Mengapa tidak kau kepalkan tangan saja
Lalu tanganmu meninju langit lantang teriak merdeka
Seperti tegarnya Tjut Nyak Dien dicocok hidungnya
Akibat ulah pengkhianat demi seikat permata?
Hari ini malam terkhir detik-detik gemuruh pekikan merdeka, Jess
Tiang-tiang sudah dipancang kencang-kencang
Lampu-lampu sudah ditata tinggal pencet on-nya
Segunung dwi warna sudah dijahit tinggal kibarnya
Tambur-tambur akan menyulur sederap kaki berambur-ambur di udara
Beduk-beduk gerah siap menggaduk suara ‘dardur’ menikam kegaduhan
Terompet-terompet akan ditiup ribuan pemain kriket pekakkan pendengaran
Kota desa sama riuhnya tak jengah letusan senjata
Jess, hari ini Kamis malam, Jumat esok hari naas pengkhianat dan pengerat
Tak ada sisa waktu lagi yang tepat kita menjerat
Omong kosong dengan kiat-kiat diplomat yang muter-muter sampai kiamat
Sudah masanya mereka kau lumat dengan gigimu yang kuat
Kau robek istananya kita pancang istana kita
Kau tinggal bicara di corong radio pasti di dengar seantero dunia
Jess, mengapa kau tetap merunduk seperti itu?
Apakah kau tidak percaya lagi, aku serdadu pembungkam peluru?
Tentara yang setia pada panglima yang hebat dan perkasa?
Penyerang yang punya kecermatan membaca percakapan senjata?
Jess, tataplah mataku sedalam hatimu
Ribuan jam aku habiskan, gerilya mengaduk belantara dan goa-goa yang siap mematok mangsa?
gerahnya askarku yang rindu kampong ibunya yang lama terkurung?
Dengarkan raungan jiwa mereka yang sudah kalap untuk merdeka, Jess
Kau ini lelaki bukan wanita seperti Tjut Meutia atau Martha Christina atau Nyi Ageng Serang, Jess!
Mengapa kau … ?
“Stop, diam kataku,” sentaknya bangkit dengan tapak tangan terentang
Tatapan matanya tajam seperti elang
Wajahnya merah padam seperti matahari
Bumi seperti bergeletar ikut bersaksi
Angin pun seolah berhenti
Burung-burung kepakkan sayapnya
Lalu suaranya membelah udara membubung menuju pintuNya,
“Yes …! Esok kita sepakat satu kata
Kabar tersiar di seluruh dunia
Satu kata itu adalah merdeka,” pekiknya itu sampai kapan tak pernah sirna
Rumah Gedang, 17.08., Imam Muhayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H