Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jess, Mengapa Kau Merunduk Seperti Itu?

17 Agustus 2016   00:58 Diperbarui: 17 Agustus 2016   01:13 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengapa tidak kau kepalkan tangan saja

Lalu tanganmu meninju langit lantang  teriak merdeka

Seperti tegarnya Tjut Nyak Dien dicocok hidungnya

Akibat ulah pengkhianat demi seikat permata?

Hari ini malam terkhir detik-detik gemuruh pekikan merdeka, Jess

Tiang-tiang sudah dipancang kencang-kencang

Lampu-lampu sudah ditata tinggal pencet on-nya

Segunung dwi warna sudah dijahit tinggal kibarnya

Tambur-tambur akan menyulur sederap kaki berambur-ambur di udara

Beduk-beduk gerah  siap menggaduk suara ‘dardur’ menikam kegaduhan

Terompet-terompet akan ditiup ribuan pemain kriket pekakkan pendengaran

Kota desa sama  riuhnya tak jengah letusan senjata

Jess, hari ini Kamis malam, Jumat esok hari naas pengkhianat dan pengerat

Tak ada sisa waktu lagi yang tepat kita menjerat

Omong kosong dengan kiat-kiat diplomat yang muter-muter sampai kiamat  

Sudah masanya mereka kau lumat dengan gigimu yang kuat

Kau robek istananya kita pancang istana kita

Kau tinggal bicara di corong radio pasti di dengar seantero dunia

Jess, mengapa kau tetap merunduk seperti itu?

Apakah kau tidak percaya lagi, aku serdadu pembungkam peluru?

Tentara yang setia pada panglima yang hebat dan perkasa?

Penyerang yang punya kecermatan membaca percakapan senjata?

Jess, tataplah mataku sedalam hatimu

Ribuan jam aku habiskan,  gerilya mengaduk belantara dan goa-goa yang siap mematok mangsa?

gerahnya askarku yang rindu kampong ibunya yang lama terkurung?

Dengarkan raungan jiwa mereka yang sudah kalap untuk merdeka, Jess

Kau ini lelaki bukan wanita seperti Tjut Meutia atau Martha Christina atau Nyi Ageng Serang, Jess!

Mengapa kau … ?

“Stop, diam kataku,” sentaknya bangkit dengan tapak tangan terentang

Tatapan matanya tajam seperti elang

Wajahnya merah padam seperti matahari

Bumi seperti bergeletar ikut bersaksi

Angin pun seolah berhenti

Burung-burung kepakkan sayapnya

Lalu suaranya membelah udara membubung menuju pintuNya,

“Yes …! Esok kita sepakat satu kata

Kabar tersiar di seluruh dunia

Satu kata itu adalah merdeka,” pekiknya itu sampai kapan tak pernah sirna

Rumah Gedang, 17.08., Imam Muhayat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun