Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cincin Api Karakter Geografi Indonesia, Bagaimana Antisipasinya?

21 Oktober 2014   19:31 Diperbarui: 8 November 2015   21:34 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Subur makmur tetapi juga harus disadari ada banyak risiko yang menantang!

Indonesia mempunyai geografi yang sangat subur dan cenderung dapat memetik kemakmuran karena berada sepanjang Katulistiwa. Potensi alam melimpah-ruah. Jumlah penduduk termasuk ranking besar di antara penduduk belahan dunia. Namun, disamping potensi-potensi itu ada risiko-risiko besar yang harus disadari bagi seluruh bangsa Indonesia.

Dengan kesadaran itu dapat mengantisipasi sedini mungkin peristiwanya dan dapat menanggulangi bencana dengan profesional untuk meminimalisasi korban apabila terjadi bencana. Manajemen bencana merupakan keniscayaan. Karena itu manajemen profesional penangan bencana riskan dilupakan  oleh bangsa Indonesia.

Sebagaimana Indonesia berada pada lempengan Austronesia yang sangat rawan terjadi longsor besar bumi dan menimbulkan gempa bumi dan tsunami besar. Indonesia juga dikepung dengan sejumlah gunung berapi yang masih aktif yang sewaktu-waktu siap memuntahkan laharnya. Badai topan tidak jarang melewati Indonesia karena dengan climate change umumnya di seluruh belahan dunia. Belum lagi dengan risiko-risiko terkait dengan transportasi darat, laut, udara harus kita sadari semua. Suprastruktur dan infrastruktur yang kita miliki terkait dengan manajemen bencana perlu peningkatan kualifikasinya, agar dapat mengatasi secara maksimal untuk mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi.

Karena itu bagaimana pun juga pada pemerintahan Pak Jokowi-JK agar tidak sampai mengabaikan apalagi melupakan antisipasi bencana yang selama ini dapat kita saksikan bersama. Misalnya, tsunami Aceh beberapa tahun lalu, gemapa bumi Yogyakarta, korban lahar panas dan dingin dengan wedus gembel Yogyakarta. Gunung Sinabung aktif, kini juga gunung Rinjani yang sedang erupsi, kecelakaan kapal laut, pesawat udara, kecelakaan jalan raya. Anjloknya rel kereta api dari bantalan relnya. Kecelakaan pekerja yang sedang mengerjakan sesuatu di kawasan jauh di dasar bumi. Dan masih banyak lagi berbagai risiko yang dapat menelan korban jiwa yang memang seharusnya menjadi perhatian kita bersama untuk meminimais risiko, yaitu dengan memberikan perhatian lebih, dapat menyantuni korban dan menangani berbagai keterpurukan dalam ketahanan mental/psikologis agar dapat bangkit dari suasana bencana.

"Dokumen Al-Fattah, bersama mengunjungi Puncak Merapi, bersatu dengan tiga lembaga sekaligus"]

Semua itu tidak akan dapat tertangani dengan baik, manakala struktur penataan sistem manajemen bencana tidak dikemas sedemikian rupa dengan pola yang hebat pula. Bagaimana juga dengan instrumen/peralatan yang sudah kita miliki untuk keperluan itu semua (?) menjadi pertanyaan tersendiri. Bukan berarti dengan persiapan dan perhatian semacam ini kita suka menantikan bencana, tetapi eksistensi bangsa yang terhormat adalah orientasi makna satu korban jiwa yang menjadi korban dalam suatu peristiwa bencana itu sudah terlalu banyak. Untuk mengantisipasi itulah pencermatan masalah manajemen bencana boleh jadi prioritas utama.

Karena itu, sekecil apa pun sebagai individu dan bagian dari masyarakat Indonesia kita selalu terngiang-ngiang agar dapat melakukan aktivitas yang dapat meringankan beban yang sedang dilanda bencana dan dapat menolong sesuai kemampuan fisik yang saya miliki atau sekadar dapat memberikan yang sesuai kemampuan atau mengordinasi untuk kepentingan peringanan beban melalui suatu gerakan tertentu untuk keperluan tersebut.

"Dokumen Al-Fattah, mengantarkan sumbangan peduli dari Mushola Jabal Nur, Masjid Agung Ibnu Batutah, dan Masjid Al-Fattah, Jimbaran, Bali"]

1413868636247345393
1413868636247345393

Menurut apresiasi saya, seseorang yang selalu dapat menolong sesamanya merupakan suatu kehormatan dan berkah dalam menjalani hidup. Juga tidak lain merupakan ekspresi amal ibadah yang tentu semua itu telah dituntunkan dalam berbagai nilai dan norma agama. Agar dapat melakukan hal-hal tersebut kita usahakan dapat lebih dekat dengan individu, masyarakat, dan sejumlah komunitas, organisasi sosial, kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan sejumlah kelembagaan yang mempunyai struktur yang jelas sehingga dapat memudahkan olah koordinasi dan memobilisasi untuk kepentingan yang positif.

Misalnya semacam berbagai kepedulian. Untuk dapat berbuat dan melakukan sesuatu terkait hal tersebut di atas tentu harus mempunyai kemampuan, ketrampilan tertentu dan khusus. Dengan ketrampilan tertentu dan khusus akan dapat mengakses sedemikian rupa apa yang seharusnya kita lakukan untuk menghadapi suatu kejadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun