Sudah menjadi fitrah manusia, dinamika pengetahuan dan ketrampilan manusia itu selalu berkembang. Berbekal dengan kedua potensi tersebut, maka peningkatan berbagai kebaikan dan kondisi hidup akan sepadan dengan yang diusahakannya. Suatu bangsa dalam mencapai kemajuan dan kemakmurannya tentu tidak datang tiba-tiba. Tetapi apa yang telah mereka capai itu dilewatinya dengan berbagai usaha dan keteguhannya dalam mengurai berbagai tantangan yang tidak mudah. Karena itu, mensikapi kemajuan, keluhuran, dan kemakmuran suatu bangsa yang mereka capai dengan cara-cara yang baik, bukan suatu sikap mulia kedengkian selalu dikobarkan. Akan lebih bijaksana manakala dapat mengambil pelajaran apa yang telah mereka usahakan.
Energy-BBM pada awal-awal menjelang masa keemasannya bisa jadi diliputi berbagai ketidakadilan. Perimbangan pendapatan antara pemilik modal yang merangkap mekanisme produksi hingga hasil dengan penguasa SDA Â mungkin dirasakan adanya penjomplangan. Realitas semacam itu kemudian tumbuhkembangnya kiat-kiat untuk mensejajarkan hasil yang dapat dirasakan bersama. Diantara kiat itu adalah bersatunya negara-negara pengekspor minyak berafiliasi dalam suatu organisasi bernama OPEC. Karena berbagai kepentingan dan berbagai perbedaan ideology, politik dan perbedaan kepentingan lainnya, organisasi OPEC pun akhirnya belum cukup efektif untuk proteksi minyak dalam berbagai tujuan.
Kenyataan itu mendorong sejumlah Negara, yaitu Mesir, Suriah, dan Bahrain mengambil inisiatif membentuk organisasi terbatas dengan nama OAPEC (Organization of Arab Petroleum Exporting Countries) dengan tujuan pengendalian sektoral minyak mereka. Di mana pengendalian minyak suatu waktu dapat dikendalikan pada forum yang lebih luas atau sebaliknya. Forum ini tentu berakibat pada penurunan laba pemilik modal pada satu sisi tetapi tidak terjadi penurunan laba dalam berbagai sector lain pastinya.
Fenomena politik minyak dunia itu semakin membangkitkan Korporasi minyak multinasional, dan semakin cerdas dan kokohnya langkah-langkah legal yang mereka lakukan sesuai dengan hukum perdangan internasional. Hal itu, seperti dilakukan oleh korporasi minyak multinasional diantaranya; 1. Standard Oil of California (Socal), 2. Texas Company (TEXACO), 3. Standard Oil of New Jersey (Exxon), 4. Socony-Vacuum Oil Company (sekarang mobil), 5. British Petroleum dan Royal Dutch Shell. 6. Campanie Francaise des Petroles (CFP), 7.Ente Nazionale Indrocarbuni (ENI) Italia. Eksistensi mereka mendapat dukungan dan perlindungan penuh dari negara-negara industry Barat yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). EEC (European Economic Community). Agar tidak sering kehilangan muka dalam percaturan politik minyak di antara korporasi mereka, selanjutnya Amerika, Negara adidaya itu, mengorganisasi semua Negara industry maju lewat pintu Badan Energi Internasional (IEA).
Yang masih menggembirakan sehubungan dengan korporasi minyak dunia, regional, nasional, ternyata masih ada semacam sedekah yang dilakukan negara-negara pengekspor minyak. Diantaranya bantuan yang dilakukan oleh organisasi: KFAED (Kuwait Fund for Economic Develepment), The Abu Dhabi Fund for Economic Development, The Saudi Arabia Fund for Development, The Kuwait Investment Company. ABEDA (The Arab Bank for Economic Development of Africa), SAAFA (Special Arab Aid Fund for Africa), IDB (Islamic Development Bank), OAPEC Special Funds, The Arab Fund for Economic and Social Development. Selanjutnya, bagaimana dengan Indonesia yang sama-sama anggota OPEC melihat bantuan tersebut? Bukankah subsidi BBM dapat dipersepsikan semacam itu? Tanyakan pada laut yang bergelombang.(Telaah dari berbagai sumber). Imam Muhayat, Bali, 30 Agustus 2014. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H