Labbaikallah, talbiyahku untuk musafir
Jalan sepi yang mereka susuri
Tapi gemuruh jiwa gaduh mengali
Rindu pertemuan dengan Ilahi
Labbaikallah, talbiyahku menyorong ke belantara luas
dikala si manis menjadi ladang pesta buas
ceceran darah tambah jadi pemuas
gemuruh talbiyah menimangmu ke arah sorga tak terbatas
Labbaikallah, talbiyah itu ambur
Di ombak perahu lebur
Menyatu bersama dalam doa doa yang tak pernah sirna
Mereka yang  terberi umur  kuatkan syukur
Mereka yang duluan pulang lapangkan jalan
Labbaikallah, talbiyahku menyapa pinggiran kota
Rumah nafas sampah lumat di ujung lidah
Kehidupan memang terasa tak ada pilihan
Rasanya akan terus berjalan, jika kekuasaan alfa merencanakan
Labbaikallah, talbiyahku tengadah tangan
Menghimpun air mata
Pada lelaki punggawa negeri target perburuan
Selimut dukaku supaya bangkitnya nyali tak surutkan perjuangan
Rumah Gedang, 14.08, Imam Muhayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H