Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Besi Ditempa Selagi Panas

31 Agustus 2022   22:45 Diperbarui: 31 Agustus 2022   22:48 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku datang pada bara tungkumu. Dari wajah tak tercacah. Dari bentuk yang terkutuk. Dari wujud yang tersudut. Dari onggok barang yang terbuang. Membiarkan diri terbakar api.

Aku datang juga pada bara tungkumu. Dari daur sampah sumpah serapah. Dari gudang di sudut belakang. Dari rongsok bersarang kodok. Berdiam diri di tengah kobaran api.

Api menjulang tinggi. Sebentuk cermin merah kromatik. Pemantik rupa perias diri. Titik balik tatkala Ibrahim bercermin dalam kobaran api. Api adalah api. Hakekat api menemui fitrahnya sendiri.

Lalu ... dentang palu bertalu talu. Seperti simfoni orkestra memikat hati. Harmoni lahir dari partitur komposisi para musisi. Tenggelam dalam irama meresap hati.

Pandai besi mengukir ornamen dengan teliti. Sehalus hati terkerat mimpi. Sebentuk rupa yang ia rasa. Selaksa estetika indah tak terkira.

Meski ia datang dari kandang tak terpandang. Begitu luruh pada taman taman persemaian. Bunga bunga indah merekah sedalam hati. Aroma harum menyebar tak bertepi.

Imam Muhayat, Denpasar 31 Agustus 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun