Aku tidak sedang memotret wahana asli di atas Kanvas. Aku juga tidak sedang melukis lekuk warna sedetil adanya.Â
Meski kadang aku berada pada wahana dan warna. Tapi aku lebih bercengkerama dalam bentuk warna yang kusuka. Karena warna sering menyilaukan mata. Bentuk warna-lah menjadikan diriku ada.
Bukankah biru langit datang dari hamparan kedalaman laut. Warnanya memantul di gunung tertutup hijaunya dedaunan. Akar menjalar belukar menghampar meletupkan titik titik air. Rindu danau pada laut terlukis jelas di pintu langit biru.
Lihat... keriangan belibis yang sedang mematok tenggiri. Memanjakan diri pagi hingga siang hari. Â Pada senja tiba. Meski belum sesak isi perutnya, terbang bersarang di rimbun bakau sewarna kehijauan.
Bentuk warna selalu melukiskan jejak suara. Datang dari pelataran puncak menara. Dengar, pergi membelah sunyi. Pada bentuk jendela ilmu tergaris warna menuju pribadi sempurna.
Imam Muhayat, Nusa Dua, 25 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H