakkan hati masing-masing.Â
Memahami tujuan pernikahan dengan baik, yaitu untuk beribadah kepada Allah, dengan begitu, seseorang akan bersungguh-sungguh dalam menjaganya (tidak main-main)
Bersikap rasional
Dalam menghadapi masalah sebaiknya bersikap rasional dengan akal sehat dan tidak emosional.
Bersikap realistis tentang proses pemulihan setelah perceraian sangat penting. Pasangan yang bercerai perlu memahami bahwa pemulihan memerlukan waktu dan kerja keras, serta bersiap untuk menghadapi tantangan baru dikehidupan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H