Dengan tangan yang gemetar, Pak Surya menyerahkan buku kecil yang berisi coretan tangan Arga. Buku itu penuh dengan puisi yang dipenuhi dengan metafora tentang waktu, kehilangan, dan cinta.
Jika waktu adalah perahu, Ratri, bintang malamku, aku berharap bisa menyeberangi lautan waktu untuk kembali kepadamu.
Meskipun dia menangis, itu bukan karena kesedihan. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa Arga tidak benar-benar pergi; setiap bait yang ia tulis, setiap langkah yang Ratri ambil untuk menunggu senja, memberinya kehidupan.
Langit jingga mulai memudar, dan malam tiba. Namun, hati Ratri sekarang bersinar seperti bulan yang mengambil cahaya matahari.
"Arga, aku akan melanjutkan puisi kita," katanya sambil tersenyum.
Sejak saat itu, Ratri menulis setiap sore, menulis kisah cinta yang tidak pernah selesai hingga suatu hari ia yakin Arga akan tersenyum di balik langit jingga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H