Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Potensi Maritim, Tol Laut Pertanda Awal Kehancuran Indonesia

12 November 2014   20:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:58 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana program pemerintah dengan tol laut membelah kawasan Indonesia Timur mungkin secara distribusi dan mobilisasi ekonomi dari Sabang sampai Meraoke memang tambah lancar dan tanpa halangan sedikit pun. Mobilisasi orang, barang , kebaikan, kejahatan, adat, budaya, dll., semakin menyebar seluruh Indonesia.

Ini mungkin yang diimpikan oleh pemerintahan Bapak Presiden Jokowi JK. Kalau perspektif ekonomi dan kelancaran komunikasi antar suku bangsa memang mungkin ada benarnya. Namun, apabila mencermati lebih jauh lagi tentang realitas karunia wilayah Indonesia yang diberikanNya kepada kita seperti ini, tentu perlu pikir dua kali.

Sesungguhnya dengan laut itu luar biasa potensi yang ada di dalamnya. Maka kalau tidak dapat mengelola atau malah justru merusak laut akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia. Artinya, Indonesia akan kehilangan separoh andalan dan kebanggaan Indonesia karena tol laut itu. Sayang, anak cucu akan menyesali kerusakan yang ditimbulkan oleh kerusakan laut itu.

Secara faktual, apabila laut sudah menjadi mobilisasi yang padat dan menjadi keseharian yang tidak terkendali sudah jelas banyak risiko-risiko yang akan ditimbulkan. Utamanya kekayaan biota laut akan sulit lagi kita temukan di perairan Indonesia. Akhirnya permasalahan baru akan muncul lagi, suatu saat kita akan impor daging ikan laut segar dari negeri tetangga atau mereka yang pandai mengelola lautnya. Dan selanjutnya kita hanya dapat panasnya tol laut saja.

Belum lagi dana untuk membangun itu dana asing yang bukan dana dingin dari tangan Indonesia sendiri. Sudah dapat dipastikan kita hanya akan mendapat cipratan-cipratan rezeki dari suprastruktur yang dibangun oleh Bapak Presiden Jokowi-JK. Kalau hanya cipratan-cipratan rezeki itu saja, dengan alamiahnya laut kita, malah seluruh bangsa Indonesia dapat menikmati hasil laut yang terjaga itu. Belum lagi generasi bangsa Bapak Presiden Jokowi JK tercatat dalam sejarah sebagai generasi yang menanggung dosa politik karena laut yang rusak tidak terkendali.

Karena itu, sebagai catatan saya, pembangunan tol laut yang menggunakan dana investasi asing bukan suatu langkah yang cerdas. Dana asing cenderung hanya akan menyesal di belakang. Coba retrospeksi lagi, masih segar dalam ingatan kita, hubungan dengan IMF buru-buru kita kejar pelunasannya dengan segudang emas para orang miskin di kampong-kampong waktu itu. Tetapi kini, mengapa malah justru membuka babak baru lagi, yang esensinya sama saja.

Karena itu kompasianer, menimbang pertama, antara manfaat dan mudaratnya lebih besar mudaratnya daripada manfaatnya bagi bangsa Indonesia, sudah selayaknya hal seperti itu dapat kita hindari bersama.

Kedua, kerusakan laut di seluruh Indonesia sudah kelihatan di depan mata, manakala realisasi tol laut itu mulus menjadi kebijakan perintahan Bapak Jokowi JK. Hal semacam ini bukan menghalang-halangi program kerja pemerintah, tetapi penjagaan potensi Indonesia harus selalu kita kawal bersama dan dapat dikelola sepanjang masa.

Ketiga, anak bangsa kita sudah ahli pembuatan kapal dan pabrik-pabrik kapal kita sudah lumayan dan dikenal oleh negara lain, misalnya dengan PT PAL Surabaya. Bagaimana mungkin dengan pabrik yang sudah besar itu akan tidak produktif lagi karena setidaknya tol laut akan mengurangi produksi PT PAL Surabaya.

Keempat, untuk memperkuat mobilisasi antar pulau di samping masih sangat mungkin dijangkau dengan penguatan produksi besar-besaran dengan PT PAL Surabaya, juga kita punya PT Dirgantara Indonesia. Manakala kita tetap memberikan apresiasi yang besar terhadap semua itu, tentu akan dapat menopang lebih jauh lagi keperluan transportasi murah antar pulau di Indonesia.

Kelima, setiap presiden baru Indonesia cenderung melirik karya baru lagi. Tetapi tidak tertarik meneruskan yang sudah dimulai. Kalau hal ini tidak dikritisi, dapat dipastikan program, manajemen berbangsa dan bernegara kita hanya pandai mengajukan konsep bangun jatuh runtuh, dan tak berdaya lagi saja. Karena itu sudah saatnya hal semacam ini perlu kita kritisi dan cermati agar dalam konsep membangun lebih tepat bagi bangsa Indonesia.

Keenam, Indonesia jaya dan dihormati bangsa lain karena lautnya. Bukan berarti untuk berjaya dan dihormati dengan jalan tol itu. Potensi dan kekayaan laut yang melimpah-ruah apabila dapat dikelola dengan baik, kita akan lebih jaya dan dihormati oleh bangsa lain. DIHORMATI?

DIHORMATI BUKAN PILIHAN SAYA, SEBAGAI BAGIAN DARI ANAK BANGSA INDONESIA DENGAN CARA MEMBANGUN  TOL LAUT. TETAPI, KAMI INGIN MENJADI BANGSA YANG TERHORMAT KARENA MEMANG PANDAI MENGELOLA POTENSI KEKAYAAN LAUT YANG MELIMPAH-RUAH, DAN SAYA TIDAK INGIN POTENSI ITU DISIA-SIAKAN OLEH PRESIDEN SEBELUMNYA ATAU SEDUDAHNYA.

Ketujuh, SUMPAH LAUT sudah mendarah daging bagi KAMI, BANGSA INDONESIA,  "Siapa ingin mencari ke laut ia memandang diriku. Sebab aku mau mati. Pada sesuatu memperlihatkan harga." Demikian puisi Husen Landicing mengingatkan kita semua, laut adalah jantung kita bersama, agar tetap hidup selalu terhormat di mata dunia … Imam Muhayat, Bali, 12 November 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun