Akan tetapi yang lebih penting adalah konsekuen untuk belajar bahasa Inggris secara terus menerus, mengingat bahasa Inggris membutuhkan latihan secara kontinue. Frekuensi penggunaan bahasa inggris aplikatif akan membentuk kemampuan dan ketrampilan berbahasa hingga dapat difungsikan untuk komunikasi dengan turis asing dengan lancar.
Menyimak dengan seksama. Menyaksikan secara langsung dan mendengarkan dari dekat kemampuan bahasa Inggris pedagang asongan di Pantai Kuta, Bali, Â menjadi sesuatu yang menarik bagi penulis untuk mengetahui proses kemampuan berbahasa Inggris pedagang asongan di Pantai Kuta, Bali itu.
Sesungguhnya Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penguasaan berbahasa Inggris pedagang asongan di Pantai Kuta, Bali, hingga lancar dan fasih berbahasa Inggris? Benarkah metode natural approach/oral aproach yang terkondisi dengan baik sesuai dalam konsep teorinya yang dipraktikan oleh pedagang asongan di Pantai Kuta Bali? Pedagang asong pria wanita sama-sama lancarnya berbahasa Inggris, apakah yang melatarbelakangi semua itu? Pertanyaan-pertanyaan itu menggelayuti pikiran penulis saat menyaksikan cas, cis, cus-nya para pedagang asong berbahasa Inggris dengan turis asing di Pantai Kuta, Bali.
Jawaban sementara bahwa mungkin benar bahasa adalah lambang curahan perasaan manusia. Apabila lambang atau simbul itu difungsikan sebagai teknik teori, maka bahasa pun condong sebagai bentuk bahasa teoritik. Sebaliknya, apabila bahasa itu difungsikan sebagai teknik aplikasi perasaan, maka bahasa pun akan cepat memberi pengertian kepada seseorang secara praktis dan akan lebih bersifat komunikatif dibandingkkan apabila bahasa tidak difungsikan sebagai tujuan bahasa yang sebenarnya, yaitu sebagai alat komunikasi.
Dari paparan di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian sementara apabila seseorang sering mendengar atau menyimak ucapan suatu bahasa secara berulang-ulang utamanya dari native speaker, kemudian mempraktikan secara kontinue maka lambat atau cepat seseorang akan mampu mengucapkan sebagaimana para native speaker itu mengucapkan ungkapan komunikasi.
Keunikan yang saya lihat di Pantai Kuta, Bali, penulis terdorong untuk menyimak lebih dekat atas indikasi positif dalam proses penguasaan bahasa Inggris bagi non-native speaker/bukan pengguna/bukan aseli pemilik bahasa ibu, seperti halnya pedagang asong ini, tetapi dapat menguasai dengan sempurna dalam pengungkapan, logat, ekspresi yang nampak pada wajah-wajahnya. Dengan alasan keunikan ini saya menulis apa yang saya lihat sehingga dapat mengungkap proses penguasaan berbahasa Inggris mereka, tentu ada beberapa hal yang lebih istimewa karakteristik dalam penguasaan berbahasa Inggris bagi pedagang asong di Pantai kuta:
1.Sejak tahun1989 pemerintahan Pak Harto telah mencanangkan Tahun Sadar Wisata, saat itu pulalah Indonesia semakin lebih banyak kedatangan tamu asing untuk menikmati keindahan Indonesia, dalam hal ini Pantai Kuta, Bali. Maka, bersamaan itu pula tentu pariwisata memerlukan banyak dukungan semua pihak, baik kalangan swasta apalagi instansi pemerintah. Tentunya tidak dapat dikesampingkan seperti pedagang asongan ini. Karena, mereka justru sebagai ujung tombak duta pariwisata juga, yang senantiasa akan selalu berhadapan dengan turis asing juga turis domistik. Bahasa menunjukkan Bangsa, maka tutur kata yang baik dan komunikatif, enak didengar dan dapat terjalinnya komunikasi yang harmonis dan baik tentu akan sangat mendukung produk pariwisata itu.
Di sinilah perlunya kita mengetahui, bagaimana para pedagang asong di Pantai Kuta, Bali itu dapat berhadapan dengan bahasa turis? Bagaimana proses berbahasa mereka sebenarnya? Sebab, dari modal bahasa mereka akan mengarah kepada seluruh dimensi aspek kepariwisataan, bahkan menyangkut nilai sebuah bangsa. Baik-buruknya sistem komunikasi mereka dengan turis akan mempengaruhi produk pariwisata juga. Dengan demikian mengadakan pembinaan bagi mereka jauh akan lebih potensial pariwisata Bali.
2.Selama ini masih timbul anggapan bahwa pedagang asongan Pantai Kuta, Bali berbahasa Inggris dengan bahasa yang tidak lazim digunakan oleh umumnya penutur asli. Namun pada sisi lain adanya kenyataan, pedagang asong itu pun belajar berbahsa Inggris lewat buku atau bekal dari tamatan sekolah. Baru kemudian mereka terjun langsung di areal perdagangan di Pantai Kuta, Bali. Karena itu apabila ingin membuktikan hal baru tentang berbahasa mereka tidak lain menyamar sebagai turis agar bisa mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana mereka menggunakan bahasa Inggris dengan baik atau sebaliknya.
3.Setelah mengadakan penjajakan dengan seksama, bahwa dengan jujur dapat dikatakan bahwa pedagang asongan di Pantai Kuta, Bali itu justru lebih mampu mengekpresikan penggunaan bahasa Inggris dengan turis lebih baik dibanding mereka yang belajar dengan baik tetapi tidak pernah mempraktikan bahasa Inggrisnya. Terlepas dari anggapan salah benar dari segi kaidah bahasa, yang jelas adalah mereka dapat mengadakan komunikasi dengan turis dan kemudian terjadi transaksi jual beli. Artinya keberhasilan berbahasa sebagai media komunikasi telah terbukti efektif berdasar azas manfaat bahasa alat komunikasi.
4.Dengan melihat, menyaksikan dan mendengar dari dekat, kemudian saya menuliskannya di Kompasiana dengan harapan ada manfaat yang lebih dibanding saya hanya menyaksikan secara langsung, kemudian hasil pengalaman itu hanya saya jadikan pengalaman sendiri.