Indonesia Subur makmur tetapi juga harus disadari ada banyak risiko yang menantang!
Indonesia mempunyai geografi yang sangat subur dan cenderung dapat memetik kemakmuran karena berada sepanjang Katulistiwa. Potensi alam melimpah-ruah. Jumlah penduduk termasuk ranking besar di antara penduduk belahan dunia. Namun, disamping potensi-potensi itu ada risiko-risiko besar yang harus disadari bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dengan kesadaran itu dapat mengantisipasi sedini mungkin peristiwanya dan dapat menanggulangi bencana dengan profesional untuk meminimalisasi korban apabila terjadi bencana. Manajemen bencana merupakan keniscayaan. Karena itu manajemen profesional penangan bencana riskan dilupakan  oleh bangsa Indonesia.
Sebagaimana Indonesia berada pada lempengan Austronesia yang sangat rawan terjadi longsor besar bumi dan menimbulkan gempa bumi dan tsunami besar. Indonesia juga dikepung dengan sejumlah gunung berapi yang masih aktif yang sewaktu-waktu siap memuntahkan laharnya. Badai topan tidak jarang melewati Indonesia karena dengan climate change umumnya di seluruh belahan dunia. Belum lagi dengan risiko-risiko terkait dengan transportasi darat, laut, udara harus kita sadari semua. Suprastruktur dan infrastruktur yang kita miliki terkait dengan manajemen bencana perlu peningkatan kualifikasinya, agar dapat mengatasi secara maksimal untuk mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi.
Karena itu bagaimana pun juga pada pemerintahan Pak Jokowi-JK agar tidak sampai mengabaikan apalagi melupakan antisipasi bencana yang selama ini dapat kita saksikan bersama. Misalnya, tsunami Aceh beberapa tahun lalu, gemapa bumi Yogyakarta, korban lahar panas dan dingin dengan wedus gembel Yogyakarta. Gunung Sinabung aktif, kini juga gunung Rinjani yang sedang erupsi, kecelakaan kapal laut, pesawat udara, kecelakaan jalan raya. Anjloknya rel kereta api dari bantalan relnya. Kecelakaan pekerja yang sedang mengerjakan sesuatu di kawasan jauh di dasar bumi. Dan masih banyak lagi berbagai risiko yang dapat menelan korban jiwa yang memang seharusnya menjadi perhatian kita bersama untuk meminimais risiko, yaitu dengan memberikan perhatian lebih, dapat menyantuni korban dan menangani berbagai keterpurukan dalam ketahanan mental/psikologis agar dapat bangkit dari suasana bencana.
"Dokumen Al-Fattah, bersama mengunjungi Puncak Merapi, bersatu dengan tiga lembaga sekaligus"]
Semua itu tidak akan dapat tertangani dengan baik, manakala struktur penataan sistem manajemen bencana tidak dikemas sedemikian rupa dengan pola yang hebat pula. Bagaimana juga dengan instrumen/peralatan yang sudah kita miliki untuk keperluan itu semua (?) menjadi pertanyaan tersendiri. Bukan berarti dengan persiapan dan perhatian semacam ini kita suka menantikan bencana, tetapi eksistensi bangsa yang terhormat adalah orientasi makna satu korban jiwa yang menjadi korban dalam suatu peristiwa bencana itu sudah terlalu banyak. Untuk mengantisipasi itulah pencermatan masalah manajemen bencana boleh jadi prioritas utama.
Karena itu, sekecil apa pun sebagai individu dan bagian dari masyarakat Indonesia kita selalu terngiang-ngiang agar dapat melakukan aktivitas yang dapat meringankan beban yang sedang dilanda bencana dan dapat menolong sesuai kemampuan fisik yang saya miliki atau sekadar dapat memberikan yang sesuai kemampuan atau mengordinasi untuk kepentingan peringanan beban melalui suatu gerakan tertentu untuk keperluan tersebut.
"Dokumen Al-Fattah, mengantarkan sumbangan peduli dari Mushola Jabal Nur, Masjid Agung Ibnu Batutah, dan Masjid Al-Fattah, Jimbaran, Bali"]
Menurut apresiasi saya, seseorang yang selalu dapat menolong sesamanya merupakan suatu kehormatan dan berkah dalam menjalani hidup. Juga tidak lain merupakan ekspresi amal ibadah yang tentu semua itu telah dituntunkan dalam berbagai nilai dan norma agama. Agar dapat melakukan hal-hal tersebut kita usahakan dapat lebih dekat dengan individu, masyarakat, dan sejumlah komunitas, organisasi sosial, kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan sejumlah kelembagaan yang mempunyai struktur yang jelas sehingga dapat memudahkan olah koordinasi dan memobilisasi untuk kepentingan yang positif.
Misalnya semacam berbagai kepedulian. Untuk dapat berbuat dan melakukan sesuatu terkait hal tersebut di atas tentu harus mempunyai kemampuan, ketrampilan tertentu dan khusus. Dengan ketrampilan tertentu dan khusus akan dapat mengakses sedemikian rupa apa yang seharusnya kita lakukan untuk menghadapi suatu kejadian.
Contoh real yang kita lakukan adalah harus mengetaui dan memahami, mempraktikkan  secara teknis bagaimana agar dapat memerankan diri sebagai individu sosok penolong pertama yang benar bagi orang yang menderita, sedang mengalami kecelakaan atau yang lainnya. Karena itu, yang harus kita lakukan agar mempunyai kemampuan teknis secara benar. Dan pengetahuan itu hanya bisa kita dapatkan dari pelatihan yang harus diikuti. Tepatnya pada tanggal 25 Maret 2007 benar saya mendapatkan pelatihan itu sebagai utusan dari salah satu organisasi yang saya geluti. Yaitu pelatihan tanggap bencana yang diselenggarakan PMI Bali.
[caption id="attachment_330302" align="aligncenter" width="300" caption="Mengikuti Pelatihan Teknis Tanggap Bencana di PMI Provinsi, Bali"]
Dengan pengalaman itu, kemudian dapat saya getok-tularkan pada orang lain, misalnya pada tahun berikutnya, 2008, memaknai nuansa Ramadhan disamping saya dapat mempresentasikan ide-ide manajemen bencana saya juga mengundang PMI Provinsi Bali mengadakan aksi peduli tanggap bencana yang saya adakan di Mushola Jabal Nur, Nusadua, Bali.
Sungguh tidak saya bayangkan akhirnya yang mengikuti acara tersebut membludak dan mereka dapat mengetahui secara teknis bagaimana dapat berikhtiar menyelamatkan diri dari bencana, misalnya gempa bumi, tsunami, banjir bandang, petir, gunung meletus atau menyelamatkan anak-anak balitanya dari ketidak-amanan di dalam rumah sendiri sekali pun. Sungguh dengan terselenggaranya acara itu saya merasa bahagia dari sedikit pengalaman dapat saya bagikan kepada umat dan masyarakat.
Sebelumnya juga kita berupaya mempunyai aksi yang bermanfaat, yang kebetulan saat itu sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Haji (PPIH) 2002, Kabupaten Badung. Dalam waktu hampir bersamaan terjadi musibah tanah longsor di Kabupaten Buleleng, Bali yang memakan 7 orang korban. Aksi Peduli Bencana kita gelar di Gedung pemberangkatan Jamaah Haji pada 4 Februari 2002 dan mendapatkan cukup banyak sumbangan untuk meringankan saudara-saudara kita Hindu yang sedang dilanda musibah dan duka.
[caption id="attachment_330304" align="aligncenter" width="300" caption="Dokumen pribadi: Peduli Haji untuk Bencana Buleleng, Bali"]
Saat terjadi gempa bumi di Yogyakarta, kebetulan saat itu kita sedang menghadiri acara di Pondok Modern Gontor Ponorogo, atas arahan Ketua Majelis Ulama Provinsi Bali bersama dalam satu rombongan, kita langsung meluncur ke Yogyakarta untuk mengadakan peninjauan awal hingga dini hari di sejumlah sudut dari ujung kota Bantul Yogyakarta hingga wilayah Kota dan merangsak ke daerah Kaliurang. Awal identifikasi selesai pada tengah malam kemudian kami laporkan langsung kepada Ketua MUI Kabupaten Badung untuk mengambil langkah-langkah dan kemudian terbentuk aksi untuk Yogyakarta.
Juga pada saat peristiwa Merapi kami mengadakan gerakan peduli merapi dengan merapatkan barisan berbagai pos yaitu Masjid Al-Fattah Jimbaran, Masjid Agung Ibnu Batutah, Nusadua, dan Mushola Jabal Nur, Nusadua mengadakan aksi serupa mengunjungi langsung tempat kejadian dan mengantarkan hasil aksi yang digelar selama di Bali di lingkungan ketiga kelembagaan keagamaan tersebut. Bagaimana pun suatu Aksi untuk Indonesia memang sangat bermafaat untuk membangun hidup dalam kebersamaan dalam konteks power of giving yang secara langsung tumbuhkembangnya kasih sayang antar sesama atau untuk membenahi penataan lain yang lebih baik terkait kebutuhan keumatan. Imam Muhayat. Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H