Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bersyukur, Sholat Jumat Masih Bisa di Hamparan Jalan/Taman

29 Oktober 2014   21:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:15 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_331902" align="aligncenter" width="700" caption="Foto: Persiapan sholat Jumat di halaman dan taman, dokumen pribadi"][/caption]

Aktivitas menarik hati yang sering saya lakukan, apabila pada hari Jumat tidak ada jadwal, saya sering memanfaatkan salat Jumat di tempat lain. Tujuan saya ingin mengetahui kondisi umat di Bali. Saya dapat merasakan psikis umat secara mendalam. Saya dapat memberikan empati dan simpati sesama Muslim di Bali. Tentu ingin merasakan decak kagum, rasa haru, dan rasa simpatik saya kepada Saudara Hindu Bali yang dengan sukarela ikut mengamankan dan mengatur arus lalu lintas, ketertiban, keamanan, kenyamanan, dan kedamaian saat umat muslim melaksanakan ibadah Jumat yang tidak bisa dilakukan di rumah sendiri, tetapi wajib berjamaah.

Salat Jumat umumnya dilaksanakan di Masjid atau Mushola. Hari Jumat sejumlah masjid dan mushola di Bali umumnya penuh sesak pada saat sholat Jumat. Daya tampung tempat-tempat ibadah sangat terbatas untuk melaksanakan sholat Jumat. Luapan jamaah yang melaksanakan ibadah tersebut, terutama di wilayah Badung, Denpasar tidak dapat tertampung di dalam ruangan. Lahan kosong, kebun, taman, dan tanah lapang, jalan umum, atas koordinasi panitia dengan lingkungan setempat, dimanfaatkan untuk melaksanakan sholat Jumat. Kondisi semacam itu, manakala tanpa koordinasi dengan baik, maka tidak mungkin hal semacam itu bisa terlaksana dengan nyaman. Koordinasi dengan lingkungan sangat penting sekali, sehingga tetap terpeliharanya suasana tetap kondusif.

Saya dapat merasakan betapa indahnya suasana kehidupan antarumat beragama di Badung-Denpasar yang selama ini saya saksikan bahwa kerjasama antarumat dalam hal ini saling memberikan perhatian dan dukungan tidak hanya sekadar wacana belaka. Transformasi nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan terkait langsung dalam kepedulian pelaksanaan ibadah. Ibadah sebagai prinsip dalam keberagamaan, tentu tidak ada yang lebih istimewa dari harga apa pun. Sikap arif dan bijak dalam suatu apresiasi pelaksanaan ritual ibadah tidak ternilai harganya sehingga terlalu mahal risiko-risiko dampak politisasi agama dalam segenap kehidupan. Agama memang tidak tepat masuk dalam ranah konflik politik, karena agama tidak pernah ingin mencapai puncak kekuasaan, tetapi agama selalu lebih mengedepankan harkat kemanusiaan.

Bali tergolong berhasil dalam mengelola hubungan antarumat beragama. Betapa pun pernah saat-saat titik nadir sempat menghampiri umat beragama di Bali, dengan provokasi dahsyatnya, justru masyarakat Bali dapat mengatasinya secara down cold (bukti kesempurnaan bijak bestarinya). Layak kiranya semua bersyukur kepadaNya, tidak terjadi penghancuran massal. Itu semua tidak terlepas dari keberhasilan mekanisme kerja yang berkelanjutan yang dipolakan dalam sinergisme antarstruktural dan fungsional berbasis karifan lokalnya. Bali, Imam Muhayat, 29 Oktober 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun